Pengikut
Jumat, 25 November 2011
AMPUTASI DAN PROSTETIK
Amputasi biasanya dilakukan guna mengambil / mengangkat penyakit, bagian yang tidak berfungsi / mati atau rusak, walaupun ilmu kedokteran telah maju baik pada bidang antibiotik, bedah perifer dan mikrovaskuler serta pengobatan neoplasma dapat menyelamatkan anggota badan, tapi jika hal tersebut diperpanjang maka akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Untuk penentuan dilakukan amputasi atau tidak, seorang ahli bedah harus memahami bagaimana proses operasi dan rehabilitasinya, apakah prognosisnya cukup realistis sehingga dapat berfungsi maksimal.
Keputusan untuk mengamputasi melewati suatu proses emosional yang sering bersama dengan suatu kegagalan perilaku atau gangguan perilaku yang ada hubungan dengan nilai pendekatan yang dianut adalah pendekatan yang positif dan rekonstruktif yang tidak berlebihan. Guna mencapai fungsi yang maksimal, amputasi kedepan memerlukan pemahaman yang jelas tentang operasi amputasi itu sendiri, dalam penggunaan prostetik post operatif, rehabilitasi amputasi dan jenis prostetiknya, untuk itu dibutuhkan suatu team yang dapat melakukan pendekatan, termasuk menerima masukan dari perawat, ahli prostetik, kelompok pendorong para amputama, yang dapat memberi dorongan dan pengertian sehingga para amputama dapat hidup layak.
Pertimbangan Pada Anak
Amputasi pada anak biasanya dilakukan akibat tumor dan gangguan kongenitas anggota badan. Umumnya menggunakan klasifikasi Franz dan O’Rakilly yang direvisi oleh Bentch. Yaitu : Amelia adalah suatu teknik menghilangkan seluruh angggota badan bawah. Hemimelia menghilangkan sebagian besar anggota bagian bawah sedangkan phocomelia menghilangkan angggota bagian akhir / bagian dekat dengan anggota badan bawah. Preaksial menunjukkan sisi radial atau tibial pada anggota badan. Post aksial menunjukkan sisi ulna atau fibular. Amputasi jarang dilakukan pada gangguan kongenital anggota badan atas.Bahkan anggota rudimeter biasanya masih berguna / dapat difungsikan. Pada anggota bawah pembedahan dilakukan pada defisiensi lokal femur proksimal dan tidak terdapat secara kongenital pada fibula atau tibia mengakibatkan sisa anggota yang berfungsi dan mempengaruhi pemasangan prostetik. Pada pertumbuhan anak, terdapat 2 pertimbangan utama dalam perubahan yang preporsional pada sisa anggota badan dan pertumbuhan yang berlesikan di bagian terminal. Amputasi diaphisis mengangkat pusat pertumbuhan epiphisis dan tulang menjadi tidak tumbuh. Apakah hal ini merupakan suatu tanda awal pada amputasi di atas lutut yang panjang pada anak kecil dapat menyebabkan anggota badan tersebut menjadi pendek dan sulit dipasang prostetik. Semua usaha harus dilakukan untuk menjaga epipisis distal dengan diartikulasi atau jika hal ini tidak mungkin, usahakan sisakan sepanjang mungkin.
Pertumbuhan bagian terminal yang berlebihan terjadi serat bagian lain dari tulang anak yang dilakukan amputasi diaphisis tumbuh disekitar jaringan lunak : jika tidak diobati dapat menembus kulit. Pertumbuhan bagian terminal yang berlebihan biasanya terjadi di tulang humerus, tibia, fibula dan femur. Dilaporkan sekitar 8%-12% pada amputasi yang dilakukan pada anak-anak. Sejumlah prosedur pembedahan telah diterangkan untuk mengatasi masalah ini. Tapi metode terbaik adalah seperti yang diterangkan oleh Manguardi yaitu dengan eksisi adekuat atau ostogenus osteokondral. Walaupun tehnik autologos telah diterangkan / dilakukan tapi komplikasinya masih tetap muncul.
Pemasangan prostetik ketika anak sedang tumbuh merupakan suatu tantangan. Menurut ahli amputasi, anak mampu mengatasi masalah ini, dengan dukungan keluarga, maka pembiayaan perawatan menjadi cukup efisien. Pemasangan prostetik harus diawali dengan latihan ketrampilan motorik seperti pada orang normal. Pada anggota badan atas, diawali dengan keseimbangan ketika sedang duduk, biasanya pada usia 4-6 bulan. Awalnya dibantu alat dengan sisi yang melingkar kawat kontrol aktif untuk membuka ditambahkan ketika anak tertarik terhadap obyek alat tersebut. Biasanya pada tahun ke-2 dan ke-3 alat mioelektrik biasanya tidak digunakan hingga anak dapat menggunakan sendiri alat tersebut dengan tenaganya. Dikarenakan adanya kebutuhan fisik untuk memindahkan prostetiktersebut, pada anak-anak dapat berlebihan dalam penggunaan alat mioelektrik baik biaya, perawatan dan perbaikannya harus dipertimbangkan.
Pemasangan prostetik pada ekstremitas bawah yang diamputasi biasanya dari gerak yang pelan, menarik hingga berdiri pada usia 8-12 bulan. Pada amputasi diatas lutut, kontrol lutut tak usahkan diharapkan segera. Unit pengunci lutut harus digunakan hingga anak dapat berjalan dan menunjukkan untuk lebih efisiensi dalam penggunaan prostetik. Pada langkah awal belum dapat berjalan secara jalan normal, dimana pola jalan tumit tak dapat diharapkan. Latihan berjalan formal jarang di tuntut hingga anak berusia 5 atau 6 tahun. Usaha agar tenaga berjalan segera muncul dengan sendirinya anak akan menyesuaikan pola berjalan yang efisien sesuai dengan perkembangan motoriknya.
Penilaian Preoperatif dan Pengambilan Keputusan
Keputusan untuk mengamputasi anggota badan, merupakan suatu keputusan yang amat sulit. Lain halnya pengambilan keputusan dalam keuntungan pada pengobatan injeksi, penyakit vaskular perifer dan replantasi yang berfungsi untuk mempertahanan anggota badandan mencegah kematian.
Penyakit Vaskuler dan Diabetes
Iskemia pada penyakit vaskuler perifer menjadi makin sering sebagai alasan amputasi dalam masyarakat. Kurang lebih ½ dari pasien-pasien ini juga menderita diabetes. Penilaian pre op pada pasien ini terdiri atas; pemeriksaan fisik dan penilaian perfusi, nutrisi dan imunokompetensi skrening pre op dapat membantu prediksi penyembuhan yang sukses, tapi tak ada uji tunggal yang 100% akurat, dan semua test / uji memiliki angka flase negatif. USG dopler merupakan alat yang mudah tersedia untuk mengukur aliran darah di ekstremitas tapi kalsifikasi dinding arteri meningkatkan tekanan akibat pembuluh darah yang terkena. Tekanan yang rendah menunjukkan perfusi yang jelek. Walaupun nilai normal dan tinggi dapat terjadi akibat kalsifikasi dinding pembuluh darah dan menunjukkan perfusi yang normal pada luka yang sembuh. Tekanan darah di tumit nampaknya lebih menunjukkan prediksi kesembuhan dibanding di engkel. Kadang PO2 dan CO2 transkutaneus non invasif lebih mudah dikerjakan dibanyak laboratorium vaskuler. Kedua zat itu menunjukkan secara statistik akurat dalam memprediksi penyembuhan luka amputasi, tapi false negatif masih nampak pengaruh. Xenon 133 merupakan pembersih kulit yang digunakan secara sukses untuk memprediksi penyembuhan amputasi, tapi preparat salep / solutio Xenon 133 tergantung teknik penilaian, butuh waktu lama dan biaya mahal . Setelah dihubungkan dengan percobaan-percobaan prospektif, seorang penulis yang antusias tidak yakin bahwa Xenon 133 memiliki nilai prediksi, dan percaya bahwa TcPO2 dan TcPCO2 lebih prediktif.
Nutrisi dan imunokompetensi menunjukkan hubungan langsung dengan penyembuhan luka amputasi. Sehingga banyak test laboratorium bersedia untuk menilai nutrisi dan imunocompetensi , walaupun mahal. Albumin serum dan jumlah limfosit total merupakan parameter yang murah. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kesembuhan amputasi pada penderita dengan gangguan sirkulasi tapi albuminnya > 3,0/3,5 g/dl dan jumlah total limfosit > 1.500 cell/mm3. Secrening gizi preoperatif direkomendasikan untuk diperbaiki sebelum operasi. Jika perbaikan gizi tak memungkinkan, amputasi pada tingkat yang lebih tinggi dipertimbangkan.
Tingkat aktivitas pasien potensi rawat jalan, ketrampilan kognin dan semua kondisi medis lainnya harus dinilai untuk menentukan apakah amputasi pada tingkat yang lebih rendah dimungkinkan pada pasien rawat jalan, tujuannya adalah untuk mencapai kesembuhan pada tingkat amputasi yang lebih rendah dapat menguntungkan pada pemasangan prostetik dan rehabilitasi dapat berjalan sukses. Penelitian terbaru pada pasien dengan gangguan sirkulasi dan diabetes 70-80% sembuh dengan amputasi di bawah lutut atau lebih rendah lagi. Hal ini berbeda sekali dengan 25 tahun yang lalu ketika 80% amputasi sukses dilakukan di bawah lutut. Pada penderita non rawat jalan tujuannya untuk mencapai kesembuhan luka, meminimalisasi komplikasi dan memperbaiki keseimbangan dalam duduk, perpindahan dan perawatan. Sebagai contoh posisi tidur pasien dengan kontraktif fleksi lutut lebih baik dilakukan disartikulasi lutut. Penilaian pre op. pada pasien yang potensial untuk dipasang prostetik dapat membantu pemilihan tingkat amputasi secara bijak dan rehabilitasi post operasinya.
TRAUMA
Indikasi mutlak muncul dilakukan amputasi yaitu pada trauma yang mengakibatkan iskemi pada ekstremitas tanpa bisa memperbaiki kerusakan vaskulernya, kemudian dipertahankan tapi akhirnya diamputasi dengan prosedur pembedahan yang rumit, membuang waktu, uang dan emosional. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan nilai / kesimpulan bahwa amputasi awal akan mencegah gangguan emosional, kekeluargaan, financial dan keraguan.
Panduan perawatan / penanganan pada awal setelah amputasi berbeda antara ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada ekstremitas atas dengan gangguan fungsi yang berat biasanya kurang terpelihara dibanding pemakaian prostetik sebagai alat bantu tangan, pada waktu awal. Walaupun disfungsi ekstremitas bawah tidak mampu menahan beban berat badan, timbul nyeri, deformitas atau akibat kehilangan tensor sering berkurang di banding dengan kaki prostetik, khususnya jika amputasi di bawah lutut, syme’s atau sebagian kaki.
Akhir-akhir ini grade pada ekstremitas bawah sudah ada, dengan sistem skoring. Prediktor tidak dapat secara mutlak menilai fungsi atau outcome, tapi harus melayani dengan membantu ahli bedah untuk menerangkan titik berat luka dan risikonya jika dipertahankan.
TUMOR
Pasien yang menderita neoplasma muskuloskeletal keputusan awalnya adalah untuk mempertahankan ekstremitas dan diberi khemoterapi adjuvan dan radioterapi. Energi yang dikeluarkan setelah operasi dapat ditentukan perbandingaan kecepatan berjalan, konsumsi oksigen setiap berjalan 1 m, presentase kapasitas aerobik maksimal yang digunakan selama berjalan menunjukkan bahwa pasien dengan reseksi blok dan lutut pengeluaran energinya lebih rendah selama berjalan dibanding amputasi di bawah lutut, reseksi anthrodesis atau pemisahan, tumor-tumor maligna yang berada pada lutut, menunjukkan tidak ada perbedaan dengan perbedaan kecepatan berjalan atau konsumsi oksigennya. Analisis outcome fungsional mengungkapkan bahwa pasien dengan amputasi tidak khawatir terhadap kerusakan yang terjadi pada ekstremitasnya tapi penderita ini kesulitan untuk melangkah pada tempat yang rata atau licin. Pasien dengan anthrodesis lebih memiliki ekstremitas yang stabil dan nampaknya tergantung kerja fisik dan aktivitasnya dan sulit untuk duduk. Pasien-pasien dengan anthroplasti hidupnya menetap dan lututnya perlu dilindungi tapi mereka lebih mengerti perawatan anggota badannya.
Pada pasien-pasien tumor, tingkat amputasinya harus diputuskan dengan hati-hati guna mencapai operasi yang tepat. Jika operasi incisi mengenai lesi, dan jika operasi incisi mengiris daerah peradangan tapi bukan lesi disebut marginal. Jika operasi mengincisi beberapa bagian, tapi tepinya merupakan daerah peradangan, maka tepinya luas. Dan jika incisi operasi di luar daerah yang terpengaruh lesi disebut radikal, hal ini memungkinkan outcomenya jelek atau menjadi rencana amputasi yang jelek.
TEKNIK OPERASI DAN DEFINISI
Teknik operasi amputasi berbeda dibanding prosedur operasi lainnya khususnya penanganan jaringan lunak dapat teratasi dalam hal penyembuhan luka dan outcome fungsional. Akibat trauma jaringan sirkulasinya sering terganggu dan resiko kegagalan cukup tingggi terhadap penyembuhan tanpa memperhatian teknik penanganan jaringan. Flap harus dijaga tetap tebal, dicegah agar terpisah dengan kulit, sub cutan, fasial dan otot. Pada orang dewasa, periosteum harus dibuang di bagian distal dari tingkat reseksinya. Pada anak-anak pengambilan periosteum sejauh 0,5 cm dari distal dapat membantu mencegah pertumbuhan terminal berlebihan dan seluruh tepi tulang dalam keadaan lunak.
Bagian otot yang berfungsi sebagai contraktif yang menempel pada tulang dihilangkan ketika operasi. Insersi otot bagian distal dapat diperbaiki dengan memanfaatkan fungsi anggota badan yang tersisa untuk mencegah atrofi dengan melakukan keseimbangan dengan merubah tenaga/gaya yang dihasilkan anggota badan yang amputasi. Myodesis, hubungan langsung otot dan tendon atau otot dan tulang, sangat efektif untuk amputasi di atas lutut atau di atas siku dan pada diartikulasi lutut dan siku. Myoplasti memperbaiki hubungan otot dan periosteum atau otot dengan otot. Stabilisasi massa otot mencegah pembentukan otot yang bergerak tertarik yang dapat menimbulkan nyeri.
Semua pengembalian nervus mengakibatkan pembentukan neuroma. Pembedahan mengusahakan untuk mengurangi timbulnya neuroma termasuk pada transeksi yang bersih, ligasi, pemotongan, kauterisasi, dan penutupan perineural dan anastomosis. Tindakan yang terbukti lebih efektif selain dengan retraksi yang hati-hati dan reseksi nervus yang bersih dengan melakukan pemotongan di ujung untuk menarik ke jaringan lunak, guna menghindarkan jaringan parut dan titik penekanan prostetik. Terikatnya nervus ditandai adanya perdarahan dari pembuluh darah yang terdapat nervus cukup besar.
Graft kulit split-thickness umumnya dilakukan dengan harapan sendi lutut atau siku tulang-tulangnya stabil dan dapat ditutupi otot dengan baik. Graft kulit yang dilakukan dengan baik yang di dukung jaringan lunak yang adekuat dan paling tidak tahan lama. Prostetik harus terbuat dari silikon, dapat membantu mengurangi pengguntingan permukaan dan memperbaiki daya tahan graft kulit.
Perawatan Post Op
Amputasi ditawarkan kesempatan untuk memanipulasi lingkungan fisik dari pada luka selama penyembuhan. Balutan yang halus, pengawasan terhadap ruangan di sekitar, balutan yang lembut, dan traksi kulit merupakan metode yang dapat diterangkan. Penggunaan balutan yang halus akan mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya. Penggunaan (IPOP) prosthesis segera setelah operasi membuktikan jumlah waktu untuk maturasi ekstremitas menurun dan waktu pemasangan prostetik sebagian besar ahli bedah akan memulai penumpuan berat badan sebagian/parsial setelah terjadi perubahan pertama pada hari ke-5-10. Jika luka nampak steril. Penumpuan berat badan segera setelah Op dapat diawali dilakukan pada pasien tertentu. Balutan kaku dan IPOP harus digunakan secara hati-hati, tapi aplikasi mudah dipelajari oleh para ahli bedah ortopedi. IPOP juga mungkin dipakai pada amputasi ekstremitas atas, dan latihan prostetik awal dengan alat ini diyakini meningkatkan lama penggunaan prostetik.
Komplikasi
Sensasi nyeri phantom, dirasakan pada seluruh bagian yang diamputasi. Hal ini terjadi pada awal setelah amputasi tapi tidak selalu sama. Sensasi Pantom biasanya timbul pada bagian yang diamputasi misalnya pada kaki atau tangan yang diamputasi pada saat digerakan. Sebanyak 1% dan 10% penderita yang diamputasi mengalami nyeri phantom dikarenakan Intervensi pembedahan tidak berhasil. Pengobatan non invasif, seperti pijat, kompresi terus menerus, penggunaan prostetik atau stimulasi listrik trankutaneus kadang dapat membantu. Sering gejala-gejalanya sama berupa distrophi simpatik reflex. Distrophi simpatik reflex dapat terjadi pada ekstremitas yang diamputasi dan harus di obati dengan sungguh-sungguh. Walaupun jarang, nyeri tidak berkaitan dengan amputasi. Diagnosis banding antara lain nyeri nervusradikuler, antritis sendi di proksimal, dan nyeri iskemik. Nyeri phantom dapat dicegah atau diturunkan dengan anestesi epidural ketika operasi atau anestesi intraneural setelah op dengan cara langsung memotong nervus.
Udem.
Udem post op. umum terjadi pada amputasi. Balutan yang kaku dapat membantu mengurangi masalah ini. Apabila digunakan balutan lunak harus dikombinasikan dengan bungkus pada ujung distalnya, guna mengontrol edem, khususnya jika direncanakan akan memakai prostetik. Komplikasi utama pada bungkus ini jika digunakan bungkus yang terlalu tebal yang dapat menimbulkan kongesti, edem dan ujung amputasi bentuknya tidak bagus. Kesalahan umum lainnya adalah pada bungkus amputasi atas lutut dengan pinggang amputasi yang lunak termasuk juga pangkal paha dengan ujung amputasi bungkusnya tidak baik, ekstremitas sempit tapi dengan abduktor yang besar. Bentuk ideal dari ujung amputasi adalah siku aksis bukan konus.
Pemasangan prostetik yang jelek akan menimbulkan masalah pada ujung amputasi, sindrom udem ujung amputasi umumnya disebabkan kontriksi distal. Tanda udem, yaitu ; nyeri, darah di kulit, peningkatan pigmentasi keadaan ini biasanya merupakan respon awal pemasangan prostetik, revasi, dan kompensi. Veruka hiperplasi seperti pertumbuhan kulit yang berlebihan; disebabkan kekurangan kontak distal dan akibat kegagalan pengangkatan keratin normal. Massa tebal merupakan keratin dengan fisura dan tumbuh “oozzing” di ujung distal amputasi, dan sering terinfeksi. Infeksi harus dihilangkan, kemudian ekstremitas di sabun dan keratin yang lembut dihilangkan dengan pasta asam salisilat. Kadang hidrokortison topikal dapat membantu pada kasus yang ektrim. Prostetik yang dimodifikasi untuk memperbaiki kontak distal harus dibuat sehingga kekambuhan tidak terjadi. Sebab ujung distal yang lunak membuat modifikasi prostetik tidak nyaman, prostetik agresif dengan pendekatan terapi fisik.
Kontraktur sendi :
kontraktur sendi biasanya terjadi di waktu antara operasi dan pemasangan prostetik. Kontraktur pre op jarang diperbaiki pada post op amputasi atas lutut, dengan deformasi gaya fleksi dan abduksi. Stabilisasi abduktor dan hematuring dapat melawan gaya deforming. Ketika post op pasien harus dicegah kaki diletakkan di atas bantal dan dilakukan gerakan aktif dan gerak pasif sejak awal termasuk posisi telungkup guna menarik pinggul, pada amputasi bawah lutut kontraktur fleksi lutut lebih dari 15 dapat menyebabkan kesulitan dalam pemasangan prostetik bahkan gagal penggunaan balutan panjang yang kaku pada pemasangan prostetik awal post op. Latihan penarikan otot Quadricep dan hamstring dapat mencegah kontraktur tersebut. Pencegahan adalah terbaik, karena bagian di bawah lutut sangat pendek mengakibatkan kontraktur di lutut sulit diperbaiki. Kontraktur siku terjadi pada amputasi bawah siku, khususnya jika sisa amputasi di bawah siku sangat pendek. Usaha pencegahan dapat dilakukan secara langsung, tapi jika kontraktur sudah terjadi dengan pemasangan engsel dapat merubah ROM yang terbatas menjadi lebih besar dengan gerakan prostetik.
Penyembuhan luka yang gagal
Kegagalan penyembuhan luka tidak umum, khususnya pada diabetes dan iskemia. Sebagian besar ahli bedah melakukan perawatan terbuka pada luka yang luasnya kurang dari 1cm dan operasi revisi untuk memperbaiki luka. Terdapat laporan bahwa dengan balutan keras dan IPOP dapat digunakan pada daerah luka.
Masalah Dermatologi :
Piginitas umum yang baik, termasuk menjaga kaki dan prostetik tetap bersih, dengan menggunakan sabun dan dijaga tetap kering. Reaksi hiperemia pada awal dan nyeri setelah amputasi, hal ini biasanya berkaitan dengan perbaikan yang spontan. Kista epidermoid umumnya terjadi pada tepi soket prostetik, khususnya bagian belakang. Kista epidermal sangat sulit untuk diobati dan umumnya terjadi, bahkan setelah dieksisi. Pendekatan awal terbaik adalah dengan memodifikasi soket dan mengurangi penekanan yang berlebihan pada kista.
Dermatitis kontak dapat menjadi berat jika disertai infeksi. Dermatitis kontak iritasi primer disebabkan oleh zat asam basa atau benda tajam. Deterjen, dan sabun umumnya sebagai penyebab. Biasanya zat iritan tidak dibersihkan pada prostetik. Pasien dengan masalah ini harus menggunakan sabun yang ringan dan dicuci dengan baik. Dermatitis kontak alergika umumnya disebabkan oleh nikel dan krom dalam logam, anti oksidan dalam karet, karbon pada neoprene, garam Chromium yang digunakan untuk mengobati kulit, epoksi anplomer dan resin poliester yang merupakan pelapis soket. Setelah menghilangkan infeksi, zat iritan harus dijauhkan, ekstremitas direndam, gunakan cream steroid, dikompresi dengan balutan khusus atau “skrinkers”.
Infeksi kulit superficial umum terjadi pada amputasi. Follikulitis terjadi pada tempat berambut, kadang muncul segera setelah anggota yang diamputasi memakai prostesis. Palpitasi disekitar kelenjar ekrin. Follikulitis terjadi pada pasien yang dicukur. Hidradenitis terjadi pada kelenjar apokrin di daerah aksila, cenderung kronik dan respon terhadap pengobatan jelek. Soket yang dimodifikasi untuk mengurangi tekanan dapat membantu. Kandidiasis dan penyebab dermatophit lainnya mengakibatkan kulit bersisik dan kulit gatal, sering disertai vesikel dengan batas tegas dan tengah terang. Infeksi jamur yang didiagnosa melalui preparat potasium hidroksid (KOH) dan diobatai dengan agen anti jamur topikal.
Prostetik :
Keuntungan utama prostetik pada anggota badan bawah termasuk penggunaan bahan baru yang dicampur dengan respon elastik dengan desain “menyimpan energi” dan juga dengan desain komputer dan dibantu perusahaan teknologi komputer (CAD-CAM). Pada pembuatan soket makin menyukseskan penggunaan prostetik mioelektrik untuk ekstremitas atas. Ahli bedah yang meresepkan prostetik Ekstremitas harus memahami secara mendasar gambaran umum sehingga komponen yang digunakan penderita maksimal sesuai dengan keperluannya. Resep prostetik yang baik tipe soketnya spesifik, apakah tipe dengan suspensi, dengan konstruksi untuk berjalan, dengan sendi khusus atau alat terminal. Soket dapat sebagai socket yang keras dengan permukaan yang minimal atau dapat berupa garis. Pada amputasi di atas lutut, dengan luas soket berbagai tipe tersedia dari desain quadrilateral tradisional hingga desain lebih baru mediolateral yang sempit. Prostesis tergantung pada badan dengan pengikat, sabuk, kontur soket, penyedot, penggesek, dan kontrol otot fisiologis. Kontruksi “Shank” dapat berupa kerangka sistem eksoskeletal dapat lebih bertahan lama tapi teknologi materialnya lebih baik, jadi daya tahan dan penampakannya sebagai sistem eksoskeletal. Berbagai tipe sendi siku, jari, lutut, engkel tersedia sebaik alat terminal multiguna, termasuk tangan, kepalan, kaki yang sudah disesuaikan untuk olah raga dan kerja. Tanpa sensasi tujuan gerak sering diganti propioseptip ekstremitas atas, yang akan menghambat tujuan gerak dan membuat penggunaan ekstremitas atas menjadi sulit. Maka dari itu dokter harus membuat resep sesuai dengan keadaan individu.
Akhir-akhir ini prosthesis dibuat dari bahan thermoplastik atau soketnya dilapisi lebih, dari cetakan-cetakan ini tidak mencontoh sisa anggota, tapi berupa modifikasi agar soket tidak menyesuaikan dengan tekanan. Uji soket dari plastik umumnya dibuat guna melihat kulit di daerah yang bermasalah. Teknologi AFMA (Automated Fabrilasi of Mobility Aids) desainnya menggunakan bantuan komputer dan pabrik memiliki ahli prostesis dengan digitalisasi sisa ekstremitas ditambah modifikasi standar biasanya digunakan untuk cetakan dan ditawarkan tambahan menipulasi yang baik bentuk dengan skreen komputer. Komputer dapat secara langsung membuat cetakan atau membuat soket. Teknologi AFMA dapat menurunkan waktu prothesis dalam membuat cetakan dan menawarkan waktu untuk dievaluasi tentang kelurusan prostesis dan latihan berjalannya.
Komponen mioelektrik umumnya tidak di resepkan hingga pasien dapat menggunakan alat tenaga badan utama, alat mioelektrik telah digunakan secara sukses pada amputasi di bawah siku tengah walaupun amputasi bawah siku panjang rotasinya lebih baik jika ruangannya sempit dapat diisi elektronik mirip ekstremitas kebutuhan lebih besar pada amputasi ekstremitas atas pada tingkat yang lebih proksimal, tapi berat dan kecepatan komponen mioelektronik telah dihindari. Alat myorid yang digunakan dengan tenaga badan dan komponen mioelektrik dapat menjadi efektif. Otot yang stabil dengan miodesis atau teknik mioplasti nampaknya sebagai tanda penggunaan mioelektrik akan lebih baik.
Tingkat Amputasi Dan Princip Prostetik
EKSTREMITAS ATAS
Amputasi Tangan. Walaupun teknik replantasi pembedahan mikro menurunkan insidensi amputasi. Masih banyak pasien yang mengalami kegagalan pada replantasi. Rekonstruksi dilakukan menyeluruh pada pemasangan ibu jari dengan tranposisi sinar, atau transfer tumit ke tangan. Sebagian protesis tangan berfungsi untuk menyiapkan stabilnya ekstremitas setelah amputasi dengan melawan sisa jari atau palmar. Fungsinya terbatas, tangan sangat berguna dan bagian tubuh yang penting untuk mencitrakan tubuh. Banyak pasien dengan amputasi sebagian dapat lebih menguntungkan jika dibuat prothesis tangan kosmetik.
Disarticulasi Jari.
Disartikulasi jari punya 2 keuntungan dibanding amputasi yang lebih pendek dan amputasi bawah siku. Penopang sendi radio-ulna distal tetap dipertahankan agar dapat berotasi. Dan penopang radial distal untuk melebar secara dramatik memperbaiki suspensi prostetik dan tak ada keuntungan untuk menopang tulang karval, tenodesis gerak lengan atas guna menstabilisasi otot. Perbaikan fisiologi dan penampilan mioelektrik substitusi prosthetik pada disartikulasi jari, yang kecil lebih rumit dibanding amputasi bawah siku. Unit jari konvensional umumnya tidak digunakan karena akan bertambah panjang dan kadang alat terminal harus dimodifikasi karena panjangnya. Disartikulasi jari juga lebih sulit untuk dipasang prostesis mioelektrik sebab ruangannya kurang untuk mendapatkan sumber energi (power suplai). Meskipun demikian pada pasien tetap menggunakan prostesis. Beberapa pasien yang tidak puas dengan fungsi tangannya dapat memperbaikinya dengan melakukan disartikulasi jari dan menggunakan prostesis standar. Keputusannya bersifat individual dan didasarkan pada faktor-faktor pendukung seperti : tingkat keparahan jaringan lunak yang hilang, nyeri, penampakkan, fungsi yang didapat dan citra badan pasien.
Amputasi bawah siku.
Pasien amputasi bawah siku sangat fungsional dan rehabilitasi dengan prostesis telah berhasil diperkirakan mencapai 70-80%. Rotasi lengan kedepan dan kekuatannya proposional dan panjangnya tetap mioplastika. Penutupan harus dilakukan untuk mencegah nyeri bursa, untuk memfasilitasi suspensi otot secara fisiologis dan untuk memfasilitasi protesis mioelektrik yang digunakan. Amputasi bawah siku yang pendek memerlukan tambahan suspensi, soket munster, atau sisi engsel pinggir dan sebuah kancing humeral. Suspensi tipe ini mempertahankan flexi dan ekstensi siku tapi dengan rotasi yang terbatas, dengan mempertahanan sendi siku dan perhatian yang tidak berlebihan. Skin graft harus dipertimbangkan agar fungsinya lebih menguntungkan. Pemasangan engsel dilakukan apabila ROM siku aktif walaupun prostesis dengan tenaga badan dapat berfungsi pada keadaan ini. Pada keadaan ini juga dapat sukses dengan menggunakan alat mioelektrik.
Amputasi Krukern Berg’s
Operasi kineplastik krukern berg’s memudah ujung amputasi bawah siku ke arah penjepit radial ulna sehingga memegang dengan kuat dan penggunaan manipulasi yang baik akibat sensasi pada “jari” lengan bawah. Hal ini dapat dilakukan sebagai prosedur sekunder pada amputasi bawah siku dengan ekstremitas sisa < 10 cm dari olekranon. Kontraktur flexi siku < 70% dan preparat fisiologi baik. Hal ini tak harus dilakukan amputasi primer. Amputasi krukern berg dapat sempurna tidak tergantung aktifitas hariannya sebab sensor penyempit terpelihara, sebagai mekanisme genggaman. Secara sederhana, prosedur ini ditujukan pada amputasi bawah siku bilateral, tapi hal ini menunjukkan sedikit pada unilateral. Pada amputasi bawah siku dengan tujuan untuk dipasang prostesis atau pada pasien yang sulit dipasang prostesis karena fasilitas tak tersedia. Konvensional prostesis tidak hanya dipakai pada lengan bawah Krukern berg saja dan alat mioelektrik dapat disesuaikan pada penggunaan gerakan lengan bawah. Ketidakuntungan yang utama adalah penampakan lengan bawah yang unik, yang mana beberapa orang mempertimbangkan untuk tidak memakai, sebagaimana masyarakat yang mudah mengerti dan menerima seseorang yang cacat Preparasi pre op yang intensif dan konseling disarankan. Disartikulasi siku; disartikulasi siku menguntungkan kondilus karena mudah prostetik diperbaiki amputasinya dan memindahkan rotasi humerus. Pengungkit lengan yang makin panjang sehingga menjadi kuat. Ketidakuntungannya adalah pada desain sisi siku. Sisi luar besar dan keras. Unit siku konvensional mengakibatkan panjang lengan atas tidak proporsional dan lengan bawah pendek.
Amputasi Atas Siku :
Pada pasien amputasi atas siku Semua jaringan lunak menutupi harus dipelihara pada amputasi atas siku. Bahkan jika hanya disisakan caput kumerus dan ekstremitas sisa yang panjang tidak berfungsi harus dipelihara. Kontur lengan yang merupakan bagian kosmetik harus diperbaiki. Miodesis membantu memelihara kekuatan bisep dan trisep, kontrol prostetik dan tanda mioelektrik. Balutan kaku pada awal post op. dan pemasangan prostetik hampir pada semua amputasi dapat berhasil. Terapi fisik post amputasi pada amputasi lengan atas dibatasi sendi proksimal dan fungsi otot, Sebab alat terminal biasanya dikontrol gerakan aktif bahu. Penggunaan prostetik awal dan terapi dapat mencegah kontraktur dan pemeliharaan kekuatan. Suspensi prostetik secara sederhana bergabung dengan tenaga tubuh, tapi hal ini dapat membuat tidak nyaman. Teknik suspensi sedot atau osteotomi angulasi humerius merupakan teknik yang jarang dilakukan. Beberapa pilihan prostetik untuk amputasi di atas siku, termasuk yang menggunakan tenaga manusia atau prostesis cangkokan yang menggunakan kontrol mioelektrik pada siku atau alat terminal dan tenaga tubuh untuk lainnya. Banyak amputasi atas siku bilateral disarankan untuk tidak memakai prostesis atau kadang-kadang saja sebagai prostesis kosmetik.
Kadang amputasi atas siku dipili sebagai management lengan disfungsi akibat luka pada plexus brachialis dengan keuntungan bahu tidak terbebani juga sendi skapulo thoraks dan pengambilan lengan yang paralisis yang menghalangi fungsinya. Dilakukannya anthrodesis pada bahu masih kontroversial dan harus dilihat secara individual. Pada studi klinik menemukan, pasien dengan amputasi di atas siku dapat kembali bekerja dengan baik. Diharapkan prostetik pada pasien ini harus dibatasi, karena prostesis akan menambah berat dan mengganggu gerakan bahu.
Disartikulasi bahu dan Amputasi ke 4 anggota Badan.
Hal ini jarang, amputasi mutilasi dilakukan hanya pada kasus keganasan atau trauma yang berat. Penggabungan prosthesis mioelektrik dapat dilakukan, tapi sangat mahal, dan perlu perawatan yang intensif. Tenaga tubuh prostesis sangat berat, keras dan kurang nyaman dan sulit digunakan oleh sebagian besar pasien dengan amputasi proksimal dan mendapat prostetik memperbaiki kosmetik dan penilaian baju sering dengan cetakan lembut yang sederhana bagian luar bahu dengan harapan sebagai prosthesis alternatif dengan tangan yang penuh.
EKSTREMITAS BAWAH
Amputasi kaki. Amputasi kaki dapat dilakukan dengan cara tertutup dari sisi ke sisi atau dari dorsal ke plantar merupakan cara yang terbaik. Tulang harus dipotong sependek mungkin agar jaringan lunak yang menutup tidak terjadi penarikan sehingga dilakukan disartikulasi atau metaphisis. Pada amputasi kaki, sesamoid dapat stabilkan pada posisinya untuk menopang berat badan dengan melepas dasar phalank proksimal atau tenodesis tendon plexor kalus brevis. Diharapkan hati-hati pada amputasi kaki, sebab dapat terjadi deformitas falgus yang berat pada kaki. Deformitas dapat dicegah dengan amputasi sinar kedua atau dengan penyatuan metatarsal-palank pertama. Pada amputasi palank metatarsal, pemindahan tendon ekstensor ke kaput dapat membantu mengangkat kepala metatarsal, pemasangan prostetik tidak khas ditemukan setelah amputasi jari kaki.
Amputasi sinar untuk mengangkat jari kaki dan semua atau beberapa yang berkaitan dengan metatarsal. Amputasi sinar yang terisolasi dapat menjadi lama, meskipun dengan amputasi sinar multipel, khususnya pada pasien dengan gangguan sirkulasi dapat menyempitkan luka kaki yang eksesis, dan berpengaruh terhadap tumpuan berat badan dan daerah baru yang mendapat tekanan kalus-kalus dan ulserasi. Pemberian prostesis termasuk dalam dengan model cetakan yang sesuai.
Transmetatarsal dan amputasi lisfranc mudah dikerjakan dan kuat. Penutup plantar yang panjang dianjurkan, tapi ½ dari plantar dan ½ dorsal dapat dikerjakan juga. Maka dari itu perlu pembungkus yang lebih kuat dibanding tingkat amputasinya, tulang harus sependek mungkin agar diperoleh jaringan penutup yang cukup sehingga tak terjadi tegangan. Otot yang seimbang disekeliling kaki harus dievaluasi dengan hati-hati, khususnya ketegangan urat jari kaki, tibialis anterior, tibialis posterior dan kekuatan otot per oneal. Amputasi pertengahan kaki lebih baik pendek sebagai pengungkit kaki, untuk itu tendon achius diperpanjang jika diperlukan. Insersio Muskulus tibial atau per oneal harus direkatkan lagi jika lepas ketika reseksi tulang. Sebagai contoh, jika dasar jari kaki kelima di reseksi, insersi perineus brevis harus di pasang lagi ke luboid. Pada pasien dengan gangguan sirkulasi, reinsensi dapat dilakukan dengan minimanl diseksi untuk mencegah kerusakan jaringan dikemudian hari. Latihan post op. dapat mencegah deformitas, mengkontrol udem dan rehabilitasi dengan cepat. Pemberian prostetik bermacam-macam. Beberapa pasien beruntung sejak awal dengan atrosis engkel-kaki dengan lempeng kaki yang panjang dan dengan prostetik jari. Kemudian prostetik jari dikombinasi dengan sepatu khusus, akan lebih baik prostetik kosmetik sebagian kaki juga tersedia.
Amputasi Chopart mengamputasi tungkai bawah dan tungkai atas, dengan mempertahankan talus dan calcaneus. Penyeimbangan dapat mencegah deformitas equinus dan varus yang disertai pemotongan tendo achiles, tendon tibialis anterior atau extensor di gitorius di pindah ke talus dan dibalut post operatif. Jika deformitas terjadi, pasien dengan amputasi chopart dan Syme’s disamakan dengan tingkat Chopart. Amputasi kaki bagian belakang Boyd adalah amputasi dengan telectomi dengan antrodesis calcaneal-tibial setelah transeksi ventikal melalui kalkaneus tengah, dan rotasi kearah depan pada calcaneus posterior dibawah tibia. Amputasi yang dilakukan pada anak seperti di atas dengan mempertahankan pusat pertumbuhan dan panjangnya, mencegah terjadi perpindahan tumit kaki dan memperbaiki suspensi soket. Penelitian pada anak menunjukkan perbaikan pada amputasi kaki bagian belakang dibanding amputasi cara Syme’s, yang membuktikan bahwa kaki belakang seimbang dan tidak terjadi deformitas equinus. Prostesis kaki belakang/bawah dapat lebih memperbaiki stabilitas dibanding prostesis kaki tengah guna menjaga posisi tumit kaki ketika berjalan. Komponen bagian depan dapat ditambahkan pada autotik engkel kaki tipe prostetik, atau prostetik terbuka bagian posterior.
Amputasi Syme’s.
amputasi syme’s merupakan disartikulasi engkel yang mana calkaneus dan talus diangkat dengan hati-hati, kulit jari kaki dipelihara dan juga lemaknya guna menutupi tibia distal. Maleolus harus diangkat. Masih kontroversial apakah untuk mengangkat maleolus sejak awal atau pada operasi tahap ke-2, yaitu 7/8 mg setelah operasi. Keuntungan pada 2 x op. adalah bahwa sirkulasi pada pasien dengan gangguan sirkulasi menjadi baik. Dan ketidakuntungannya, rehabilitasinya terlambat. Berdasarkan penelitian tidak ada komplikasi pada amputasi Syme’s berupa migrasi lemak di posterior atau medial. Pilihan untuk menstabilkan lemak adalah dengan tenodesis tendon achiles ke tepi posterior tibia melewati lubang dengan memindahkan di tibia anterior dan extensor tendon digitorius ke bagian lemak anterior, dengan memindahkan kartilago dan tulang subchondral untuk menempelkan lemak pada tulang, tanpa atau dengan fiksasi. Balutan secara hati setelah op. dapat juga membantu menjaga lemak tetap di bawah tibia selama penyembuhan.
Amputasi Syme’s merupakan tingkat penopang tubuh terakhir. Mempertahankan permukaan tetap lembut pada tibia distal dan tumit kaki. Amputasi bawah dan dan atas lutut tidak membuat pemindahan penopang berat badan secara langsung sebab pada ini, amputasi jarang dapat gunakan tanpa prostesis pada keadaan darurat. Prosthesis untuk amputasi syme’s lebih luas dibanding pada tingkat engkel dibanding prosthesis untuk bawah lutut. Dalam hal kepentingan keduanya sama saja. Material yang lebih baru dan operasi yang lebih sempit yang melewati maleolus kurang memperhatikan hal ini sebab beberapa amputasi profil yang lebih bawah dari beberapa kaki dengan respon elastik yang lebih baru, amputasi syme’s saat ini lebih menguntungkan karena teknologi yang menyimpan tenaga soket tidak memerlukan kontur yang tinggi pada desain penumpu tendon patela sebab kualitas anggota badan jika untuk menopang berat badan. Soket dapat diganti-ganti untuk posterior atau medial. Apabila anggota badan ujungnya bulat, atau soket yang flexibel tapi didesain sehingga dapat dipakai pada ujung anggota badan yang kurang bulat. Disebabkan bagian tibia yang melebar, soket amputasi syme’s mempunyai suspensi sendiri.
Amputasi bawah lutut.
Amputasi bawah lutut merupakan amputasi anggota badan yang paling umum. Teknik dengan Flap posterior, merupakan suatu standar dan harapannya akan baik pada penderita dengan gangguan sirkulasi. Flap anterior posterior, sagital dan miring dapat digunakan pada pasien-pasien tertentu. Transeksi tingkat tibia sepanjang mungkin antara tuberkel tibia dan hubungan antara tibia tengah dengan 1/3 bawah tibia, karena tersedia jaringan yang sehat sebagai dasar. Amputasi di 1/3 distal tibia memiliki jaringan lunak yang sedikit dan lebih sulit untuk dipasang prostesis sehingga dipakai tidak nyaman. Tujuannya adalah sisa anggota badan berbentuk silinderis dengan otot yang stabil, bantalan di tibia distal, dan bekas luka/jaringan parut yang tidak melekat atau menempel. Amputasi bawah lutut yang baik khususnya membutuhkan dengan balutan keras/kaku dan penatalaksanaan prostetik post op. yang segera.
Synostosis tibiofibular distal, dengan prosedur Ertl tidak lazim dilakukan. Prinsipnya adalah membuat bentuk tulang bagian distal sebaik mungkin untuk menopang berat badan, tapi hal ini jarang dipakai. Komplikasi nyeri karena non union sulit untuk diobati. Synostosis tibiofibular distal menunjukkan diastrosis trauma yang luas akan memperbaiki stabilitas tulang dan jaringan lunak, tapi hal ini jarang ditunjukkan pada pasien dengan gangguan sirkulasi.
Bagian variasi desain prosthesis tersedia untuk amputasi bawah lutut. Soket dapat didesain sebagai gabungan penggaris untuk meningkatkan kenyamanan dan untuk mengakomodasi perubahan sedikit pada sisa anggota badan yang diamputasi. Penggaris ini juga meningkatkan perspirasi, tapi dapat menjadi tidak nyaman dan kurang bersih pada iklim panas dan dingin. Soket keras didesain dari katoon atau wool sebagai pembungkus anggota badan yang diamputasi dalam bentuk tipis atau tebal yang bersinggungan dengan kaki dan soket. Soket yang keras mudah dibersihkan dan lebih kuat dibanding penggaris. Soket ISNT (Icelendic-Sweden New York) menggunakan bahan yang flexibel dengan lapisan luar yang lebih halus soket yang flexibel bentuknya berubah-ubah untuk mengakomodasi kontraksi otot. Soket ini juga dapat berguna yang berjaringan parut dan sulit di pasang prosthesis.
Soket dengan ujung terbuka dengan sisi sendi dan korset paha saat ini tidak banyak digunakan kecuali pada pasien yang sebelumnya telah berhasil memakai, atau pada pasien yang jauh dari perawatan prosthesis. Bentuk penumpu tendon patella umumnya digunakan untuk amputasi bawah lutut. Meskipun demikian posthesis ini mayoritas penumpu berat badan di medial tibial dan lateralnya diruangan interosseus, dan sejumlah lebih sedikit pada tendo patella.
Sispensi prosthesis bawah lutut sangat mahal. Sispensi yang paling sederhana dan paling umum adalah tali pengikat suprapatellar, yang bungkusnya di atas lorsilus femoris dan patella. Soket dapat didesain untuk menggabungkan suprakondiler atau lempeng pegangan diatas condilus femoral, tapi bentuknya yang lebih tinggi, lebih besar dan kurang bagus dilihat. Sabuk pinggang dan suspensi pengikat “garpu” sangat membantu amputasi bawah lutut yang pendek menurunkan pengocokan pada soket, atau pada pasien yang aktifitasnya banyak memerlukan suspensi. Untuk anggota badan yang miskin jaringan lunak atau nyeri lutut intrinsik, tepi lebar dan korset paha dapat membantu kaki bawah dan memindahkan berat badan ke paha. Lengan baju suspensi dibuat dari latek atau neopyrene yang lebih umum dipakai. Latek lebih bagus, tapi kurang tahan lama dan dapat mengkerut. Neoprene lebih awet dan tidak mengkerut, tapi kadang pasien dapat menderita dermatitis kontak. Suspensi paling baru dengan menggunakan bahan dasar silikon yang dapat berputar, dengan gesekan yang ringan. Sedikit logam diujung distal penggaris/batang dan terkunci pada soket prostetik yang terjamin penggantung soket pada penggaris. Beberapa/banyak pasien menyukai suspensi yang terjamin dan merasakan kontrolnya membaik. Penggaris dengan bahan dasar silikon kurang tahan lama dan umumnya sering diganti/dipindah. Banyak kaki prostetik saat ini tersedia, dari engkel solid asli dengan bantal jari kaki, hingga yang lebih baru yang menyimpan energi, dengan teknologi elastik. Dengan berbagai macam desain tumit kaki, engkel dan pylon. Biaya dan fungsi sangat bervariasi dapat dibuat resep yang tepat untuk pasien indifidu.
Amputasi melewati lutut : Disartikulasi yang melewati lutut menandakan pasien ini tidak dapat berpindah-pindah, tapi dapat disediakan jaringan lunak pada disartikulasi lutut. Hal ini dilakukan karena trauma. Pada pasien dengan gangguan sirkulasi, suplai darahnya harus baik. Disartikulasi lutut pada pasien dengan gangguan sirkulasi menunjukkan tak dapat berjalan. Khususnya jika disertai kontraktur flexor. Penutup sagital nampaknya lebih cepat sembuh dibanding anterior-posterior. Patela dipertahankan dan tendon patela, dijahit sebagai dasar untuk stabilisasi komplek quadrisep. Tendon patela, potongan yang pendek gastrocnemius dapat dijahit ke kapsul anterior sebagai ujung distal kaki yang diamputasi. Walaupun banyak teknik telah diterangkan berbagai hal mengenai condilus femur. Hal ini jarang dibutuhkan dan perlengkapan yang banyak dapat menurunkan keuntungan disartikulasi lutut.
Untuk pasien rawat jalan pada amputasi atas lutut keuntungannya tidak hanya garis pembentuknya yang diatas condilus femoral tapi juga penambahan kekuatan pengungkit yang lebih panjang, pemeliharaan keseimbangan otot paha, dan yang lebih penting, pemindahan penumpu berat badan secara langsung pada prosthesis. Pada waktu dahulu, tujuan prostesis yang besar dan tingkat operasi pada sendi lutut yang asimetris batas dilakukan. Bahan-bahan baru ditawarkan untuk prostesis yang kurang besar dibuat dengan 4 unit sambungan lutut, yang dapat diikat pada soket, akan memperbaiki penampilan ketika dipakai pasien ini pada bentukl rendah, dengan stabilitas yang baik dan dapat digabung dengan bentuk hydraulic untuk kontrol samping.
Pada pasien bukan rawat jalan, disartikulasi lutut akan mengurangi masalah kontraktur flexi lutut, dengan keseimbangan paha akan menurunkan kontraktur pinggul dan pengungkitnya panjang untuk pemasangan yang baik dan pencopotannya.
Pada amputasi Gritistoke, patela didistal dan orthodesis femur distal dapat menopang berat badan. Tipe ini tidak dapat menopang berat badan secara fisiologis, sebab dalam keadaan normal penumpu berat badan pada pretibial dan daerah tendo patela n tidak di patela.
Penambahan panjang dengan pemasangan prostesis dan sendi lututnya asimetris. Amputasi ini tidak direkomendasikan. Amputasi transkondiler dapat dilakukan, meskipun ujung penopang berat badan suspensinya terbatas, bila dibanding dengan disartikuasi lutut.
Amputasi di atas lutut. Amputasi di atas lutut biasanya dengan Flap anterior dan posterior mulut ikan. Tipe Flap yang harus digunakan agar panjang femur baik pada kasus trauma akan meningkatkan fungsi stabilisasi otot lebih penting pada amputasi di atas lutut dibanding amputasi besar yang lain. Gaya utama mendorong ke abduksi dan flexi. Miodesis otot abduktor melewati lubang pada femur dapat terikat pada abduktor, sehingga memperbaiki kontrol pada prostetik, mencegah kesulitan jaringan aduktor memutar. Tanpa stabilisasi otot umumnya femur berpindah ke lateral melewati jaringan lunak yang membungkus. Desain soket yang lebih baru dapat lebih baik mengkontrol posisi femur, tapi tidak efektif untuk stabilisasi otot. Bahkan pada pasien tidak rawat jalan, stabilisasi otot membantu membuat lebih awet, ujung amputasi mencegah migrasi femur.
Balutan kaku prostetik segera setelah operasi pada amputasi lutut lebih sulit dilakukan dan menjaga posisi agar tidak lebih distal.
Teknik IPOP ditawarkan dengan keuntungan rehabilitasnya lebih awal dan nyeri dan udem dapat dikontrol. Disamakan dikerjakan jika ada tenaga ahli. Pembalut yang menekan dapat digunakan. Pembalut ini dapat diberikan lebih proksimal sebagaimana spica yang memiliki suspensi lebih baik juga menjaga paha medial, yang mencegah terjadinya pemutaran jaringan aduktor. Pemosisian post op. dan terapi sangat baik untuk mencegah kontraktur flexi pinggang. Anggota badan harus diangkat/elevasi di atas bantal, tapi harus pada bed yang datar, dan latihan ekstensi pinggul dan posisi pronasi harus dimulai sejak awal.
Suspensi pada amputasi atas lutut lebih kompleks dibanding protesis yang lebih distal sebab sisa ekstremitasnya lebih pendek, kurang kontur tulangnya, dan protesis yang lebih berat. Prostesis dapat lebih lentur dengan sedotan, balutan silesian, atau bidai pelvis dan sendi pinggul. Suspensi sedot bekerja ketika bentuk kulit kedap udara disekitar soket. Udara memaksa keluar katup 1 arah yang kecil didistal ketika prothesis di pasang dan dengan tiap langkah kaki, mempertahankan tekanan negatif disoket sebelah distal. Tidak ada sock prostetik atau penggaris lainnya digunakan antara soket yang keras dengan ekstremitas sebab udara akan keluar di sekitar sock dan mencegah penyedot bekerja.
Menerima prosthesis dengan suspensi penyedot dapat dilatih dan menggunakan tekanan, dan pasien harus memiliki koordinasi yang baik, fungsi tangan yang baik, dan keseimbangan untuk melakukan latihan ini. Suspensi penyedot/suction bekerja baik pada amputasi di atas lutut dengan jaringan lunak yang baik, dan dengan bentuk volume yang stabil. Hal ini biasanya sangat nyaman dan dengan metode kosmetik yang menggunakan suspensi soket.
Bidai silesian dengan tali pengikat yang menempel di sisi lateral prosthesis, bungkus melingkar dipinggang dan kontralateral dengan crista iliaca lalu ke depan melekat pada soket proksimalanterior. Dengan ini menjadikan suspensinya jadi baik ditambah dengan kontrol rotasi. Bidai silesian umumnya digunakan pada suspensi sedot dengan sisa ekstremitas yang pendek atau untuk pasien yang pada aktifitasnya memerlukan suspensi dengan suction.
Sendi pinggul dan pelvis membuat suspensi sangat perlu, tapi sendi ini juga besar dan metode suspensi kosmetiknya tidak banyak. Hal ini juga kurang nyaman ketika duduk. Bidai pelvis dapat dibuat dari logam atau plastik dan lebih tebal dari bidai selisian. Bidai pelvis diikatkan dari pangkal paha pinggul melingkari pinggang antara krista iliaca dan trochanter belakang.
Soket didesain untuk amputasi atas lutut telah mengalami perubahan soket quadri lateral tradisional telah memiliki diameter anterior posterior yang sempit untuk menjaga ischium berada di belakang dan berada di atas posterior soket untuk menopang berat badan dinding anterior dengan ukuran 5-7 cm lebih tinggi dari dinding posterior untuk memegang kaki belakang. Nyeri anterior sering menjadi keluhan dan sering menetap, contohnya pada SIAS. Jika lebih rendah atau ischium akan berada di dalam soket dan semuanya berubah, isi perubahan dan daerah penekanannya. Bahkan dinding lateralnya memegang femur ketika aduksi, dan semua dimensi quadilateral tidak anatomik dan stabilitas femur yang jelak pada sumbu koronal. Soket ISNY merupakan soket berbentuk quadrilateral yang terbuat dari bahan yang fleksibel yang ada di dinidng posterior dan medial. Bahan fleksibel pada dinding soket yang terdesak oleh kontraksi otot di bawahnya. Pasien dilaporkan lebih nyaman ketika jalan atau duduk dan kemungkinan perbaikan ototnya lebih efisien. Bagian belakang yang fleksibel kurang tahan lama, dan susoensi suction juga dapat hilang.
Desain soket di atas lutut dengan lempeng medial – lateral yang tipis, diusahakan untuk mengatasi masalah yang dialami soket. tradisonal quadri lateral karena kontur dinding posterior untuk ileum dibawah dalam soket. Berat badan dipindah lw\eewat massa otot glutens dan paha lateral bahkanpada ichium. Tekanan anterior dibatasi karena dinding anterior yang tinggi. Yang lebih menarik / diperhatikan adalah kontur medial –alteral yang tipis yang dibuat untuk menahan gerakan aduksi dan untuk meminimalisasi gerakan-gerakan relatif antara anggota badan soket. Soket normal Shape Normal Aligment (NSNA) dan countoured adducted trochanteric controlled aligment metode (CAT – CAM) merupakan desain soket dengan tipe tipis yang tersedia.
Prostetik sendi lutut tersedia dalam banyak jenis desain bagi pasien yang membutuhkan. Standar tradisional untuk aksisi tungal dengan gerakan lutut yang konstan. Gerakan lutut yang konstan itu sudah lama, awet, tidak mahal serta ringan. Gesekan dapat di setel pada satu tingkat agar fungsinya diyakini baik, dan pasien harus menyesuaikan ketika kecepatan berjalannya berubah. Sisi luar merupakan standar lama untuk pasien dengan disartikulasi lutut, untuk mencapai pusat gerakan lutut lebih baik.
Tapi soket ini kurang bagus dilihat/penampilan, akan dapat dipindah/ganti dengan unit lutut policentrik dengan 4-bar, kecuali pada pasien yang menggunakan tepi luar dengan berhasil sebelumnya dan tidak berniat merubahnya. Lutut yang aman memiliki unit friksi diaktifkan oleh berat, makan akan meningkatkan gesekan, untuk itu stabilitas dan resistensi yang meningkat apabila berat meningkat. Sebagian unit ini berguna untuk pasien usia lanjut atau lemah. Dan pada pasien-pasien ini mempunyai ekstremitas yang pendek sekali, ekstensur pinggul yang jelek, atau kontraktur flexi pinggul. Faktor yang mempengaruhi gesekan lutut berubah menurut lingkar flexi lutut. Untuk itu perlu memperbaiki fase “saving”. Unit ini lebih murah dankurang tahan lama dibanding unit hidraulik, dan ini tidak efektif. Suatu lutut policentrik lebih menyediakan pusat pengubah rotasi dan berada di posterior dibanding sendi lutut lainnya. Pusat rotasi belakang menyediakan stabilitas yang baik pada stance dan pada tingkat awal fleksi dibanding disediakan unti lutut yang lain. Lutut 4-bar merupakan suatu unit policentrik yang saat ini telah tersedia.
Suatu unit hidraulik dapat ditambahkan pada sendi lutut yang menyediakan kontrol superior prosthesis pada “phase swing” dengan menggunakan cairan hidraulik dengan berbagai jenis sesuai dengan kecepatan berjalan. Pilihan-pilihan ini sangat berguna pada pasien amputasi yang aktif berjalan dan berlari dengan kecapatan yang berbeda. Pilihan kunci manual dapat juga ditambahkan untuk lutut-lutut ketika ekstensi penuh. Kunci amat berguna pada amputasi bilateral, pada pasien yang lemah dan buta dan memiliki sisa ekstremitas yang sangat pendek.
Pasien dengan amputasi lutut bilateral yang merupakan tantangan rehabilitasi. Penggunaan Stubbis sebagai prothesis awal disarankan untuk semua pasien dengan bilateral disartikulasi lutut atau amputasi di atas lutut, tanpa melihat umur, yang menjadi calon untuk berjalan dan bagi pasien yang kehilangan keduanya secara simultan. Stubbis terdiri soket prostetik mounted secara langsung dengan dsar lebih sekedar rokher – bottom, sepanjang ekstensi posterior untuk mencegah kecenderungan punggungnya jatuh. Proses pemendekan anterior untuk gerakan yang halus ketika berputar hingga mendorong ketika berjalan. Penggunaan stubbis mengakibatkan penurunan pusat granulasi, dan dasar yang keras menyediakan untuk menganga guna menyeimbangkan badan dan stabilitasnya dan kepercayaannya menjadi baik selama berjalan dan berdiri (gbr. 5). Dengan kepercayaan pasien dan ketrampilan yang membaik, pemanjangan secara periodik merupakan syarat hingga tingginya hingga maksimal dan dapat menggunakan prosthesis dengan panjang maksimal. Beberapa pasien gagal mencapai panjang yang penuh dan hanya memakai strubbis.
Disartikulasi pinggul atau hemipelvectomi disartikulasi pinggul jarang dilakukan pada pasien dengan gangguan sirkulasi, tidak dianjurkan untuk dipasang prostetik. Prostetik dapat sukses digunakan pada pasien yang lebih sehat yang didisartikulasi akibat tumor atau trauma. Prostesisnya berat, sulit digunakan dan perlu banyak energi. Prostesis standar adalah prosthesis disartikulasi pinggul kanadian. Soket meliputi hemipelvis dan suspensinya melebihi crista iliaca. Sendi pinggul dengan kunci dan komponen endoskeletal yang digunakan untuk menjaga beratnya minimum. Beberapa pasien rawat jalan akan menggunakan alat bantu dan tanpa prosthesis sebab ini nyaman dan lebih cepat, tapi prostetik digunakan untuk menyeimbangkan dengan ekstremitas.
Hemipelvectomi bahkan jarang ditemukan, biasanya karena trauma atau keganasan di pelvis. Prostetik jarang digunakan. Hal ini dipertimbangkan khususnya untuk tempat duduk, tapi juga jarang.
VCT AIDS
BAB I
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul akibat infeksi HIV (Human Immuodefisiensi Virus) yang mnghancurkan kekebalan daya tahan tubuh manusia dan dapat menyebabkan infeksi oportunistik. HIV merupakan jenis retrovirus yang belum ditemukan vaksin serta penyembuhannya. Infeksi HIV dapat terjadi melalui pertukaran darah, semen, cairan vagina dan ASI.
Di Indonesia, jumlah penderita AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d. 31 Desember 2009 adalah 3863 kasus. Sedangkan di Semarang, berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang didapatkan orang dengan HIV positif 199, dan penderita AIDS 15 orang. Faktor resiko penularan HIV di Jawa Tengah terdiri dari 69% heteroseksual, 22% IDU, 4% perinatal, 4% homoseksual dan 1% melalui tranfusi.
Masalah HIV dan AIDS adalah suatu fenomena gunung es, masalah sesungguhnya tidak sekecil yang tampak di permukaan, mengingat penularan HIV sangat mudah diantara penasun dan WPS dan semakin meningkatnya angka pengguna narkoba suntik dan WPS. Yang perlu diperhatikan jumlah ibu rumah tangga yang menderita AIDS menduduki tempat kedua tertinggi.
IMS biasa disebut penyakit kelamin, yaitu penyakit-penyakit yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seksual/hubungan kelamin. Jadi siapapun yang melakukan hubungan seks (baik laki-laki/perempuan) beresiko tertular IMS. Istilah Infeksi Menular Seksual lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara penularannya. Sedangkan PMS hanya menunjuk pada gejala/penyakit yang ada di kelamin.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol pada sebagian besar wilayah dunia ditinjau dari segi kesehatan, politik, maupun sosial ekonomi dan merupakan penyebab utama dari sekumpulan penyakit akut, infertilitas, cacat menetap dan kematian dengan akibat medis dan psikologis pada jutaan pria, wanita dan bayi. Data epidemiologis menunjukkan adanya hubungan erat antara Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan penularan infeksi HIV. IMS dapat meningkatkan resiko penularan atau transmisi HIV melalui jalur seksual dan demikian juga infeksi HIV dapat mempengaruhi IMS dalam perjalanan penyakit, diagnosa, dan respon terhadap pengobatan. Mengingat hal itu maka penatalaksanaan IMS yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan, penyuluhan, konseling dan penatalaksanaan mitra seksual terhadap pasien IMS mempunyai peranan yang penting dalam menanggulangi epidemik HIV tersebut. Penderita IMS serta HIV akan lebih mudah menularkan ke orang lain. Pengidap HIV yang juga IMS akan lebih cepat menjadi AIDS.
Keberadaan Human Immunodeficiency virus (HIV) dan the Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan dan pemberantasan IMS. Terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan HIV, baik IMS yang ulseratif maupun yang non-ulsertatif, telah terbukti meningkatkan resiko penyebaran HIV melalui hubungan seksual.
Sistem melindungi tubuh terhadap serangan dari benda asing seperti Bakteri, Virus, Parasit, Jamur. Sistem ganda terdiri dari Sistem kekebalan innate (pembawaan lahir) sedangkan Sistem kekebalan acquired (didapat setelah lahir) Antibodi dibentuk terhadap benda asing yang masuk. Sel CD4 adalah tipe sel darah putih yang mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit.
Sedangkan Infeksi Oportunistik adalah infeksi oleh mikroorganisme umum pada individu sehat yg biasanya tidak menimbulkan problem kesehatan, akan tetapi pada pasien dengan sistem imun yg menurun akan menyebabkan penyakit yang serius. Infeksi oportunistik pada pasien HIV / AIDS banyak menimbulkan masalah bersamaan dengan ditegakkannya penyakit tersebut pada tahun 1981.
Mengingat tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh infeksi HIV dan AIDS maka perlu diadakan upaya yang meliputi pencegahan penularannya dan penanganan penderita dengan HIV positif serta penderita AIDS secara menyeluruh. Untuk mengurangi angka kesakitan IMS dan HIV-AIDS di Jawa Tengah maka PKBI Jawa Tengah dan Dinas Kesehatan dan lembaga terkait lainnya bekerja sama dengan Griya Asa dalam pelaksanaan VCT-CST. VCT-CST penting dilaksanakan karena orang dengan HIV positif dan AIDS perlu mendapatkan perhatian dan pendampingan khusus mengingat negatifnya stigma masyarakat serta tingginya tekanan sosial yang, dan diperlukannya motivasi untuk perubahan perilaku beresiko tinggi.
Voluntary HIV counseling and testing adalah sebuah proses konseling yang bersifat sukarela dan rahasia. Sukarela artinya bahwa seseorang yang akan melakukan test HIV haruslah berdasarkan antas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan / tekanan orang lain. Rahasia artinya, apa pun hasil tes itu nantinya hasilnya hanya boleh diketahui dan diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan. VCT bukan hanya sekedar test HIV dan konseling mengenai test dan HIV. VCT merupakan vital point untuk pelayanan penderita HIV dan AIDS selanjutnya, termasuk pencegahan penularan HIV, penyakit yang berkaitan dengan AIDS, serta indeksi opurtunistik yang mungkin timbul, dukungan psikosoial dan hukum, pecegahan penularan dari ibu ke anak. Sedangkan CST merupakan perawatan dukungan dan pengobatan untuk ODHA. Pelayanan CST disesuaikan dengan kebutuhan klien atau ODHA yaitu kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial. Layanan VCT di Griya ASA PKBI Kota Semarang dimulai pada bulan November 2006. Layanan VCT ini dibuka untuk melengkapi fasilitas Griya ASA sebagai klinik spesialis dalam pelayanan infeksi menular seksual.
II.2 TUJUAN
II.2.1 Tujuan Umum:
- Menurunkan angka kesakitan dan kematian HIV AIDS
II.2.2 Tujuan Khusus
- Semua kasus HIV yang ditemukan, dirujuk ke CST
- Membuka akses layanan yang dibutuhkan, seperti : Pelayanan medis, pelayanan sosial, pelayanan spiritual, pelayanan ekonomi, pelayanan legal, dll. Membantu mengenali perilaku atau kegiatan yang dapat menjadi sarana penularan virus HIV atau AIDS.
- Memberikan dorongan moril untuk perubahan perilaku yang lebih sehat dan aman.
- Mencegah agar semua WPS tidak mengalami stigma dan diskriminasi
- Memberikan jaminan kerahasiaan terhadap klien
II.3.MANFAAT
Adapun manfaat dilakukan VCT adalah :
1. Menerima keadaan terinfeksi HIV dan penyelesaiannya
2. Perencanaan dan perawatan untuk masa depan
3. Perencanaan dan promosi perubahan prilaku
4. Normalisasi HIV/AIDS dan mengurangi stigma dan diskriminasi
5. Pelayanan pencegahan infeksi HIV dari ibu ke bayi
6. Memfasilitasi kegiatan sebaya dan dukungan
7. Memfasilitasi pelayanan medis (infeksi oportunistik,IMS,ARV dan TB)
8. Memfasilitasi akses pelayanan sosial
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 SASARAN
• Kelompok resiko tinggi non lokalisasi : Panti Pijat, Pekerja Seksual Panggilan, Pekerja Seksual Jalanan
• Kelompok resiko tinggi lokalisasi
• Klien rujukan dari LSM lain : Graha Mitra (waria), Gesang (gay), Pasangan PS
• ODHA dan keluarganya serta masyarakat sekitarnya
II.2 TARGET
WPS (Wanita Pekerja seksual) dilakukan pemeriksaan secara teratur, 3 kali setahun.
II.3 STRATEGI
• Membuat alur pelaksanaan VCT
• Menerapkan prinsip-prinsip VCT
• Mengadakan kerjasama dengan bagian penjangkauan, screening, PMTCT dan MK dalam informasi sebagai input data.
• Mengadakan kerjasama dengan mucikari dan resos.
III.4 INTERVENSI / KEGIATAN
Alur pemeriksaan VCT Model 1 :
Gambar 1. Alur pemeriksaan VCT model 1
Alur pemeriksaan VCT Model 2 :
Gambar 2. Alur pemeriksaan VCT model 2
Kegiatan VCT :
• Pelatihan PE
• Pertemuan dengan tokoh masyarakat
• Penyuluhan mengenai pemakaian kondom
Prinsip VCT:
• Persetujuan klien (Informed Consent)
Konseling dan testing hanya dilakukan atas dasar sukarela, bersifat pribadi dan tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun.
• Kerahasiaan
Hasil testing HIV diberikan melalui tatap muka saat konseling pasca testing dan dijamin kerahasiaannya
• Tidak diskriminasi
Kita tidak akan mendapatkan perlakuan diskriminasi dalam pelayanan konseling dan testing HIV karena dilakukan dalam suasana bersahabat
• Mutu terjamin
Mutu pelayanan tak perlu diragukan, karena konseling dan testing HIV sukarela dilakukan dengan metode yang tepat.
Pelaksanaan VCT terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Konseling pre testing HIV
Yang dilakukan pada saat konseling pre testing HIV adalah:
Menjelaskan tentang proses Konseling dan Testing HIV Sukarela.
Menjelaskan tentang HIV/AIDS, pencegahan dan pengobatannya
Mencari tahu tingkat pengetahuan klien mengenai HIV dan AIDS
Menilai perilaku berisiko yang dapat menjadi sarana penularan HIV
Menjelaskan keuntungan melakukan tes HIV & kerugian jika menolak atau menunda
Menjelaskan makna hasil testing HIV positif/negatif
Memberikan penjelasan mengenai dampak pribadi, keluarga, dan social terhadap hasil testing HIV
Mendiskusikan kemungkinan tindak lanjut setelah ada hasil tes (rencana perubahan perilaku)
2. Testing HIV
Testing HIV merupakan paket dari konseling dan testing HIV sukarela untuk mengetahui status HIVnya dan dilakukan melalui proses pengambilan darah. Testing HIV hanya akan dilakukan jika klien bersedia untuk diambil darahnya dan menandatangani surat persetujuan (informed consent) tes HIV. Jika klien tidak menyetujui untuk dites, konselor akan menawarkan kepada klien untuk datang kembali sewaktu-waktu bila masih memerlukan dukungan dan/atau untuk dilakukan tes. Jika klien setuju untuk dites, dilanjutkan dengan konseling post tes setelah ada hasil laboratorium.
Tes HIV yang dapat dilakukan meliputi :
• TES ANTIBODI HIV
- Rapid tes
- ELISA
- Western Blot
• Tes Antigen
- PCR
Yang perlu diperhatikan dari hasil testing HIV adalah :
• Tanda reaktif berarti HIV sudah ada pada tubuh
• Tanda Non reaktif berarti HIV belum ada di dalam tubuh
• Indeterminate berarti perlu adanya pengulangan testing HIV karena hasil testing HIV tidak jelas
• Masa jendela berarti masa inkubasi HIV yaitu masa antara masuknya virus HIV ke dalam tubuh manusia sampai terbentuknya antibody terhadap HIV atau disebut HIV positif (umumnya 2 minggu – 6 bulan).
3. Konseling post testing HIV
Pada proses konseling post testing HIV, konselor akan :
• Membacakan hasil tes HIV klien baik positif atau negative dengan nada biasa
• Memberikan waktu bagi klien untuk memahami hasil tes dan bereaksi
• Mendampingi klien dalam mengendalikan reaksi emosional
• Menjelaskan makna reaktif atau nonreaktif
• Menjelaskan kembali cara pencegahan dan penularan HIV/AIDS, terlepas hasil tes negatif/positif
• Memberikan dukungan yang sesuai
• Membuat rencana lebih lanjut
• Rujukan konseling, MK, KDS, Layanan Kesehatan, PL, PMTCT
• Membahas tindak lanjut medis dan strategi perubahan perilaku
JIKA HASIL TEST HIV NEGATIF
Ketika hasil tes dinyatakan negatif, dapat diartikan klien tidak terinfeksi HIV atau kemungkinan masih dalam masa jendela. Petugas konseling HIV/AIDS akan membantu kita untuk :
• Menegaskan kembali cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.
• Membantu merencanakan perubahan perilaku yang lebih sehat & aman.
• Memberi dukungan untuk mempertahankan perilaku yang lebih sehat.
• Anjuran untuk melakukan VCT kembali 3 bulan berikutnya.
JIKA HASIL TEST HIV POSITIF
Jika hasil tes dinyatakan positif, petugas konseling akan menekankan bahwa hasil positif bukan akhir dari segalanya. Pada saat ini, dengan pengobatan, perawatan dan perubahan perilaku yang sehat akan membantu ODHA dapat hidup lebih lama dan lebih berkualitas. Sumber-sumber bantuan masyarakat membantu ODHA untuk mendapatkan pelayanan dari kelompok dukungan hingga ke penanganan medis. Petugas konseling HIV/AIDS akan memberitahukan di mana sumber bantuan atau merujuk pada Program Manajemen Kasus.
Manajemen kasus adalah suatu pelayanan untuk membantu ODHA yang mengkaitkan dan mengkoordinasi bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi individu-individu yang membutuhkan bantuan tersebut. Selain itu, manajemen kasus juga diharapkan dapat membantu ODHA untuk mengubah perilaku hidupnya menjadi lebih sehat dan bertanggung jawab.
Petugas Lapangan memiliki beberapa tugas, yaitu menjelaskan manfaat VCT, menjelaskan prosedur dalam VCT, memberi informasi tempat layanan VCT, memotivasi KD untuk VCT, merujuk KD ke VCT. Tim yang ikut serta dalam pelayanan VCT DI Griya ASA terdiri dari 1 dokter, 2 konselor, 1 manager kasus, 1 petugas laboratorium, petugas lapangan.
Gambar 3. Manfaat konseling dan testing HIV sukarela
II.5 CST (Care Support Treatment)
Care Support Treatment memiliki arti perawatan, dukungan, dan pengobatan. Perawatan yang dimaksud adalah perawatan pada penyakit akut, kronis, dan pengobatan paliatif (tidak mengobati, hanya mengurangi penderitaan pasien) yang dilakukan oleh perawat. Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan psikologis, sosial, ekonomi, spritual, hukum yang dilakukan oleh Konselor, Manager Kasus dan. Pengobatan yang diberikan ditujukan pada penyakit terkait HIV, Infeksi oportunistik, dan pemberian ARV yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis.
Tujuan dari CST adalah memberi layanan perawatan, dukungan, pengobatan bagi ODHA agar dapat hidup positif/berkualitas, mengurangi kesakitan & kematian.
Gambar 4. Alur CST (Care Support Treatment)
Gambar 5. Pelayanan dan Dukungan Terpadu Bagi ODHA
Gambar 6. Alur VCT dan CST
II.6 PEMBAHASAN
II.5.1. Data
Saat ini pelayanan VCT dan CST di Griya ASA ditangani oleh 2 orang dokter, 1 orang konselor, 1 orang manajer kasus, 1 orang petugas laboratorium, dan petugas lapangan. Griya ASA juga bekerja sama dengan Rumah Sakit Panti Wiloso dan Rumah Sakit Tugu Rejo dalam pemeriksaan laboratorium.
Jumlah populasi WPS di lokalisasi Sunan Kuning hingga Mei 2010 adalah sebanyak 670 orang. Jumlah klien yang mendapatkan pelayanan manajemen kasus sampai bulan Mei 2010 adalah sebanyak 6 orang klien reaktif. Klien reaktif terdiri dari 5 orang klien WPS, dengan 3 orang WPS di Sunan Kuning, 2 orang di bebarapa panti pijat dan 1 orang dll. Jumlah Klien yang memenuhi syarat ARV tetapi belum terapi ARV ada 2 orang, klien yang sudah mendapat ARV 15 orang, klien yang putus obat ARV 1 orang.
Tabel 1. Kunjungan VCT WPS Januari 2010 - Mei 2010
WPS yang ikut pre test 338
WPS yang ikut test 338
WPS yang ikut pasca test 194
WPS positif 6
Tabel 2. Data Klien Reaktif Menurut Tipe Kelompok Dampingan di Griya ASA Januari 2010-Mei 2010
WPS Dll
SK PP JALANAN
3 2 0 1
II.5.2. Kendala
Dalam pelaksanaannya, VCT dan CST di Griya ASA juga menghadapi berbagai kendala. Dari hasil wawancara yang kami lakukan dengan konselor dan manajer kasus, diketahui beberapa permasalahan.
Keterbatasan dana dikarenakan penghentian aliran dana dari luar negri (USAID) yang mengakibatkan program screening dan VCT menjadi terhambat sehingga hanya di lakukan di wilayah lokalisasi sunan kuning sedangkan WPS yang berkerja di luar lokalisasi tidak terjangkau oleh griya ASA.selain itu akibat dana yang terhenti pasokan reagen juga terhenti sehingga setipa pemeriksaan yang menggunakan reagen harus ke rumah sakit.
Kurangnya koordinasi antara pihak rumah sakit dan pihak resos dalam hal pendataan dan pelaporan VCT yang dilakukan oleh WPS di Rumah Sakit, sehingga sering kali terjadi VCT berulang di Griya ASA.
Banyak dari WPS yang sudah menpunyai pasangan/Pacar/Suami tidak melakukan screening dan VCT sehingga Tidak di ketahui Status HIV dan IMSnya.
WPS tidak terbuka dengan mucikari mengenai status HIV mereka. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam mencegah penularan HIV. Kondisi akan lebih buruk jika WPS maupun pelanggan tidak menggunakan kondom, yang akan mempermudah terjadinya penularan.
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan klien serta WPS tentang manfaat VCT-CST sehingga belum semua kelompok resiko tinggi yang terjangkau oleh program ini.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Penderita HIV positif di kota Semarang semakin hari semakin meningkat. Berbagai usaha terus dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah kota Semarang, lembaga – lembaga swasta, sampai lembaga Internasional pun ikut membantu dalam memerangi angka kenaikan HIV tersebut. Namun hal tersebut dirasakan masih kurang karena dari pihak penderita sendiri belum ada kesadaran untuk menghentikan perilaku mereka yang menyebabkan resiko tinggi penularan..
Untuk menurunkan angka morbiditas IMS dan morbiditas serta mortalitas HIV dan AIDS, Griya ASA melaksanakan program VCT ( Voluntary Counseling and Testing ) – CST ( Care, Support, and Tretment ). Pelaksanaan VCT terdiri dari 3 tahap yaitu konseling pre testing, testing, dan konseling pasca testing. Sasaran VCT-CST adalah kelompok resiko tinggi non lokalisasi, kelompok resiko tinggi lokalisasi dan klien rujukan. Sedangkan CST memiliki arti perawatan, dukungan, dan pengobatan yang pelaksanaannya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak antara lain tenaga medis, konselor, manager kasus, dan buddies.
Banyak kendala yang masih sering kita temukan dalam pelaksanaan VCT – CST, kendala – kendala tersebut antara lain :
1. Ketidaksiapan klien dalam menerima hasil
2. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan klien tentang manfaat dari VCT- CST sehingga belum semua kelompok resiko tinggi yang terjangkau oleh program ini
3. Ketidaknyamanan tempat pre konseling yang dilakukan oleh petugas lapangan.
4. Jauhnya jarak pengambilan obat dengan tempat tinggal klien
5. Kurangnya kemampuan ekonomi klien untuk pengobatan
6. Masih besarnya stigma negatif masyarakat tentang ODHA
IV.2 SARAN
1. Meningkatkan pengetahuan kelompok beresiko tinggi dengan memberikan informasi mengenai hal – hal yang berhubungan dengan IMS dan HIV serta AIDS melalui petugas lapangan sehingga diharapkan kelompok beresiko tinggi memiliki kesadaran untuk datang ke klinik untuk mendapatkan pelayanan VCT-CST.
2. Meningkatkan kerjasama antar lembaga yang bergerak dalam menangani kasus HIV dan AIDS, sehingga para ODHA mendapatkan kemudahan dalam mengakses berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan mengenai pelayanan kesehatan.
3. Memberi dukungan moral dan material bagi ODHA.
4. Memberi pengertian kepada keluarga dan masyarakat yang tinggal dalam lingkungan resiko tinggi perihal HIV dan AIDS dengan tujuan meluruskan pandangan masyarakat mengenai penularan HIV yang selama ini telah salah sehingga stigma masyarakat diharapkan dapat berubah.
BAB IV
ILUSTRASI KASUS
IV.1 IDENTITAS RESPONDEN
Nama : Mbak R
Usia : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Asal : Malang
Pendidikan : SD
Pekerjaan : WPS
Status : Janda
Agama : Islam
Nama Mucikari : Ny. X
Alamat : Gang X, Sunan Kuning, Semarang
Lama Bekerja di SK : 4 Tahun
Alasan bekerja sebagai WPS : Kesulitan ekonomi
IV.2 HASIL WAWANCARA
Klien berinisial R, berusia 38 tahun berasal dari Malang, mengaku sudah menikah dan mempunyai 2 anak. Hingga saat ini, R sudah menjalani profesi sebagai WPS selama 4 tahun. R mengaku memilih profesi ini atas keinginan sendiri dan karena tuntutan ekonomi. Sebelum menjadi WPS, R sebagai ibu rumah tangga namun setelah bercerai R mulai bekerja sebagai WPS di sunan kuning. R juga mengatakan bahwa ia sudah berusaha mencari pekerjaan lain, namun selalu ditolak. Pada mula sebagai WPS, R sama sekali tidak tahu bahaya penularan HIV/AIDS. R mengaku ia tidak 100% menggunakan kondom saat melayani tamu, terutama pada tamu yang menolak menggunakan kondom. R merasa tidak betah bekerja di lokalisasi Sunan Kuning . Ia berniat untuk mencari pekerjaan lain . R mengetahui adanya pelatihan tata rias rambut dan menjahit, R tertarik untuk mengikutinya dengan alasan bahwa dengan mengikuti pelatihan tersebut R mendapatkan pekerjaan yang lebih layak sehingga bisa berhenti dari pekerjaan sebagai WPS. R mengaku sehari ia bisa mendapatkan 300.000-400.000. Ia rutin mengirimkan uangnya untuk biaya sekolah anaknya dan biaya hidup kedua orangtuanya. Orangtuanya mengira ia bekerja sebagai pegawai toko.
Selama bekerja di sunan kuning R rutin mengikuti screening dan VCT. Dari program oleh Griya Asa tersebut, R mendapat pengetahuan mengenai Infeksi menular seksual dan HIV. Setelah melakukan pemeriksaan VCT pada tahun 2008 diketahui bahwa hasil pemeriksaan reaktif. R mengaku takut akan keadaannya tersebut, tetapi untuk saat ini R belum dapat berhenti dari profesinya dengan alasan tuntutan ekonomi untuk membantu membiayai hidup dan sekolah anaknya. Penghasilan yang didapat dari profesi WPS besar dan cukup untuk menghidupi keluarganya. Jika sudah mempunyai uang banyak dan mendapat pasangan yang mapan, R bercita-cita untuk menikah kembali, membina keluarga baru dan membuka usaha salon.
R membersihkan vaginanya dengan sabun sirih dan mencongkelnya dengan jari. R tidak suka minum bir tetapi terpaksa meminumnya saat menemani tamunya karaoke .
R merasa kelompok resos cukup mendukungnya untuk memperhatikan kesehatan seksualnya. Selama ini, kelompok resos mendukung dan memotivasi R untuk mengikuti sekolah tiap hari kamis, melakukan VCT tiap 3 bulan sekali dan screening 2 minggu sekali. Ia tidak mendapat kondom dari kelompok resos tetapi dari temannya yang menjadi Peer Educator. R merasa mami (induk semang) tidak menuntut target penghasilan dan tidak pernah bertindak kasar. R tinggal di rumah bersama lima orang teman di lingkungan Sunan Kuning.
IV.3 MASALAH
• Tidak selalu menggunakan kondom saat melayani tamu.
• Tuntutan membiayai ekonomi keluarga yang membuat WPS tidak bisa melepaskan diri dari profesinya.
• Mengidap HIV positif.
IV.4 SARAN
1. Screening dan VCT diwajibkan untuk WPS sehingga dapat diketahui kondisi kesehatan seksual WPS .
2. Sosialisasi progam menabung bagi para WPS sehingga penghasilan yang diperoleh WPS tidak terbuang sia-sia dan dapat digunakan di kemudian hari
3. Peningkatan kegiatan pendidikan ( kuliah ) dan motivasi bukan hanya untuk WPS tetapi juga melibatkan kelompok resos
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual, Jakarta, 2006
2. Hand out Program pencegahan IMS, HIV dan AIDS melalui Komunikasi Perubahan Perilaku dan pelayanan klinik IMS secara komprehensif di antara WPS se - Kota Semarang.
3. Data HIV AIDS. Diunduh dari http://www.aids-jateng.or.id, Diakses tanggal 29 Mei 2010.
Langganan:
Postingan (Atom)