Pengikut
Kamis, 07 Januari 2010
CATATAN BEDAH SARAF DAN ORTHOPEDI
Disusun oleh:
Mohamad Fikih
FK UPN/RSUD Prof.dr.Margono Soekarjo
2010
DAFTAR ISI
NYANYIAN COASS KONSUL KE ANESTESI.............................................................................. 3
NYANYIAN COASS ORTHOPEDI............................................................................................ 4
NYANYIAN COASS BEDAH SYARAF........................................................................................ 7
LEMBAR PERINGATAN CEDERA KEPALA RINGAN................................................................ .9
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA (GCS)..................................................................................... 10
REFLEKS CAHAYA ............................................................................................................. 11
HIDROCEPHALUS........................................................................................................... 11
MEKANISME CEDERA KEPALA...................................................................................... 12
CEDERA OTAK PRIMER................................................................................................. 13
Fraktur Basis kranii.................................................................................................... 15
COMOTIO DAN CONTUSIO CEREBRI.................................................................................... 16
EPIDURAL HEMATOM (EDH).............................................................................................. 16
SUBDURAL HEMATOM (SDH)....................................................................................... 17
INTRACEREBRAL HEMATOM (ICH)...................................................................................... 18
CEDERA OTAK SEKUNDER........................................................................................... 19
EDEMA CEREBRI........................................................................................................... 19
Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD.................................................. 22
INDIKASI FOTO POLOS KEPALA DAN CT-SCAN KEPALA......................................................... 24
PERAWATAN CEDERA KEPALA DI RS............................................................................... 25
BEDAH ORTHOPEDI...................................................................................................... 28
BERBAGAI MACAM CEDERA MUSKULOSKELETAL & PENANGANANNYA.............. 34
Yang akan dibahas :
1 Fraktur tertutup………………………………………………………………………....34
2. Dislokasi……………………………………………………………………………….38
3. Fraktur terbuka………………………………………………………………………...39
NYANYIAN COASS BEDAH
A. Cara konsul ke ANESTESI
Contoh:
Diagnose kerja:
EDH Hemisfer sin pro kraniotomi
Ringkasan pemeriksaan klinis:
A : Ngorok terpasang guedel, canule oksigen (+)
B : RR :24x/menit
C : TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
D : GCS E3M5V1 terpasang guedel ,RC +/+, Pupil anishokor Ǿ 3mm/2mm
Terapi/ tindakan yang telah kami lakukan:
• Infuse RL500cc 20tpm
• Inj.Manitol 4x125
Mohon penatalaksanaan anestesi. BTK (Banyak Terima Kasih)
Hormat kami
( )
B. NYANYIAN ORTHOPAEDI BANGSAL
1. Contoh ada pasien baru dibangsal
S : Nyeri dan sulit menggerakkan tungkai kanan atas
O: Ku/kes: sedang/CM
VS: TD :130/90mmHg
N : 80x/menit
RR: 20x/menit
S :36,30C
Status General: dbn
Status lokalis
Regio Femur dextra
- Look : Edema tidak ada, deformitas tidak ada, elastic perban (+),
- Feel : NT (+), krepitasi (-) hati-hati mas koas jangan terlalu tekannya!
- Move : Gerak aktif/pasif terbatas, NG (nyeri gerak) (+)
Ass: Fraktur femur dextra 1/3 tengah tertutup
Pro ORIF
(pada Rontgen: fraktur oblik femur dekstra 1/3 tengah)
Nyanyian Visite dr.Iman Sp.BO konsultan Tulang belakang (setelah dari Poli)
Prinsipnya adalah Recogntion (diagnosa)
- Umur dan kelamin
- Riwayat trauma
- Lokalisasi nyeri
- Gangguan fungsi
- Riwayat penyakit dahulu
Contoh:
Dok, Pasien laki-laki 36tahun perawatan hari ke-1 post kecelakaan lalu lintas naik sepeda motor tabrakan dengan mobil, waktu tabrakan tidak sadar sampai di IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo pasien sadar, muntah (-), mual (-), pusing (+), terdapat luka lecet di tangan kiri ± 2 cm.
Ass: Fraktur femur dextra 1/3 tengah tertutup
(pada Rontgen: fraktur oblik femur dekstra 1/3tengah)
Rencananya traksi dulu atau ORIF pasang plate dok?
2. Contoh Pasien POST operasi:
S : Tidak dapat menggerakkan lengan kiri atas dan nyeri pada lengan kiri atas
O : Ku/kes: sedang/CM
VS: TD :130/90mmHg
N : 80x/menit
RR: 20x/menit
S :36,30C
Status generalis: dbn
Status Lokalis : Regio Humerus Sinistra
Look : Tak tampak luka, tidak ada darah, bengkak (+), deformitas (+)
Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+)
Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan
Ass:- Fraktur collum humerus sinistra 1/3 proximal tertutup
- post ORIF H-3 (kalo post kasih keterangan waktu Hari ke berapa)
*****(Pada Foto rontgen humerus sisnistra AP / Lateral)*****
- Fraktur Collum Humerus sinistra 1/3 proksimal, garis fraktur oblique
Nyanyian Visite:
Dok, Pasien laki-laki umum 53 tahun, datang di IGD post jatuh dari pohon melinjo 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Post ORIF Hari ke-3 atas indikasi Fraktur collum humerus sinistra 1/3 proximal tertutup.
Prinsip Penatalaksaan:
A. Terapi konservatif
- Immobilisasi
- Reposisi
B. Bedah
ORIF dengan Plate and Screw (T-Plate)
- Pasien dalam keadaan supine
- GA (General Anestesi)
- Lakukan asepsis/antiseptik daerah yang akan dioperasi
- Tutup dengan duk steril kecuali lapang operasi
- Approach : HENRY - Reposisi
- Fiksasi dengan plate and screw (T-Plate)
- Drain
- Jahit lapis demi lapis lapisan otot
- Tutup dengan kasa
3. Contoh Pasien plus LUKA
S : Kaki kanan luka dan patah
O: Ku/kes: sedang/CM
VS: TD :130/90mmHg
N : 80x/menit RR: 20x/menit
S :36,30C
Status generalis: dbn
Status lokalis:
• Regio Femur : Terdapat vulnus laceratum di femoris anterior yang terasa nyeri.
• Regio Genu Anterior : Terdapat vulnus laceratum dan jaringan nekrotik di genu anterior yang terasa nyeri.
• Regio Cruis : Terdapat vulnus laceratum dan jaringan di cruris anterior sampai posterior yang terasa nyeri.
Ass: - Suspect Fr. Os Femur dextra terbuka grade II.
- Suspect Fr. Os Tibia-Fibula dextra terbuka grade III B.
Nyanyian Visite:
Pasien perempuan umur 22 tahun, tiba di IGD tanggal 2-12-2009 jam 02.10 WIB karena post kecelakaan kiriman dari RSI Fatimah Cilacap. Pasien tiba di IGD dalam keadaan sadar dengan luka di tungkai atas, lutut dan tungkai bawah kanan, luka terbuka kotor, dan banyak mengeluarkan darah.
TERAPI
- Membersihkan jalan nafas, pasang oksigen.
- Infus RL 20 tetes/menit.
- ATS inj. 1.500 ui i.m.
- Ampicilin 1 x 1 amp i.v.
- Bersihkan luka dengan Boorwater.
- Pasang spalk
C. NYANYIAN KONSUL KE RESIDEN ATAU KONSULEN BEDAH SYARAF
1. Contoh : Saat jaga IGD (cito indikasi EDH)
Dok, maaf saya coass bedah ada konsulan dari IGD, Pasien laki-laki 15tahun datang dengan penurunan kesadaran post KLL 5 jam yang lalu, motor vs tembok WTTS s/d IGD sadar. Perdarahan dari hidung, muntah (+). Hematom palpebra sin & deks. VL diwajah, pusing (-), muntah (-),terpasang RL, inj manitol dan kateter
A : Ngorok terpasang guedel, canule oksigen (+)
B : RR :24x/menit
C : TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
D : GCS E3M5V1 terpasang guedel ,RC +/+, Pupil anishokor Ǿ 3mm/2mm
(catatan: v1 untuk guedel walaupun ada suara tapi dengan keterangan terpasang guedel/NRM/trakeostomi dan D hanya dibuat untuk pada trauma kapitis).
Ct-scan:
- Subgaleal frontotemporal dekstra
- EDH hemisfer sinistra
- Vol 40 cc (catatan: vol >30cc indikasi cito untuk EDH, untuk SDH perhatikan Mid line shifting kalau > 5mm indikasi cito) Rumus Vol: P x L x slice (mass maks – mass min)
- Edema cerebri
CURIGA FRAKTUR BASIS KRANII, jika ada:
a. Patah tulang orbita (hematom kacamata, likurea dari hidung)
b. Patah tulang petrosum dasar tengkorak (hematom sekitar tl.mastoid, perdarahan dari telinga, likuor dari telinga)
c. Paralisis n.fasialis kiri (wajah ke tarik ke kanan, wajah kiri kendor tanpa mimic, kerutan kulit dahi kiri hilang).
Catatan to coass: bila konsulen akan operasi:
- Inform consent pada keluarga pasien!!!
- Konsul ke coass anestesi!!!
- Hubungi OK IGD!!!
- Cek pasien pastikan sudah terpasang kateter, sediah darah, infuse threeway, cukur rambut!
2. Nyanyian coass Abses Cerebri
Dok maaf saya coass Bedah ada konsulan dari IGD, Pasien laki-laki, 21 th datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba, sudah 2jam yang lalu sebelumnya sering mengeluh pusing (curiga sinusitis penyebab abses), mual (-), muntah (-), tidak ada perdarahan THT. Di rumah sakit sudah terpasang infuse, inj.Manitol 4x125 dan fenitoin
A: terpasang canule oksigen
B: RR: 20x/menit,
C: TD : 100/60mmHg S: 36,6
N : 48x/menit, murmur (-), gallop (-) (curiga penyakit katup jantung penyebab abses)
D: E3M5V1afasia
Reflek cahaya +/+, pupil isokhor 2mm/2m
CT-Scan
- Tampak abses dihemisfer sinistra
- Vol.54, 40
- Edema cerebri
Foto thorak:
- Tidak tampak kardiomegali
Instruksi dari spesialis bedah syaraf
- Dexametason 3x10mg
- Ab Fosmisin 2 x 2gram
- Kemicetin 3x1gram
- Rawat kamar 7 cempaka
LEMBAR PERINGATAN UNTUK PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN
_________________________________________________________________
PADA SAAT INI KAMI TIDAK MENEMUKAN KELAINAN YANG MENUNJUKKAN BAHWA CEDERA KEPALA YANG ANDA ALAMI ADALAH SERIUS. NAMUN, GEJALA YANG BARU DAN KOMPLIKASI YANG TIDAK DISANGKA-SANGKA DAPAT TIMBUL DALAM BEBERAPA JAM HINGGA BEBERAPA HARI SETELAH CEDERA. 24 JAM PERTAMA ADALAH WAKTU YANG PALING GENTING DAN ANDA HARUS TETAP BERADA DALAM PENGAWASAN KELUARGA ATAU ORANG YANG DAPAT DIPERTANG- GUNG-JAWABKAN, PALING TIDAK DALAM PERIODE INI. BILA ADA DARI TANDA-TANDA DIBAWAH INI TERJADI, SEGERA KEMBALI KERUMAH-SAKIT:
1. Mengantuk atau semakin sulit membangunkan pasien (Pasien harus dibangunkan setiap 2 jam selama masa tidur).
2. Mual atau muntah.
3. Kejang-kejang atau sawan.
4. Mengalirnya darah atau cairan dari hidung atau telinga.
5. Nyeri kepala hebat.
6. Kelemahan atau kehilangan rasa dari tungkai atau lengan.
7. Bingung atau berkelakuan asing.
8. Satu pupil (bagian hitam dari mata) lebih lebar dari sisi lainnya; gerakan yang tidak biasa dari bola mata, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya.
9. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola pernafasan yang tidak biasa.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA SECARA KLINIS
Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa CT-scan masih jarang, maka agar dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien cedera otak, khususnya jenis tertutup, berdasarkan gangguan kesadarannya (berdasarkan Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi :
1. Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)
GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.
2. Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal.
Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.
3. Cedera kepala berat.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi batang otak.
Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat gangguan kesadaran ini dilakukan sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan bukan oleh sebab yang lain. Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.
Eye opening (E)
Spontaneous
To call
To pain
None
Movement (M)
Obeys commands
Localizes pain
Normal flexion (withdrawal)
AbnormaL flexion (decoraticate)
Extension (decerebrate)
None (flaccid)
Verbal respons (V)
Oriented
Confused conversation
Inappropriate words
Incomprehensible sounds
None
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
* GCS = THE BEST MOTOR RESPONS (jangan lupa mas coass)
REFLEK CAHAYA
Diagnosis Hidrosephalus
Pada foto Roentgen kepala polos lateral tampak kepala yang membesar dengan disproporsio kraniofacial, tulang yang menipis dan sutura melebar. Gambaran CT scan kepala terlihat dilatasi seluruh sistem ventrikel otak. Pemeriksaan cairan cerebrosinal dengan pungsi ventrikel melalui fontanel mayor, dapat menunjukan tanda peradangan dan perdarahan. Pungsi dapat juga untuk menentukan tekanan ventrikel. Dengan USG kepala melalui fontanel yang terbuka dapat dilihat pelebaran atau perdarahan ventrikel.
Table. Ukuran rata-rata lingkar kepala (pengukuran lingkar kepala fronto-oksipital yang teratur pada bayi merupakan tindakan terpenting untuk menentukan diagnosis dini) jadi mas coass kalau follow up pasien atas indikasi hidrosephalus wajib ada hasil ter-update lingkar kepala!!!
Lahir
Umur 3 bulan
Umur 6 bulan
Umur 9 bulan
Umur 12 bulan
Umur 18 bulan 35 cm
41 cm
44 cm
46 cm
47 cm
48,5 cm
Mekanisme cidera kepala
Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi 2:
1. Static loading
2. Dynamic loading: (a) Lesi impact dan (b) Lesi akselerasi-deselerasi
Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari 200 milidetik, mekanisme static loading ini jarang terjadi, tetapi kerusakan yang dihasilkan sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai kerusakan tulang kepala, jaringan otak dan pembuluh darah otak.
Dynamic loading
Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50 milidetik), gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (Impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung (Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi.
Impact injury
Gaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi:
• Cidera pada kulit kepala (SCALP): Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom
• Cidera pada tulang atap kepala: Fraktur linier, Fraktur diastase, Fraktur steallete, Fraktur depresi
• Fraktur basis kranii.
• Hematom intrakranial: Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikular
• Kontusio serebri: Contra coup kontusio, Coup kontusio
• Laserasi serebri
• Lesi diffuse: Komosio serebri, Diffuse axonal injury.(DAI)
Lesi akselerasi – deselerasi
Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut terkena gaya. Oleh karena adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa:
• Hematom subdural
• Hematom intraserebral
• Hematom intraventrikel
• Contra coup kontusio
Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya tarikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa:
• Komosio serebri
• Diffuse axonal injury
CIDERA OTAK PRIMER
Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi, cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder, jika cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder.
1. Cidera pada SCALP
Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah melindugi jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan diteruskan melewati jaringan otak. SCALP merupakan singkatan dari Skin, subCutan, Aponeurosis galea, Loose arerolar, Periosteum. Cidera pada scalp dapat berupa:
• Eskoriasi.
• Vulnus apertum.
• Hematom subcutan
• Hematom subgaleal
• Hematom subperiosteal.
Pada eskoriasi dapat dilakukan wound toilet, yakni mencuci luka serta menghilangkan jaringan yang sudah tidak berfungsi maupun benda asing, sedangkan pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk menghindari dead space antara periosteum dan subcutis sedangkan didaerah subcutan banyak mengandung pembuluh darah, demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya hematom dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi sampai terbentuknya abses).
Penjahitan pada galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama (tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang nonabsorbsable tetapi dengan simpul yang terbalik, untuk menghindari terjadinya "druck necrosis/nekrosis akibat penekanan , pada kasus terjadinya excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan injeksi anti tetanus.
Pada kasus dengan hematom subcutan sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian diberikan analgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi steril, Pada bayi dan anak –anak dimana hematom yang lebih dari 2minggu tidak dapat diserap, harus dipikirkan terjadinya fraktur kalvaria.
Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena perdarahan begitu banyak dapat terjadinya shok hipovolumik
2. Fraktur linier kalvaria
Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan terjadi fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial, tidak ada terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi karena gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari penelitian di RS.margono soekardjo didapatkan 82% epidural hematom disertai dengan fraktur linier kalvaria.Jika gambaran fraktur tersebut kesegala arah disebut "Steallete fracture", jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur
3. Fraktur depresi
Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah tidaknya fragmen fraktur berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu : fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka.
• Fraktur depresi tertutup. Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan: (1). Gangguan neurologis, misal kejang-kejang, hemiparese/plegi, penurunan kesadaran, (2) Secara kosmetik jelek misal : fraktur depresi didaerah frontal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak.setelahnya mengembalikan dengan fiksasi pada tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi.
• Fraktur depresi terbuka. Semua fraktur epresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis) Yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang jaringan yang devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi hematom, kemudian menjahit duramater secara "water tight"/kedap air kemudian fragmen tulang dapat dikembalikan atau pun dibuang, fragmen tulang dikembalikan jika : (a) Tidak melebihi golden periode (24 jam), (b) Duramater tidak tegang. Jika fragmen tulang berupa potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara mozaik
4. Fraktur Basis kranii
Secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis kranii dan kalvaria yaitu:
• Pada basis kranii tulangnya lebih tipis dibandingkan tulang daerah kalvaria.
• Duramater daerah basis kranii lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria
• Duramater daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan duramater
Klinis ditandai dengan:
• Bloody otorrhea.
• Bloody rhinorrhea
• Liquorrhea
• Brill Hematom
• Batle’s sign
• Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan N VIII
Diagnose fraktur basis kranii secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose secara radiologis oleh karena:
• Foto basis cranii posisinya hanging Foto , dimana posisi ini sangat berbahaya tertutama pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan
• Adanya gambaran fraktur pada foto basis kranii tidak akan merubah penatalaksanaan dari fraktur basis kranii.
• Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis kranii.
Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi:
• Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
• Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (Consul ahli THT) pada tanda bloody otorrhea/ otoliquorrhea,
• Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea /otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat.
• Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya meningoensefalitis masih kontroversial, di SMF Bedah Saraf RSU Dr. Soetomo kami tetap memberikan antibiotika profilaksis dengan alasan penderita fraktur basis kranii dirawat bukan diruangan steril / ICU tetapi di ruang bangsal perawatan biasa dengan catatan pemberian kami batasi sampai bloody rhinorrhea/otorrhea berhenti.
Komplikasi yang paling sering terjadi dari fraktur basis kranii meliputi:
• Mengingoensefalitis
• abses serebri.
• Lesi nervii cranialis permanen
• Liquorrhea.
• CCF (Carotis cavernous fistula).
5. Komosio serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesia retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT Scan : tidak didapatkan adanya kelainan.
6. Kontusio serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelaianan neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah, pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri.yang gambaran pada CT Scan disebut "Pulp brain "
7. Epidural hematom (EDH = Epidural hematom)
Epidural hematom adalah hematom yang terletak antara duramater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya :
• Arteri meningica media (paling sering)
• Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria)
• Vena emmisaria.
• Sinus venosus duralis
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa :
• hemiparese/plegi
• pupil anisokor
• reflek patologis satu sisi
Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi/ipsilateral dengan lokasi EDH sedangkan Hemiparese/plegi letaknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada perdarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi)
Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura,
• Sedangkan indikasi operasi jika:
• Terjadinya penurunan kesadaran
• Adanya lateralisasi
• Nyeri kepala yang hebat dan menetap yang tidak hilang dengan pemberian anlgesia.
• Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumberperdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea.
Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnose radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu " Burr hole explorations " yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titik-titik tertentu yaitu (berurutan)
• pada tempat jejas/hematom
• pada garis fratur
• pada daerah temporal
• pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria)
• pada daerah parietal
• pada daerah occipital.
Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun
8. Subdural hematom (SDH)
Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari :
• Bridging vein (paling sering)
• A/V cortical
• Sinus venosus duralis
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 :
• Subdural hematom akut : terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian
• Subdural hematom subakut: terjadi antara 3 hari – 3 minggu
• Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.
Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi.
Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent)..
Indikasi operasi menurut EBIC (Europe brain injury commition) pada perdarahan subdural adalah :
• Jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM.
• Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5mm.(perhatikan yah mas coass)
Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan oleh karena biasanya disertai dengan edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea.
Prognose dari penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta dijaringan otak serta usia penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua penderita makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.
9. Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yng disertai dengan edema disekitarnya (perifokal edema)
Indikasi dilakukan operasi jika:
• Single
• Diameter lebih dari 3 CM
• Perifer.
• Adanya pergeseran garis tengah
• Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis /lateralisasi
Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.
Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural
10. Diffuse axonal injury (DAI)
Secara definisi yang disebut diffuse axonal injury adalah koma lebih dari 6 jam yang pada pemeriksaan CT Scan tidak didapatkan kelainan (gambaran hiperdens), jadi yang dipakai sebagai golden standart diagnostic adalah CT Scan. Secara klinis DAI dibagi menjadi 3 gradasi:
1. DAI ringan : jika koma terjadi antara 6 – 24 jam.
2. DAI sedang: jika koma lebih dari 24 jam tanpa disertai tanda-tanda deserebrated decorticated.
3. DAI. Berat: Jika koma lebih dari 24 jam yang disertai tanda-tanda deserebrated / decorticated.
Sedangkan menurut WHO yang disebut koma jika GCS kurang dari 8.(Unopen eyes, unuterred words and unobey commands)
Pada kasus dengan DAI berat, biasanya prognosenya jelek.
CIDERA OTAK SEKUNDER
Cidera otak yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak mendapat penanganan yang baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka cidera otak primer berubah menjadi cidera otak sekunder yang meliputi :
• Edema serebri
• Infark serebri
• Peningkatan tekanan intra kranial
Edema serebri
Adalah penambahan air pada jaringan otak/ sel-sel otak, pada kasus cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri :
• Edema serebri vasogenik
• Edema serebri sitostatik
Edema serebri vasogenik
Edema serebri vasogenik terjadi jika terdapat robekan dari "blood brain barrier" (sawar darah otak) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra selluler akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraselluler yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengkosongan ("shringkage")
Edema serebri Sitostatik
Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H2O) sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karean kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan proses pumpa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipumpa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersamaan masuknya natrium, maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler
Gambaran CT Scan dari edema serebri :
• Ventrikel menyempit
• Cysterna basalis menghilang
• Sulcus menyempit sedangkan girus melebar
Terapi dari edema serebri.
Secara prinsip terapi dari edema serebri adalah menghilangkan air yang ada dalam sel (intraseluler) ataupun air diluar sel (ekstraseluler) dengan cara:
• Cairan hiperosmotik (manitol) dengan dosis 0,5 g – 1 g/Kg BB/kali diberikan secara bolus dalam waktu 15 – 20 menit., disamping sebagai cairan hiperosmolar maka manitol dengan dosis rendah berfungsi sebagai penangkap bahan radikal bebas dan dapat meningkatkan mikrosirkulasi dari sel-sel darah merah (rheologi), pemberian manitol selama 4 hari kemudian dilakukan tapering agar tidak terjadi "rebound phenomena".
• Kortikosteroid, obat ini dapat memperbaiki sawar darah otak sehingga secara tidak langsung memperbaiki edema serebri, tetapi obat ini tidak digunakan pada kasus cidera kepala karena manfaatnya lebih sedikit dibandingkan dengan kerugiannya.Kortikiosteroid sangat bermanfaat untuk edema serebri yang disebabkan oleh tumor otak baik primer maupun metastase.
• Deuritika., biasanya yang digunakan furosemide
Tekanan intra kranial
Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang yang terisi 3 komponen yaitu :
• jaringan otak seberat 1200 gram
• cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram
• darah dan pembuluh darah seberat 150 gram
Menurut doktrin Monroe-Kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala adalah konstan jika terdapat penambahan massa (misal hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula-mula mengalami kompensasi adalah cairan serebrospinalis yaitu pindah kedalam sisterna ataupun canalis centralis yang ada di medullaspinalis yang tampak pada klinis penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat, jika kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka terkjadi kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara :
• Vaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat
• Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan gangguan pola nafas disebut "trias Cushing"
Jika kompensasi kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka jaringan otak akan melakukan komponsasi yaitu berpindah ketempat yang kosong ("locus minoris") perpindahan jaringan otak tersebut disebut herniasi cerebri, ada beberapa macam:
• herniasi serebri subfalxine
• herniasi serebri "upward"
• herniasi serebri tentorial (lateral/uncus)
• herniasi serebri tentorial (central)
• herniasi tonsilar
Tanda-tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya,. Pada umumya klinis dari peningkatan tekanan intrakranial adalah :
• Nyeri kepala.
• Mual, muntah
• Pupil bendung
"Sekunder insult"
Adalah kondisi penderita yang bertambah buruk akibat terjadinya cidera otak sekunder karena terjadinya kesalahan penanganan oleh tenaga medis/paramedis misal : – Saat transportasi tidak dipasang infus sehingga terjadi shock, ataupun tidak dilakukan penanganan airway sehingga terjadi hipoksia, sekunder insult dapat terjadi di dalam rumah sakit (paling sering) maupun saat diluar rumah sakit
Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced trauma life support) yang meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi:
• Airway
• Breathing
• Circulasi
• Disability
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara :
• Kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya benda asing
• Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi atauipun rotasi.
• Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti sebaliknya, maka perlu dipasang collar brace.
Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan suport pernafasan.
Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan vaso konstriksi yang berakibat terjadinya iskemia., periksa tekanan oksigen (PO2) 100 mmHg jika kurang beri Oksigen masker 8 liter/ menit.
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi :
• Periksa denyut nadi/jantung, jika (-) lakukan resusitasi jantung.
• Bila shock (tensi < 90 dan nadi > 100 atasi dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2 X
• Hentikan perdarahan dari luka terbuka
Pada pemeriksaan disability / kelainan kesadaran:
• Periksa kesadaran : memakai Glasgow Coma Scale
• Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun konsensual./tidak langsung
• Periksa adanya hemiparese/plegi
• Periksa adanya reflek patologis kanan kiri
• Jika penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi luhur misal adanya aphasia
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti Skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan tambahan yang lain seperti pemeriksaan darah (pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama).
Glasgow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara Glasgow, ada 3 macam indikator yang diperiksa yaitu:
1. Reaksi membuka mata
2. Reaksi verbal
3. Reaksi movement
Ad 1. Reaksi membuka mata
Reaksi membuka mata Nilai
Membuka mata spontan 4
Buka mata dengan rangsangan suara 3
Buka mata dengan rangsangan nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1
Ad 2. Reaksi verbal
Reaksi verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4
Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3
Keluar suara tapi tak berbentuk kata-kata 2
Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1
Ad 3. Reaksi motorik
Reaksi movement Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokakisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu :
• Cidera kepala derajad ringan, bila GCS : 13 – 15.
• Cidera kepal derajad sedang, bila GCS: 9 – 12.
• Cidera kepala derajad berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda "X", atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai "X", sedangkan jika penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai " T "
Indikasi foto polos kepala
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaannya yang sekarang makin ditinggalkan. Jadi indikasinya meliputi :
• Jejas lebih dari 5 Cm.
• Luka tembus (tembak/ tajam)
• Adanya corpus alineum
• Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi)
• Nyeri kepala yang menetap
• Gejala fokal neurologis
• Gangguan kesadaran (GCS < 15)
Catatan :
• Jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto kepala tersebut tidak memenuhi syarat.oke mas coass!!
• Pada curiga adanya fraktur depresi maka dilakukan foto polos posisi AP/ Lateral dan oblique.
Indikasi CT Scan
• Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia/ anti muntah
• Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapatnya lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general
• Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor-faktor ekstracranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll)
• Adanya lateralisasi
• Adanya Fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
• Luka tembus akibat benda tajam dan peluru
• Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
• Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X/menit)
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)
• Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15)
• Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri)
• Adanya gangguan fokal neurologis (Hemiparese/plegi, kejang-kejang, pupil anisokor)
• Nyeri kepala, mual-mual yang menetap yang telah dilakukan observasi di UGD dan telah diberikan obat anlgesia dan anti muntah selama 2 jam tidak ada perbaikan
• Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemeriksaan foto kepala
• Klinis adanya tanda-tanda patah tulang dasar tengkorak.
• Luka tusuk atau luka tembak
• Adanya benda asing (corpus alienum)
• Penderita disertai mabuk
• Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus, gangguan faal pembekuan.
• Indikasi sosial: (a) Tidak ada yang mengawasi di rumah jika dipulangkan, (b) Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita.
Pada saat penderita dipulangkan harus diberi advice (lembar penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini harus segera dipulangkan :
• Mual-muntah serta sakit kepala yang menetap
• Terjadinya penurunan kesadaran
• Penderita mengalami kejang-kejang
• Gelisah
Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama kurang lebih 2 x 24 jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam
Perawatan di rumah sakit (Cempaka)
1. GCS 13 – 15
• Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan edema serebri).
• Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika penderita tetap muntah harus dipuasakan selama 6 jam, jika tidak muntah dicoba minum sedikit-sedikit (Pada penderita yang tetap sadar)
• Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan bantal selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian kemudian duduk penuh dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita dengan GCS 15)
• Jika memungkinkan dapat diberikan obat neurotropik,seperti : Citicholine, dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari
• Minimal penderita MRS selam 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari cidera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur-angsur berkurang sampai 48 jam pertama
2. GCS < 13
Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15 – 300) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial turun.
Beri masker Oksigen 6 – 8 liter/menit
Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolik diatas 100mmHg, jika tidak ada perbaikan dapat diberikan vasopressor.
Pasang infus D5% 1/2 saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30 CC/KgBB /24 jam
Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan perawatan yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil (12 Fr) untuk memberikan makanan, yang dimulai pada hari I dihubungkan dengan 500 CC Dextrose 5% gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk menghindari atrophi villi usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya sangat tinggi pH nya (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui pipa lambung ini akan ditingkatkan secara perlahan-lahan samai didapatkan volume 2000 CC/ 24 jam dengan kalori 2000 Kkal., keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih cepat pada penderita tidak sadar antara laian : (a) Mengurangi translokasi kuman di dinding usus halus dan usus besar, (b) Mencegah normal flora usus masuk kedalam system portal
Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri kan kanan setiap 2 jam
Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat menyebabkan masking efek terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi pernafasan. Pada penderita gelisah dapat terjadi karena: (a) Nyeri OK : ( fraktur, kandung seni yang penuh, tempat tidur yang kotor ), (b) Penderita mulai sadar, (c) Penurunan kesadaran, (d) Shock, (e) Febris
Obat penenang hanya diberikan bila tidak didapatkan adanya hematom intrakranial yang diketahui dari pemeriksaaan CT Scan.
Pada penderita dengan gelisah yang tidak disertai adanya lesi fokal intrakranial oleh penulis dapat diberikan obat Chlorpromazine 12,5 mg (1/4 ampul) diberikan IM pemberian dapat diulang 4 jam kemudian, pemberian obat ini harus hati-hati karena dapat menyebabkan terjadinya orthostatik hipotensi
Obat-obatan yang lain:
• Antibiotika jika terdapat luka, atas indikasi yang lain biasanya golongan penisillin misal ampicillin dengan dosis 50 mg/Kg BB/ hari dosis dibagi 4
• Analgesik biasanya, metamizol (dewasa 3 X 1 ampul /IV)
• Antimuntah, metocloperamide (dewasa 3X 1 ampul /IV)
• Neurotropik seperti Citi cholin dengan dosis 3 X 250 mg/hari minimal 5 hari dan jika masih terdapat gejala sisa diteruskan sampai 8 minggu
Pada penderita kejang :
Hentikan kejang dengan pemberian diazepam dosis 0,1 – 0,2 mg/kg sampai kejang berhenti, tetapi jangan memberikan diazepam jika kejang sudah berhenti sedangkan untuk mencegah kejang dapat diberikan diphenyl hidantoin dengan dosis 5 – 8 mg/Kg BB/ hari dibagi 2 – 3, setelahnya harus dicari apa penyebab kejang tersebut apakah faktor intrakranial atau faktor ekstrakranial
Pada penderita yang febris: febris dapat dibedakan oleh karena faktor intrakranial akibat terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (central) atau akibat faktor ekstrakranial misal hipotensi, infeksi sehingga sebelum diberikan antipiretika harus dicari penyeabnya lebih dahulu karena obat anti piretika kadang dapat menyebabkan hipotensi,
Merujuk penderita
Tidak semua penderita dapat dilakukan perawatan di Rumah sakit didaerah oleh karena keterbatasan dari sarana, prasaranaserta tenaga ahli Bedah / Bedah Saraf, jadi indikasi untuk merujuk penderita adalah untuk alasan diagnostik :
• Penderita yang memerlukan CT Scan:
• Adanya lateralisasi Untuk diagnostik lebih lanjut dengan CT Scan
• Penderita kontusio serebri selama perawatan 3 hari, tidak ada perubahan dari GCS
• Curiga terjadinya lesi massa intrakranial yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (CT Scan)
• Penderita yang memerlukan terapeutik :
• Fraktur depresi terbuka yang menyilang garis tengah
• Lesi massa intra kranial dimana tidak terdapat tenga ahli maupun peralatannya.
Sebelum melakukan rujukan sebaiknya dilakukan komunikasi lebih dulu dengan tempat yang akan dilakukan rujukan untuk:
• Mendiskusikan indikasi rujukan.
• Mencegah rujukan yang tidak perlu.
• Menginformaskan kondisi penderita
• Memastikan kesiapan tempat, tenaga serta peralatan yang sesuai dengan kasus rujukan.
• Mendiskusikan terapi dan advis lain pada saat transportasi
BEDAH ORTHOPAEDI
Definisi Fraktur
—-Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Klasifikasi fraktur
Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain:
1. Klasifikasi etiologis
• Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
• Fraktur patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
• Fraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
2. Klasifikasi klinis
• Fraktur tertutup (simple fracture). Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
• Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)
• Fraktur dengan komplikasi (compicated fracture). Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang
3. Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
• Difasial
• Metafisial
• Intra-artikuler
• Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
• Fraktur transversal
• Fraktur oblik
• Fraktur spiral
• Fraktur Z
• Fraktur segmental
• Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen
• Fraktur baji, biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
• Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo, misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patela
• Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada tulang tengkorak
• Fraktur impaks
• Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah, misalnya pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus
• Fraktur epifisis
3. Menurut ekstensi
• Fraktur total
• Fraktur tidak total (fraktur crack)
• Fraktur buckie atau torus
• Fraktur garis rambut
• Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
• Tidak bergeser (undisplaced)
• Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:
a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over-riding
f. Impaksi
Diagnosis fraktur
Anamnesis
—-Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
• Bandingkan dengan bagian yang sehat
• Perhatikan posisi anggota gerak
• Keadaan umum penderita secara keseluruhan
• Ekspresi wajah karena nyeri
• Lidah kering atau basah
• Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
• Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka
• Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
• Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
• Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
• Perhatikan kondisi mental penderita
• Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
• Temperatur setempat yang meningkat
• Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
• Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
• Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
• Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit
• Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
3. Pergerakan (Move)
—-Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan neurologis
—-Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
5. Pemeriksaan radiologis
—-Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
• Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
• Untuk konfirmasi adanya fraktur
• Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
• Untuk menentukan teknik pengobatan
• Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak
• Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
• Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
• Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua
• Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral
• Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
• Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua angota gerak terutama pada fraktur epifisis
• Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang.
• Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.
Penatalaksanaan/Pengobatan
—-Tujuan dari penatalaksanaan/pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dar patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai mana mestinya. Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan(imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.
4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
BERBAGAI MACAM CEDERA MUSKULOSKELETAL DAN CARA PENANGANANNYA.
Yang akan dibahas :
1 Fraktur tertutup
2. Dislokasi
3. Fraktur terbuka
1. Fraktur tertutup :
•Anggota gerak atas
•Tulang vertebra
•Anggota gerak bawah
ANGGOTA GERAK ATAS :
1.Fraktur clavicula >-fiksasi dengan RV 4 minggu atau pasang plate and screw
KOMPLIKASI FR. CLAVICULA:
1. Pneumothorax
2.Paralise nervus brachialis
3.Kerusakan arteri/ vena subclavia
4.Udema lengan
5.Kekakuan sendi
2. FRAKTUR COLLUM HUMERI >
- Fiksasi circuler gips aeroplane atau
- Pasang screw
3. FRAKTUR SHAFT HUMERI>
- fiksasi hanging cast 4 minggu
- U slab 4 minggu
Komplikasi> radial palsy> dropped hand
4. FRAKTUR SUPRACONDYLER HUMERI >
- friksasi collar and cuff 4 minggu
- open reduction>fiksasi wire bersilang
Komplikasi :
- Volkmann’s contracture
- kekakuan sendi
- cubitus varus/cubitus valgus
5. FRAKTUR ANTEBRACHII >closed reduction>
-Fiksasi circulergips,fleksi 900 ,6-8 minggu.
- atau open reduction> pasang plate & screw
Komplikasi > penyambungan tak wajar : cross union,
malunion, delayed union
6. FRAKTUR MONTEGIA :
Fraktur ulna 1/3 proximal disertai dislokasi caput radii
- open reductionfiksasi ulna dengan plate&screwcaput radii akan kembali keposisi semula.
7. FRAKTUR GALEAZI :
Fraktur radius 1/3 distal dgn. dislokasi art.ulna metacarpal
-Open reduction> fiksasi radius dengan plate & screw>
ulna akan kembali ketempat semula.
8. FRAKTUR COLLES :
Fraktur radius distal dengan dislokasi kearah craniodorsal
disertai fraktur procesus styloideus ulna.
- closed reduction> fiksasi circulergips kearah ventroulnaris selama 4-6 minggu.
Dilatih gerakan tangan habis
Reposisi berhasil
9. BENNET’S FRACTURE :
Fraktur dislokasi sendi carpometacarpal jari ke 1 (ibujari)
- closed reduction dan fiksasi dengan circulergips abduksi.
- bila gagal open reduction dan fiksasi dengan wire.
FRAKTUR COLLUMNA VERTEBRALIS:
-Paling sering vertebra L1 dan L2.
-Fiksasi dengan gips korset 3 bulan
-Komplikasi :
* paraplegia inferior
* retensio urine/alvi menyebabkan urosepsis
* incontinentia urine urine dan alvi >urosepsis
FRAKTUR ANGGOTA GERAK BAWAH
1.FRAKTUR PELVIS
- fiksasi dengan gurita 3 – 4 minggu
Komplikasi : ruptur uretra atau buli-buli
2. FRAKTUR COLLUM FEMORIS :
- traksi lurus dan abduksi selama 6 minggu, atau pasang screw, atau total hip protese
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
• Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
• Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
Tabel 4. Evaluasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya fraktur dari os femur
Klasifikasi Jumlah Persentase
Fraktur collum femur 12 5,83%
Fraktur batang femur 147 71,36%
Fraktur femur terbuka 9 4,36%
Fraktur supracondyler femur 5 2,43%
Fraktur trochanter femur 3 1,46%
Union fraktur femur 30 14,56%
Total 206 100%
3. FRAKTUR SHAFT FEMORIS :
- hemispica 4 – 6 minggu anak bawah 10 tahun
- traksi 8 – 12 minggu, untuk dewasa
- pasang plate & screw, atau pasang pen ( femur nailing )
Komplikasi : malunion, pemendekan.
Fr. Shaft femoris fiksasi dengan traksi
Fr shaft femoris pasang plate&screw
>plate patah
Pasang pen,diperkuat dengan screw
4. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMORIS:
- circuler gips
- traksi 4 – 6 minggu
- open reduction , fiksasi dengan angle blade plate.
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
5. FRAKTUR CRURIS :
- gipspalk atau circulergips 8 – 12 minggu atau
- open reduction pasang plate& screw atau pen ( nail )
Komplikasi :> kaku sendi atau malunion
6. FRAKTUR CAPUT FIBULA:
- fiksasi spalk/circuler gips belowknee 8 – 12 minggu atau
- open reduction dan fiksasi dengan screw
Komplikasi > kerusakan nervusperoneus>drpped fppt.
7. FRAKTUR MALEOLUS :
- fiksasi spalk/cirulergips below knee 4 minggu
- open reduction pasang screw
8. FRAKTUR TARSALIA
- fiksasi gips sepatu 8 – 12 minggu
9. FRAKTUR METACARPAL/PHALANX
- fiksasi ball holding 4 minggu
10.FRAKTUR PATELA :
- gips Kocher 4, minggu atau
- ORIF dengan wire figure of 8 (Tension Band Wiring)
- patela hancur> extirpasi
12. HEMATHROS :perdarahan dalam sendi
- Penyebab : robekan capsul sendi, tersering lutut
- Tindakan :
1. bebat tekan
2. pungsi
3. circuler gips
13. SPRAIN : robekan serat pemegang sendi ( ligament )
paling sering pergelangn kaki
Tindakan :
- bebat tekan atau
- ciculergips
DISLOKASI
Definisi : keluarnya caput sendi dari mangkok sendi
Penyebab : trauma
Gejala :
1. deformitas/ ada pemendekan
2. nyeri
3. fungsiolesa
4. membuat X –ray foto
Tindakan : >reposisi segera, sendi kecil tanpa pembiusan
misalkan sendi bahu. Jari
DISLOKASI BAHU
- Sering dislokasi anterior
- Teknik reposisi :
1. cara Hipolrates>traksi>kaki diaxilla
2. cara Kocher >traksi, >exorotasi,> adduksi>endorotasi
3. cara Stimson >tengkurap traksi bandul 5-71/2kg,25 menit
Komplikasi :
- nerofraksi n.axillaris>m.deltoid lumpuh>tak bisa abduksi
- robeknya cuff sendi
- dislokasi berulang
DISLOKASI SENDI PANGGUL ( COXAE )
Tidakan dilakukan dengan general anestesi atau SAB
1. Pada anak pilih cara Allis> atromatis :
- satu asisten fiksasi pelvis
- satu asisten dorong trochanter
- operator tarik femur posisi panggul lutut 900 – 900
2. Cara Bigelow> tak benar> fraktur inta artikuler
- tarik keventral,> dorong kecaudal posisi flexi>
exorotasi
Sesudah reposisi traksi 5 – 8 minggu
FRAKTUR TERBUKA
Klasifikasi menurut Gustilo Anderson:
•Patah tulang derajad I : luka = 1 cm
•Patah tulang derajad II : luka > 1 cm, jar lunak utuh
•Patah tulang derajad III : kerusakan jaringan luas
III A > tl dapat ditutup
III B >tl tak dapat ditutup
III C >rusak pembuluh darah
Prinsip penanganan :
1. Pilih trauma yang membahayakan jiwa lebih dulu
2. Fraktur terbuka kasus bedah darurat
3. Antibiotika yang tepat
4. Stabilisasi
5. Penutupan luka
6. Rehabilitasi dini
MACAM TINDAKAN
1.Fase pra RS
-pembidaian
-hentikan perdarahan>bebatklem>pbl besar
-bersihkan luka
2. Fase UGD
-life saving dulu
-antibiotika
-analgetika
-Toxoid/ATS/Tetaglobulin
3. Fase OK
-Debridemen & irigasi
-Stabilisasi>pertimb.
I&II fiksasi primer
III> fiksasi luar
-Penutupan luka
I & II > tutup primer
III > yang penting tu
lang ditutup
Rehabilitasi dini > KU pend. Lebih baik,fungsi anggota gerak
kembali secara optimal
MOHON MAAF JIKA CATATAN INI MASIH BANYAK KEKURANGAN
-----SEMOGA BERMANFAAT----
SALAM KESEJAWATAN FK UPN 2004
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
http://www.scribd.com/doc/62080279/CATATAN-BEDAH-FQ
BalasHapusSilakan DONLOT Free Semoga Bermanfaat