Disusun Oleh Coass FK UPN Veteran JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
I.a. Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embriogenik tidak sempurna pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor belakang berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitourinaria dan struktur anorektal. Atresia ani disebabkan karena tidak sempurnanya proses migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 – 10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi ada anus imperforata yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.1
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.1
I.b. Tujuan
Penulis berharap referat ini dapat membantu memberikan sedikit pengetahuan tentang Atresia Ani, mulai dari definisi pengertian sampai penanganan atau penatalaksanaannya. Tulisan ini juga memuat kumpulan data – data kejadian kasus Atresia Ani khususnya di RSMS Purwokerto selama periode Januari 2004 – November 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.a. Definisi
Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum, atau bagian diantara keduanya. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.1,7
II.b. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli, masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.2
II.c. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.2
II.d. Klasifikasi
Menurut Ladd dan Gross (1996) anus imperforata dalam 4 golongan, antara lain :1,2
1. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat.
2. Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.
3. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus).
4. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu.
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :2
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Pembagian anus imperforata berdasarkan letak, antara lain :1,2,3
a) Tinggi (supralevator) yaitu Rektum berakhir di atas m. levator ani (m. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum >1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
b) Intermediate yaitu Rektum terletak pada m. levator ani tapi tidak menembusnya.
c) Rendah yaitu Rektum berakhir di bawah m. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina / perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.
II.e. Tanda dan Gejala
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24 - 48 jam. Gejala dan tanda itu dapat berupa:3,4,
• Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (mengeluarkan tinja yang menyerupai pita).
• Perut membuncit.
• Muntah.
• Tidak bisa buang air besar.
• Lubang anus sangat dekat dengan lubang vagina pada anak perempuan.
• Hilangnya lubang atau lubang salah tempat ke anus.
Gambar 1. Anus Imperforata (tidak tampak lubang anus)9
• Kotoran keluar melalui vagina, dasar penis, skrotum ataupun uretra.
• Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
• Jika anus tidak dijumpai, maka setelah lahir kotoran tidak dapat keluar. Usus menjadi buntu sehinga kotoran bayi yang disebut mekonium tetap berada di usus. Hal ini dapat menyebabkan muntah dan pembengkakan abdomen. Pada beberapa kasus, rektum dapat berakhir pada letak tinggi di pelvis atau letak rendah mendekati posisi anus seharusnya berada.
• Jika dijumpai adanya fistula atau jalur hubungan antara usus dan kandung kemih, kotoran dapat ditemukan bersama dengan urin. Jika fistula menghubungkan usus dengan vagina maka kotoran akan keluar melalui vagina.
II.f. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitourinari dan struktur anorektal. Atresia anal ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforata dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.2,6
II.g. Penegakkan Diagnosis
Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.1,5
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rektum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rektal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rektal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan, antara lain :1
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil / anus imperforata, pada bayi dengan anus imperforata. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.
c. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
II.h. Penatalaksanaan
Pasien dengan kelainan anus imperforata atau atresia ani umumnya dalam keadaan stabil dan tanpa keluhan yang tampak jelas. Namun akan terdiagnosa cepat atau lambat. Walaupun akan menimbulkan obstruksi, tetapi jika langsung diketahui kemudian segera dilakukan tindakan maka perut tidak akan mengalami distensi (kembung) dan jarang terjadi kegawatan. Akan tetapi jika telat dalam mendiagnosis kelainan ini, maka resiko terjadinya perut distensi akan meningkat dan akan menyebabkan kondisi bayi jatuh dalam keadaan sepsis jika dibiarkan lebih lama lagi dan jika tidak ditangani dengan segera.
Apabila terdapat pasien seorang bayi dengan perut distensi atas indikasi Atresia Ani yang sudah lama tidak diketahui, maka hal yang pertama harus dilakukan adalah memperhatikan ABC (Airway, Breathing dan Circulation) pasien tersebut, yaitu dengan :
1. Airway : Mempertahankan jalan nafas pasien agar tetap terbuka yaitu dengan cara memposisikan bayi sedikit ekstensi kemudian memeriksa ada atau tidaknya sumbatan pada mulut dan hidung pasien.
2. Breathing : Memberikan nafas buatan kemudian lakukan ventilasi tekanan positif, pijat jantung disertai berikan rangsangan taktil.
3. Circulation : Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah antara lain dengan mengatasi dan mengganti cairan tubuh yang hilang.
Prinsip penanganan pada kasus ini adalah pada penentuan klasifikasi dari defek yang terjadi. Pemeriksaan dengan menggunakan gelombang ultrasound dapat membantu untuk melihat ada atau tidaknya defek pada sistem organ lain yang berhubungan (sistem traktus urinarius).3,4
Tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan defek anatomi yang tampak. Umumnya, jika yang tampak atresia letak rendah, cukup ditangani dengan operasi perianal tanpa kolostomi. Jika pasien dengan atresia ani letak tinggi lakukan kolostomi terlebih dahulu kemudian lakukan operasi pull – through bila pasien sudah berusia 2 bulan. Jika timbul keraguan dalam mendiagnosa tipe defek anatomi yang terjadi, kolostomi adalah pilihan yang lebih aman ketimbang operasi perianal.4,5
Laki – Laki (kelompok I)
Kelainan Tindakan
- Fistel urin
- Atresia rektum
- Perineum datar
- Fistel tidak ada
- Invertogram: udara > 1cm dari kulit
Kolostomi neonatus, operasi definitif usia 4 -6 bulan
Laki – laki (kelompok II)
Kelainan Tindakan
- Fistel perineum
- Membran anal
- Stenosis anus
- Fistel tidak ada
- Invertogram: udara < 1cm dari kulit Operasi langsung pada neonatus
Perempuan (Kelompok I)
Kelainan Tindakan
- Kloaka
- Fistel vagina
- Fistel anovestibuler atau rektovestibuler
- Atresia rectum
- Fistel tidak ada
- Invertogram: udara > 1cm dari kulit Kolostomi neonatus
Perempuan (Kelompok II)
Kelainan Tindakan
- Fistel perineum
- Stenosis anus
- Fistel tidak ada
- Invertogram: udara < 1cm dari kulit Operasi langsung pada neonatus
Tabel 1. Penatalaksanaan Atresia Ani berdasarkan klasifikasi (Wingspread)3
Gambar 2. Bagan penatalaksanaan kasus atresia ani pada bayi laki-laki9
Gambar 3. Bagan penatalaksanaan kasus atresia ani pada bayi perempuan9
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu lubang buatan antara kolon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Lubang buatan ini bisa bersifat sementara atau selamanya. Jenis – jenis kolostomi, antara lain :8
1. Kolostomi transversum
2. Kolostomi sigmoid
3. Kolostomi kolon asenden
4. Kolostomi kolon desenden
Untuk kolostomi kolon asenden dan desenden sangat jarang digunakan karena letak anatomis dari kolon asenden dan desenden tersebut retroperitoneal.5
Tipe operasi pull – through yang paling banyak digunakan saat ini adalah Posterior Sagittal Anorecto Plasty (PSARP). Posterior Sagittal Anorecto Plasty adalah tindakan insisi untuk membuat lubang anus buatan. Dalam proses perencanaan sampai tindakan operasi PSARP ini dilakukan, terlebih dahulu lakukan kolostomi dengan harapan buang air besar lewat lubang kolostomi tersebut. Penutupan lubang kolostomi dilakukan apabila proses penyembuhan luka tindakan PSARP sudah selesai.9
Gambar 4. Posterior Sagittal Anorecto Plasty (PSARP)9
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Materi dan Bahan
Populasi penelitian adalah pasien dengan Atresia Ani di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari bulan Januari 2004 sampai dengan November 2009 dengan besar sampel 167 pasien.
2. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskripsi retrospektif.
3. Metode Penelitian
Obyek penelitian ini adalah pasien dengan Atresia Ani di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari bulan Januari 2004 sampai dengan November 2009. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskripsi retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari bagian Rekam Medik Pasien, Ruang Rawat Seruni dan Instalasi Bedah Sentral RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Jumlah Kasus 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Laki - Laki 10 12 25 10 22 18
Perempuan 12 7 15 11 13 12
Total 22 19 40 21 35 30
Tabel 2. Jumlah kasus atresia ani dari Januari 2004 – November 2009
Gambar 5. Diagram perbandingan jumlah kasus antara laki-laki dan perempuan
Tindakan 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kolostomi - 3 35 15 1 2
PSARP - 1 - - 1 6
Tutup Kolostomi - 3 - - - -
Kolostomi & PSARP - 2 2 1 4 5
PSARP & Tutup Kolostomi - - - - - -
Kolostomi & Tutup Kolostomi - 1 1 1 1 2
Kolostomi & PSARP & Tutup Kolostomi - 2 1 - 7 2
Total - 12 35 17 14 17
Tabel 3. Jumlah Tindakan dari januari 2004 – November 2009
Catatan : Tanda (-) berarti data tidak ada atau tidak lengkap.
Gambar 6. Diagram jenis tindakan pada kasus atresia ani
Pembahasan :
1. Jumlah pasien dengan kasus Atresia Ani pada bayi laki – laki lebih banyak ditemukan daripada bayi perempuan. Walaupun pada tahun – tahun tertentu jumlah kasus pada bayi perempuan lebih tinggi daripada bayi laki – laki. Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang menjelaskan bahwa jumlah kasus pada bayi laki – laki lebih banyak daripada pada bayi perempuan.
2. Dalam literatur dijelaskan bahwa Atresia Ani seringkali disertai kelainan kongenital yang lain. Namun dalam tabel diatas tidak djelaskan hal tersebut karena ketiadaan data.
3. Tabel dan diagram tentang tindakan diatas menjelaskan bahwa penatalaksanaan kasus ini sesuai standar penatalaksanaan pada kasus Atresia Ani yaitu dengan melakukan kolostomi, PSARP dan tutup kolostomi. Walaupun tidak semua kasus dapat tindakan yang sempurna.
4. Yang mempengaruhi flukstuasi atau perubahan diagram antara lain karena pengetahuan yang terbatas dari pihak keluarga pasien akan masalah ini, pengetahuan tenaga medisakan masalah ini dan problem teknis yang terjadi dalam pengumpulan data.
BAB V
PENUTUP
IV.a. Kesimpulan
Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum, atau bagian diantara keduanya. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitourinari dan struktur anorektal. Atresia anal ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7- 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforata dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Prinsip penanganan pada kasus ini adalah pada penentuan klasifikasi dari defek yang terjadi. Pemeriksaan dengan menggunakan gelombang ultrasound dapat membantu untuk melihat ada atau tidaknya defek pada sistem organ lain yang berhubungan (sistem traktus urinarius).
Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu lubang buatan antara kolon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Lubang buatan ini bisa bersifat sementara atau selamanya. Tipe operasi pull – through yang paling banyak digunakan saat ini adalah Posterior Sagittal Anorekto Plasty (PSARP). Posterior Sagittal Anorekto Plasty adalah tindakan insisi untuk membuat lubang anus buatan.
Dalam proses pengumpulan data sampai penyahian, dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah pasien dengan kasus Atresia Ani pada bayi laki – laki lebih banyak ditemukan daripada bayi perempuan. Walaupun pada tahun – tahun tertentu jumlah kasus pada bayi perempuan lebih tinggi daripada bayi laki – laki. Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang menjelaskan bahwa jumlah kasus pada bayi laki – laki lebih banyak daripada pada bayi perempuan.
2. Dalam literatur dijelaskan bahwa Atresia Ani seringkali disertai kelainan kongenital yang lain. Namun dalam tabel diatas tidak djelaskan hal tersebut karena ketiadaan data.
3. Tabel dan diagram tentang tindakan diatas menjelaskan bahwa penatalaksanaan kasus ini sesuai standar penatalaksanaan pada kasus Atresia Ani yaitu dengan melakukan kolostomi, PSARP dan tutup kolostomi. Walaupun tidak semua kasus dapat tindakan yang sempurna.
4. Yang mempengaruhi flukstuasi atau perubahan diagram antara lain karena pengetahuan yang terbatas dari pihak keluarga pasien akan masalah ini, pengetahuan tenaga medisakan masalah ini dan problem teknis yang terjadi dalam pengumpulan data.
IV.b. Saran
Anus imperforata atau atresia ani adalah suatu penyakit kongenital atau bawaan yang belum diketahui pasti sebabnya. Pada kasus ini memiliki tingkat kegawatan yang cukup rendah sehingga banyak kasus – kasus yang terlalaikan sehingga telat dalam penanganannya. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga medis yang cekatan, terampil dan disertai pengetahuan yang baik sehingga segala masalah yang ada dapat cepat diketahui dan segera ditangani.
IV.c. lampiran
Terlampir
DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayat. Atresia Ani [serial online] 2009 april [cited 2009 Nov 3]. Available from: URL:http://www.google.com/ \to day must better yesterdaybagussmustika atresia ani.mht.
2. Alimul AA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak [serial online] [cited 2009 Nov 2]. Available from: URL:http://www/google.com/Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk_-Google Buku.mht.
3. De Jong W, Sjamsuhidajat R, (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah, 2005 edisi 2, 667-670, (Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta).
4. Ningrum. Atresia Ani [serial online] 2009 August [cited 2009 Nov 2]. Available from: URL:http://www.google.com/atresia ani/catatan kecil.mht.
5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, et al. Anorectal Malformations in Schwart’z Principles of Surgery. 8th ed. United States of America; 2005.p.1497-1499.
6. Behrman, Richard E. MD., Wahab, Samik. Prof. Dr. SpA. Malformasi anorektum dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000, edisi 15, vol 2, 1322-1325, (EGC, Jakarta).
7. Anderson D., Kamus Kedokteran Dorlan, Atresia Ani, 2002, 206, edisi 29, (Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta).
8. Anderson D., Kamus Kedokteran Dorlan, Colostomy, 2002, 467, edisi 29, (Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta).
9. Arbor A. Imperforate Anus [serial online] 2007 April [cited 2009 Nov 3]. Available from: URL:http://www.google.com/University of Michigan Pediatric Surgery, Ann Arbor.mht
SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar