I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ukuran dari keberhasilan pelayanan kebidanan modern tercermin dari penurunan angka kematian maternal (maternal mortality rate) dan kematian perinatal (perinatal mortality rate). Di negara-negara maju angka kematian maternal telah berhasil diturunkan sampai tingkat terendah. Bahkan ukuran keberhasilan sudah bergeser kepada bagaimana menekan angka kematian perinatal dan meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan reproduksi.
Salah satu penyakit pada ibu hamil yang dapat meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi adalah Preeklamsia – Eklamsia. Eklamsia di Indonesia mengakibatkan kejadian morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang sangat tinggi. Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin.
Secara umum, tanda dari Preeklmsia adalah hipertensi, edem, dan proteinuria. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklamsia. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Penyebab pasti dari eklamsia sendiri belum diketahui, tetapi kita dapat mengetahui factor predisposisi dari penyakit ini, meliputi primigravida, kehamilan ganda, mola, hipertensi kronik, DM, obesitas dan malnutrisi. Karena itu diagnosis dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati preeklamsia ringan agar tidak berlanjut menjadi pereklamsia berat dan mencegah preeklamsia berat menjadi eklamsia. Hal ini hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama hamil, meliputi pengukuran tensi setiap saat serta pemberian vitamin dan mineral.
B. Tujuan
1. Untuk menganalisis kasus eklamsia yang terjadi pada kehamilan sehingga diharapkan mampu untuk mendiagnosis secara dini baik dari gejala atau tanda yang ada pada pasien.
2. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pada kasus eklamsia sehingga diharapkan dapat mengurangi tingginya angka kematian baik pada ibu maupun bayi akibat eklamsia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. EKLAMSIA
1. Definisi
Eklamsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklamsia (hipertensi, edema, proteinuria).1
2. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui atau masih merupakan “a disease of teories”.2 Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklamsia disebabkan oleh iskemia rahim dan plasenta (iskemia uteroplasenter).2
3. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklamsia dan eklamsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada pasien preeklamsia-eklamsia.3 Menurut Rustam (1989), eklamsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada system saraf, yaitu dapat menimbulkan sakit kepala, gangguan visus, hiperefleksi, kejang-kejang dan ma yang disebabkan karena berkurangnya cairan darah ke otak, hipoksia otak dan edema otak.4 Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada wanita yang meninggal karena eklamsia terdapat kelainan pada otak, disamping adanya kelainan pada hati, ginjal, paru-paru dan jantung. Kelainan pada organ-orgain lain tersebut dapat berupa nekrose, hemoragi, edema, hyperemia, atau iskemia dan trombosis. Pada plasenta terdapat infark-infark karena degenerasi sinsitiotrofoblast. Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium, hemokonsentrasi dan asidosis.4
Kenaikan berat badan dan udem yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial yang terjadi pada pasien eklamsia sampai saat ini belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.3 Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola glomerulus.3
4. Gambaran Klinis3
Eklamsia selalu didahului oleh makin memburuknya preeklamsia berat dan terjadinya gejala-gejala seperti nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di daerah epigastrium dan hiperrefleksia yang selanjutnya diikuti dengan kejang. Gejala lain adalah adanya kenaikan berat badan mendadak aibat retensi cairan, pembengkakan muka dan tangan, nausea, vomitus dan pengeluaran urin berkurang, proteinuria, dan trombosit kurang dari 100.000/mm3.
Kejang pada eklamsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat awal (aura). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 deti. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
b. Kemudian timbul tingkatan kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai sianotik, lidah dapat tergigit.
c. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang kloni yang berlangsung antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Pendrita menjadi tidak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat jatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejang berhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
d. Tingkat selanjutnya yaitu tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 400C. sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti lidah tergigit (perlukaan dan fraktura), gangguan pernapasan, solution plasenta, dan perdarahan otak.
5. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis eklamsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala preeklamsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklamsia sudah tidak diragukan.
6. Diagnosis Banding3
Untuk menegakkan diagnosis eklamsia, eklamsia harus dibedakan dari :
a. Epilepsi
Dalam anamnesis diketahui adanya serangan kejang sebelum hamil atau pada hamil muda, sedangkan tanda preeklamsia tidak ada.
b. Kejang karena obat anestesia
Apabila obat anesthesia lokal disuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang.
c. Koma karena sebab lain
Misalnya karena diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, dan sebagainya.
7. Pencegahan1
Umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah, atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia terdiri atas:
a. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
b. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan.
c. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklamsia tidak juga dapat dihilangkan.
8. Penatalaksanaan1,3,5,6
Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengijinkan. Dasar-dasar pengelolaan eklamsia:
a. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
b. Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
c. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
d. Mengatasi dan mencegah kejang
e. Koreksi hipoksemia dan academia
f. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya krisis hipertensi
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat.
Pengawasan dan perawatan intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklamsia, sehingga pasien harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang. Untuk penatalaksanaan eklamsia sendiri terdiri dari:
a. Terapi Medikamentosa
i. Segera masuk rumah sakit
ii. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
iii. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrose 5%
iv. Pemberian antikejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
v. Pemberian MgSO4 dibagi :
- Loading dose (initial dose) : dosis awal, 4 gr (10 cc) 40% i.v diencerkan sampai 25 cc, masukan pelan-pelan selama 10 menit atau lebih, disusul 6 gr 40% drip dalam RL 500 cc.
- Maintainance dose : dosis lanjutan, tiap 6 jam diberikan 6 gr 40% drip, diteruskan sampai 24 jam pasca persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Adapun syarat-syarat pemberian MgSO4 adalah :
- reflek patella normal
- respirasi > 16 kali per menit
- produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100cc
- siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc.
b. Perawatan kejang
i. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak diperkenankan ditempatkan di ruang gelap, sebab bila terjadi cyanosis tidak dapat diketahui).
ii. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi Trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi.
iii. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lender dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia.
iv. Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas.
v. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur.
vi. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat.
c. Perawatan koma
i. Derajat kedalaman koma diukur dengan Glasgow Coma Scale
ii. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
iii. Hindari decubitus
iv. Perhatikan nutrisi
d. Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain
Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :
i. Edema paru
ii. Oliguria renal
iii. Diperlukannya katerisasi arteria pulmonalis
e. Pengelolaan eklamsia
i. Sikap dasar pengelolaan eklamsia : semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
ii. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
iii. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu setelah :
- pemberian obat anti kejang terakhir
- kejang terakhir
- pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
- penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow Coma Scale yang meningkat)
f. Cara persalinan
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
Pengelolaan Konservatif :
i. Indikasi
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai gejala-gejala impending eklamsia dengan keadaan janin baik.
ii. Pengobatan medicinal
iii. Pengobatan obstetric
- Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklamsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medicinal dan harus diterminasi.
Cara terminasi kehamilan:
i. Belum inpartu :
- Induksi persalinan, dengan amniotomi + oksitosin drip dengan syarat bishop score > 5.
- Seksio sesarea bila:
o Syarat oksitosin drip tak terpenuhi atau adanya kontra indikasi
o 12 jam seja dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesarea.
ii. Sudah inpartu :
- Kala I :
Fase Laten : Seksio sesarea
Fase aktif :
o Amniotomi
o Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesarea.
g. Perawatan pasca persalinan
i. Tetap dimonitor tanda vital
ii. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan.
Pengikut
Minggu, 27 Juni 2010
Sabtu, 26 Juni 2010
AKTIVITAS FISIK SELAMA KEHAMILAN
(Haruskah diperhatikan atau diabaikan)
Melakukan aktivitas fisik selama kehamilan terlihat aman bagi wanita, apakah berpengaruh pada pertumbuhan janin, perjalanan kehamilan, berat lahir, atau kesehatan maternal ?
Sepanjang sejarah, aktivitas fisik selama kehamilan lebih banyak berdasarkan atas kultur dan sosial dari pada bukti-bukti ilmiah. Saran standart untuk “moderasi”, meskipun definisi “moderasi” bervariasi seperti berjalan setiap hari setidaknya 2-6 mil (3,2-9,2 km), dimulai abad 20 sampai rekomendasi pada tahun 1950 muncul, tidak diteruskan dengan olah raga tetapi mengerjakan rumah dan berjalan 1 mil lebih disukai dan dipisah menjadi beberapa tahap pendek.
Review ini bertujuan untuk menguji bukti-bukti dan memberi panduan untuk keamanan latihan prenatal yang baik.
Pertimbangan Fisiologis
Kehamilan menekan tubuh lebih banyak dibandingkan dengan kejadian fisiologis lain pada kehidupan wanita sehat dan membutuhkan pertimbangan adaptasi kardiovaskular, metabolik, hormonal, respirasi dan muskuloskeletal. Karena adaptasi yang terjadi selama kehamilan berfungsi untuk memberi makanan dan melindungi janin, dan hal ini terjadi selama dilakukannya latihan untuk menjaga homeostasis maternal, maka aktivitas fisik selama kehamilan akan menciptakan konflik kebutuhan antara maternal dan janin serta resiko untuk hasil kehamilan.
Aliran Darah Uterus
Secara fungsional, peningkatan volume darah selama kehamilan membantu sistem vaskular dalam memperluas uterus dan menumbuhkan unit fetoplasental. Selama latihan jangka pendek, cardiac output didistribusikan organ sphlanik untuk kerja otot. Respon hemodinamik saat latihan merupakan perhatian dasar untuk mengetahui terjadinya hipoksia janin dan retardasi pertumbuhan janin (IUGR).
Penelitian yang dilakukan pada manusia dan hewan, ditemukan adanya penurunan aliran darah uterin dalam latihan selama kehamilan, beberapa mekanisme memperlihatkan aktivitas menjaga konsumsi oksigen janin secara relatif. Hasil pengiriman O2 janin dan konsumsi O2 janin tidak tercapai selama latihan maternal.
Hipertermia
Saat istirahat, temperatur janin kira-kira lebih tinggi 0,5 dari pada temperatur maternal. Keadaan ini dapat meringankan temperatur janin dengan menyalurkan temperatur ke ibu, terutama melalui plasenta. Karena hipertermi berat mempengaruhi efek teratogenik terutama defek tube neural dan faktor primer mempengaruhi temperatur janin terlihat pada temperatur maternal, kelebihan temperatur maternal dapat menimbulkan ancaman serius pada janin. Temperatur janin selama aktivitas maternal tidak dipelajari secara langsung pada manusia, observasi memperlihatkan perubahan relatif moderate temperatur maternal selama aktivitas kehamilan, dibandingkan dengan aktivitas yang tidak hamil, peningkatan thermoregulasi selama kehamilan akan melindungi dari hipertermia.
Ketersediaan Substrat
Salah satu energi untuk latihan aerobik, terutama untuk intensitas yang lebih tinggi adalah karbohidrat yang diperlukan otot skeletal dengan menjaga glukosa plasma pada level tetap melalui peningkatan otot skeletal dengan menjaga glukosa plasma pada level tetap melalui peningkatan produksi glukosa hepatik. Aktivitas akan meningkatkan toleransi glukosa, sensitivitas insulin di perifer dan mengurangi respon insulin beban glukosa. Sebaliknya bila kehamilan telah lanjut, saat istirahat, toleransi glukosa melemah, sirkulasi insulin meningkat, sensitivitas insulin (terutama pada otot skelet) menurun, glukosa plasma puasa meningkat, bahkan puasa di malam hari meningkatkan asam lemak bebas dan keton, dan menyebabkan “kelaparan”.
Secara fungsional, perubahan ini memisahkan glukosa fetus dengan meningkatkan mobilisasi lemak untuk mengalirkan substrat ke jaringan maternal. Karena janin tergantung pada suplai glukosa untuk lemak dan sintesis protein, sebuah pertanyaan yang tak terselesaikan tentang latihan selama kehamilan adalah apakah karbohidrat dibutuhkan atau tidak oleh janin dan otot yang bekerja tanpa mengganggu ibu atau bayi.
Banyak penelitian menemukan bahwa latihan, terutama pada kehamilan lanjut, mempunyai efek hipoglikemia. Apakah hal ini mempunyai efek merusak hasil kehamilan khususnya pertumbuhan janin, tidak dapat ditentukan. Bagaimanapun aktivitas bermanfaat pada diabetes gestasi.
Kontraksi Uterus
Adrenalin dan nonadrenalin dilepaskan selama aktivitas baik selama hamil atau tidak, dengan meningkatkan nonadrenalin dibandingkan adrenalin. Secara teori, karena nonadrenalin sebagai stimulator uterus, latihan yang dilakukan dapat menstimulasi kontraksi uterus dan menyebabkan kelahiran prematur. Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa latihan atau aktivitas fisik lain tidak menstimulasi aktivitas uterus, meskipun dengan latihan meningkatkan katekolamin maternal, level katekolamin janin terlihat relatif stabil. Hal ini menghalangi efek stimulasi pada pengaruh nonadrenalin maternal dan melindungi aktivitas uterus yang berlebihan.
Pertimbangan Psikologis
Pada masalah psikologis yang potensial, memperlihatkan mekanisme kompensasi yang melindungi janin. Bukti penelitian pada manusia berhubungan dengan aktivitas fisik selama kehamilan mendukung kesimpulan bahwa psikologis lebih adekuat dalam mengakomodasi adanya penekanan aktivitas selama kehamilan, terutama ketika wanita sehat dengan kehamilan yang normal dan mampu untuk memiliki usaha yang sesuai dengan tingkatannya.
Aktivitas Fisik dan Hasil Kehamilan
“Western Societies” lebih dari 20 tahun yang lalu, terdapat 2 sekuler tentang aturan pada wanita, berdasarkan literatur pertumbuhan tubuh dengan efek aktivitas fisik dan hasil kehamilan. Yang pertama adalah meningkatkan partisipasi wanita dalam pekerjaan dan meningkatkan partisipasi wanita pada aktivitas kehamilan. Hasilnya banyak wanita hamil yang mengalami level yang kronis dan stress fisik yang berpengaruh pada pemaparan hasil kehamilan.
Perkembangan dan Pertumbuhan Janin
Banyak buku-buku yang telah menguji hubungan antara kehamilan, berat lahir janin dan umur gestasi. Pada beberapa kasus dilaporkan, wanita yang berlari secara teratur pada saat hamil, kelahirannya normal dan mempunyai janin yang berat lahirnya normal. Laporan ini didukung kurangnya kelompok perbandingan, sehingga tidak mungkin menyamakannya.
Beberapa penelitian telah gagal mencari hubungan yang signifikan antara fitness dan berat lahir atau umur gestasi. Salah satu penelitian telah membandingkan hasil kehamilan pada wanita yang berpartisipasi dalam program latihan yang teratur selama kehamilan dengan kelompok yang tidak latihan sebagai kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan positif, negatif dan tanpa efek. Ukuran sample kecil secara umum mungkin tidak memberikan statistik yang sesuai untuk mendeteksi hubungan yang benar-benar ada.
Sebuah meta-analisis, data dari 18 penelitian observasi dan intervensi menunjukkan tidak ada perbedaan pada berat lahir atau umur gestasi antara wanita yang latihan atau tidak. Ini beralasan untuk menyimpulkan bahwa latihan selama kehamilan normal wanita sehat tidak berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin.
Aktivitas Bekerja
Penelitian epidemiologi tentang aktivitas bekerja terhadap berat lahir dan umur gestasi menggambarkan hubungan timbal balik. Berdiri, diterima karena kemungkinan terkumpulnya aliran vena, menurunnya tekanan darah dan aliran darah uterus, terutama pada kehamilan lanjut. Aktivitas bekerja lainnya seperti angkat berat, berhubungan dengan meningkatnya resiko kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Pada beberapa penelitian, telah mengkategorikan keseluruhan aktivitas fisik, diantaranya dari tahap pemakaian energi beberapa waktu dengan duduk berjam-jam, berdiri, angkat berat, kebutuhan untuk kekuatan tubuh bagian atas, kerja dengan giat, tekanan, tidak menunjukkan adanya hubungan antara berat lahir rendah atau prematuritas.
Penelitian aktivitas fisik dan pertumbuhan dan perkembangan janin secara bersama mengindikasikan bahwa aktivitas fisik itu aman, terutama dengan nutrisi yang baik, wanita yang sehat.
Pengecualian untuk ini termasuk peningkatan resiko yang berhubungan dengan prematuritas dengan berdiri yang terlalu dan penurunan berat lahir dihubungkan dengan nutrisi yang buruk dan berat yang dibatasi.
Perjalanan Kehamilan, Persalinan dan Kelahiran
Terdapat beberapa studi yang sistematis aktivitas fisik dan hasil kehamilan seperti keguguran, komplikasi kehamilan dan kelahiran, type kelahiran dan persalinan yang lama. Bukti yang ada umunya menunjukkan tidak saling berhubungan. Walaupun demikian hal tersebut merupakan suatu pengecualian.
Khusus fitnes dan aktivitas ayang tingkatnya alebih tinggi mungkin dapat berhubungan dengan persalinan yang lebih cepat. Beberapa penelitian memberi kesan bahwa latihan selama masa kehamilan mungkin berhubungan dengan type persalinan, tetapi petunjuk mengenai hubungan ini belum jelas. Dan lagi temuan-temuan yang menghubungkan dengan sedikit toxaemia, mengurangi resiko hipertensi gestasional dan preeklamsi, dan berkurangnya frekwensi dari komplikasi yang lain pada kehamilan, persalinan dan kelahiran telah dilaporkan. Bagaimanapun ketidak konsekuensian dalam penentuan-penentuan dan kelemahan metode dari banyak studi menyebabkan interprestasi dari hasil-hasilnya menjadi sulit. Meskipun demikian penemuan ini bersamaan dengan kealpaan beberapa laporan masalah-masalah signifikan yang berhungan dengan aktivitas memberi kesan bahwa aktivitas atau latihan selama kehamilan yang sehat tidak akan menimbulkan konsekuensi yang menyakitkan selama kehamilan dan mungkin mempunyai beberapa manfaat.
Kesehatan Maternal
Pengamatan pada wanita yang beraktivitas terus-menerus selama kehamilan, meskipun biasanya pada tingkat mengurangi aktivitas memberi kesan bahwa mungkin mereka menaikkan atau setidaknya tidak merubah kapasitas/frekwensi erobik mereka. Memperbaiki penampilan dengan olahragawati yang berkompetisi yang mempunyai pengalaman mengikuti persalinan terbukti memberi dukungan yang anekdotal untuk pandangan ini, sama seperti penelitian kasus olahragawati yang mempertahankan kapasitas fitnes mereka sebelum kehamilan sampai masa kehamilannya.
Gejala-gejala Kehamilan
Beberapa studi telah menemukan bahwa wanita yang berlatihan fisik selama kehamilan dilaporkan bahwa gejala-gejala yang biasa timbul pada kehamilan seperti nausea, kelemahan, kram kaki, sakit di seputar ligamen dan sakit punggung. Hasilnya memberi kesan bahwa wanita tidak banyak melakukan aktivitas karena mereka merasa lebih baik, tetapi merasa lebih baik karena mereka melakukan aktivitas. Dan lagi bukti terbatas yang mengindikasikan bahwa latihan selama kehamilan berhubungan dengan manfaat psikologi seperti meningkatkan kepercayaan diri dan penampilan diri, sebaik peningkatan nafsu dan tidur yang nyaman. Mekanisme biologi yang bertanggung jawab pada efek-efek ini dapat termasuk hormonal dan adaptasi metabolisme yang berhubungan dengan fungsi kardiovaskuler, perubahan pelepasan katekolamin dan responnya, dan meningkatkan opiat endogen, hal di atas terjadi pada kehamilan itu sendiri.
Perlukaan pada Otot-otot Rangka
Perubahan anatomi dan psikologi yang mengiringi kehamilan mungkin meningkatkan resiko perlukaan pada otot-otot rangka dari latihan gerak badan dan olah raga.
Pertama, perubahan pada ukuran dan orientasi dari uterus meningkatkan lordosis dan meningkatkan tekanan pada tulang belakang bagian bawah. Hal ini juga merubah sentral gravitasi yang membuat keseimbangan semakin sulit. Kedua, pada permulaan kehamilan peningkatan sekresi dari relaksin menyebabkan kelemahan pada ligamen pelvis dan melunakkan fibrokartilago yang menahan tulang pelvis yang bersamaan. Hal ini sama terjadi pada persendian-persendian lain dan peningkatan yang sama untuk terjadinya ruptur pada ligamentum. Dan lagi pada kehamilan tua udem merupakan hasil dari retensi air, dapat membatasi jarak dari gerakan pada mata kaki dan pergelangan tangan dan menyebabkan kompresi nervus di pergelangan tangan dan tangan bengkak pada daerah karpal. Akhirnya kehamilan berhubungan dengan bertambahnya berat badan sehingga dapat menambah tekanan pada sendi-sendi yang lain seperti lutut dan mengurangi pergerakan.
Meskipun penelitian efek dari latihan selama kehamilan belum banyak dilaporkan tentang perlukaan pada otot rangka, didapat data klinik yang memberi kesan bahwa perlukaan seperti itu memang sering terjadi. Kejadian ini sering tidak terdokumentasi, tetapi implikasi untuk jangka lama bagi ibu dan kesehatan janin terlihat minimal.
Rekomendasi Untuk Latihan Selama Kehamilan
Wanita normal yang sehat, kehamilan yang tidak ada komplikasi boleh melakukan latihan dengan sedikit pengurangan tanpa pengaruh yang merugikan bagi bayi dan diri mereka sendiri. Wanita yang terlatih yang secara rutin biasa melakukan latihan sebelum konsepsi, dapat terus meneruskan program latihan mereka, meskipun pada kenyataannya gejala spesifik dan tingkat kenyamanan secara keseluruhan sering kali cara latihannya berubah dan mengurangi durasi, frekwensi atau intensitasnya. Untuk wanita yang tidak biasa berlatih sebelum kehamilan adalah sangat aman untuk memulai program latihan, terutama sekali di trimester kedua. Dengan demikian kehamilan mungkin merupakan waktu bagi wanita untuk membuat perubahan tingkah laku yang positif, saat itu mungkin sebenarnya adalah saat yang optimal untuk membangun aktivitas-aktivitas kebiasaan seumur hidup, meskipun kehadiran bayi dapat mengganggu kebiasaan tersebut.
Komponen Program Latihan Prenatal
Rancangan dasar dari program latihan prenatal adalah sama dengan program latihan lainnya. Program tersebut harus sesuai dengan individu masing-masing peserta, yang perlu diperhatikan pada mereka adalah :
- Status kesehatan.
- Pengalaman dan program latihan.
- Kepentingan atau minat dan keinginan.
Dan harus termasuk di dalamanya :
- Kondisi aerobik.
- Kekuatan otot.
- Daya tahan atau ketahanan.
- Fleksibilitas.
- Pemanasan.
- Pendinginan.
- Relaksasi.
Anjuran latihan yang spesifik harus dirumuskan sebagai pengertian dari perubahan anatomi dan psikologi dan menentukan keperluan menurut kehamilan. Untuk kondisi aerobik, keputusan tentang modal latihan, frekwensi, durasi dan intensitas harus dikendalikan dengan akal sehat dan berdasarkan kenyamanan. Aktivitas aerobik yang tepat termasuk berjalan, berenang, kelas aerobik yang ringan dan latihan di air. Aktivitas yang harus dihindari termasuk yang membawa resiko trauma abdominal atau yang menampilkan kondisi lingkungan yang berbahaya, seperti scuba diving. Aktivitas yang cepat, seperti lari mungkin bisa menambah perlukaan pada otot-otot rangka sehubungan dengan bertambahnya kelemahan jaringan lunak penghubungan dan banyak wanita meskipun tidak semuanya mendapatkan bahwa aktivitas ini meningkatkan ketidak nyamanan selama kehamilan.
Wanita hamil tidak perlu dibatasi intensitas latihannya khususnya untuk mencapai heart rate tertentu, malah, karena istirahat heart rate naik selama kehamilan dan pengurangan heart rate maksimal terutama sekali pada akhir kehamilan, kegunaan dari penargetan heart rate untuk menetapkan intensitas yang terbatas. Wanita harus didorong untuk memonitor intensitas dengan penglihatan yang subyektif terhadap pengerahan tenaga yang cepat.
Dan lagi untuk membentuk kekuatan otot-otot rangka dan daya tahan secara keseluruhan, tujuan dari kondisi otot dalam program prenatal adalah untuk memperbaiki posture, memberikan penyangga yang kuat untuk dada, otot yang kuat untuk digunakan selama persalinan dan mencegah inkontinensia urine. Aktivitas spesifik yang menyempurnakan tujuan ini termasuk mengangkat dan memutar lengan, memiringkan dan menggoyangkan pelvis, melengkungkan perut dan tulang belakang. Memiringkan pelvis ternyata juga dapat mengurangi rasa sakit di sekitar ligamen.
Tindakan Pencegahan
Karena kehamilan merupakan proses psikologi yang komplek, ada pertimbangannya keamanan yang berhubungan dengan latihan yang berlebihan dan hal tersebut di atas digunakan untuk keadaan tidak hamil.
TABEL I. Tindakan Pencegahan Dalam Latihan Selama Kehamilan
• Frekwensi latihan yang teratur lebih baik dari pada aktivitas yang jarang
• Latihan dengan posisi supine sebaiknya dihindari setelah trimester pertama
• Intensitas latihan sebaiknya dimonitor sehubungan dengan gejala-gejala dan menghindari latihan yang berat
• Latihan yang membutuhkan keseimbangan sebaiknya dihindari, terutama pada trimester ketiga
• Masukan kalori dan nutrisi yang adekuat harus dijaga
• Kehilangan panas, terutama pada trimester pertama sebaiknya diantisipasi dengan hidrasi yang adekuat, pakaian yang pantas dan menghindari yang panas dan lingkungan yang lembab.
Tabel I memuat daftar beberapa garis pedoman dalam hal ini, adalah sangat penting untuk diingat bahwa garis pedoman digunakan untuk wanita normal yang sehat, kehamilan yang tidak ada komplikasi. Latihan atau exercise kontra indikasi untuk wanita dalam kondisi seperti kehamilan hipertensi, toxaemia, preeklamsi, preterm ruptur membran, riwayat persalinan preterm, perdarahan menetap di trimester kedua atau ketiga, servik inkompeten atau beberapa tanda dari retardasi pertumbuhan intra uterin.
Kesimpulan
Literatur tentang aktivitas fisik dan kehamilan hasilnya betul-betul menunjukkan bahwa keinginan atau kemauan atau aktivitas selama kehamilan adalah tidak berbahaya untuk kesehatan, wanita dengan gizi baik. Jelas terlihat ketidak sesuaian antara kemungkinan bahaya psikologi dari aktivitas fisik selama kehamilan dan biasanya murni atau sedikit memberikan efek yang baik dari latihan selama kehamilan nilai hasilnya untuk keberadaan dari adaptasi psikologi terhadap kehamilan dan latihan yang memberikan perlindungan terhadap ibu dan bayinya. Akan tetapi dari pandangan kesehatan masyarakat, literatur tidak menjelaskan tentang masalah apakah latihan selama kehamilan harus secara aktif dipromosikan dari pada hanya ditoleransi. Meskipun beberapa penelitian memberi kesan efek yang bermanfaat dari olah raga, penemuan-penemuan, terutama sekali dalam hal berat lahir adalah umunya murni. Oleh karena itu kesehatan masyarakat harus tepat, berdasarkan dari data penelitian kemungkinan bukan tentang wanita yang harus latihan selama kehamilan, tetapi tentang bahwa mereka boleh melakukannya. Dan jika mereka memilih untuk melakukan mereka mungkin merasa lebih menyenangkan selama kehamilan dan merasa lebih segar setelah melahirkan.
1. Aktivitas fisik yang bagaimanakah yang dapat mempengaruhi diabetes gestosis?
Jawab :
Diabetes gestosis adalah intoleransi karbohidrat yang ditimbulkan oleh kehamilan. Penatalaksanaannya pada wanita hamil tanpa hiperglikemi puasa yang menetap, tetapi dengan hasil tes toleransi glukosa oral yang abnormal, diobati dengan diet saja, program latihan yang bebas dianjurkan pada pasien-pasien ini. ( Dalam literatur ini tidak disebutkan “ latihan bebas “ yang dianjurkan tersebut ; Willams Obstetri )
2. Kapan secara tepat aktifitas fisik dapat dilakukan selama kehamilan ?
Jawab :
Dalam literatur, tidak disebutkan pada usia kehamilan berapa seorang ibu hamil boleh melakukan aktifitas fisik. Pada umumnya, tidak perlu bagi wanita hamil membatasi olah raga, asalkan ibu tidak menjadi terlalu capek atau ada resiko cedera bagi ibu dan anak.( Williams Obstertri )
Catatan koass Forensik (semarang)
A. VISUM ET REPERTUM
• Tujuan koass forensic (secara sempit)
• Membuat visum, sedangkan secara luas untuk membuat keterangan ahli diperadilan
• Mengetahui cara otopsi
• Definisi VISUM et Repertum (point penting), visum = melihat (panca indera lainnya) , repertum = melaporkan.
1. Laporan tertulis yg dibuat oleh dokter
2. Atas permintaan penyidik (hokum yg berwenang).contoh: polisi
3. Dengan pengetahuan sebaik-baiknya
4. Berdasarkan sumpah jabatan
5. Untuk kepentingan peradilan.
• Visum penting bila bisa menjadi alat bukti dipengadilan, bila memenuhi syarat:
1. Material: pada bagian pemberitaan
• Objektif : sesuai kenyataan.
• Relevan : Sesuai permintaan/tujuan.
• Sesuai bahasa yg dimengerti oleh pembaca visum
2. Formal : pada bagian Penutup
• Sumpah jabatan (PENTING)
• Sumpah didepan hakim
• Sumpah didepan penyidik
• Dilakukan otopsi jika:
-Ada SPVR (surat permintaan visum et repertum)wajib dari kepolisian
-Ada surat ijin keluarga
• peran dokter dalam bidang forensic:
- visum et repetum
- keterangan ahli
• KUHAP bagaimana menyelenggarakan Acara pidana,supaya kasus pidana yg ditangani bisa diseleseikan dipengadilan.
• KUHP kumpulan ketentuan dan sanksi.(Selalu dimulai dgn “Barangsiapa”….)
• permintaan VER berdasarkan KUHAP pasal 133;
(1). Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yg diduga karena peristiwa yg merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2). Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yg dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3). Mayat yg dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dgn penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yg diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.
• unsur yg harus ditemui oleh dokter dengan permintaan VER adalah korban, surat dan polisi (harus datang).
• ketentuan surat VER
menggunakan bahasa Indonesia (bahasa latin/kedokteran tidak diperkenankan) karena yg membaca bukan hanya orang medis.
tidak boleh menggunakan singkatan. Contoh:5cm harus lima sentimeter
pada tepi kertas yg berjarak dengan linea atau akhir kalimat harus diberi garis putus-putus. Contoh: panjang luka lima sentimeter----(tujuan untuki menghindari penambahan kata atau kalimat yg pada dasarnya merupakan “pemalsuan”.
• Visum et Repertum merupakan pengganti barang bukti.
• Bagian tetap VER
I. Projustitia= pembukaan, tujuan untuk kepentingan peradilan (pengganti materai). Boleh ditulis “Demi Keadilan”.
II. Pendahuluan
- Judul
- Identitas yg meminta visum
- Identitas dokter
- Identitas korban
- Tempat dan waktu pemeriksaan.
III. Pemberitaan = hasil pemeriksaan (paling penting karena objektif dan memaparkan fakta-fakta.
- Luar : ventral dorsal
- Dalam = otopsi (untuk korban yg mati).
pemeriksaan luar untuk klasifikasi lukanya
pemeriksaan dalam untuk mencari sebabnya (kematian yg diduga tindak pidana (mati tidak wajar).
pemeriksaan tambahan jika sebab kematian belum diketahui dan otopsi. Conoh: PA dan toksikologi.
IV. Kesimpulan/diagnose (subjectif untuk hasil interpretasi dokter)
V. Penutup (berisi kalimat klarifikasi/penegasan).
• Kalau penyebab diketahui tapi mekanisme belum tentu dapat dijelaskan, mayat dalam keadaan:
- Mutilasi
- Dekomposisi (>48jam)
- Mayat hancur
- Sudah waktunya meninggal
- hanya ditemukan kerangka.
• Korban hidup
- jenis kekerasan
- Jenis luka
- Kualifikasi luka
• Korban mati
- jenis kekerasan
- jenis luka
- sebab kematian
• Jenis VISUM
- Luar : tidak otopsi
- Lengkap : luar + otopsi.
• kualifikasi luka
pada luka ringan: dokter menulis dikesimpulan : “tidak mendatangkan gangguan”
pada luka sedang: “mendatangkan gangguan sementara waktu, nantinya akan sembuh sempurna secara fungsional.
luka berat yg menyebabkan cacat
Contoh : -pada fraktur femur (jalannya pincang)
-penganiayaan: telinga kiri putus, sembuh tapi cacat
- kasus keguguran (keluarnya janin sebelum waktunya.
• Hal-hal berikut ini terdapat dalam kesimpulan visum et repertum korban meninggal akibat tindak pidana menurut Pasal 287 KUHP, yaitu:
1. Identitas
2. Jenis luka
3. Jenis kekerasan
4. Alur luka: pada kasus otosi
5. Sebab kematian (mati),kalau hidup kualifikasi.
• Luka berat adalah luka yang sebagai mana di uraikan di dalam pasal KUHP :KUHP pasal 99
• Luka berat adalah luka yang ....Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
• Kekuatan / daya bukti V et R terletak pada bagian :
Jawab; Pemberitaan
• Visum et repertum merupakan salah satu alat bukti kategori: Surat
• Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi V et R adalah
1. Laporan tertulis dari seorang dokter
2. Permintaan tertulis dari pihak berwajib
3. Berdasarkan keilmuannya
4. Sumpah jabatan
5. Untuk kepentingan peradilan
• Pada Pemeriksaan Luar jenazah kita tidak dapat menentukan : Sebab kematian
• Kualifikasi luka pada V et R Perlukaan ada berapa? ADA 3 (BERAT,SEDANG DAN RINGAN)
• Apa yang terdapat pada bagian pendahuluan V et R?
1. Identitas peminta
2. Identitas dokter yang memeriksa
3. Identitas objek yang diperiksa
4. Di mana dilakukan pemeriksaan
B. VISUM PEMERKOSAAN
• pada kasus perkosaan
- tugas dokter hanya mencari tanda-tanda kekerasan dan persetubuhan.
- kalo senggama temukan sperma diforniks posterior (kalo terlihat).
• perkosaan dalam definisi hukum
- persetubuhan dengan paksaan dgn ancaman dan kekerasan
-Pelaku harus Pria yg mampu
-Korban harus wanita
- yg tidak terikat dalam satu hubungan yg sah suami-isteri.
• pada kasus perkosaan kalau sperma tidak terlihat, bisa karena:
- ingat: waktu lisis sperma perhatikan tenggang waktu antara kejadian dgn pemeriksaan.
- pada pria yg divasektomi dan penyakit yg tidak menghasilkan sperma.
- memang tidak ada persetubuhan.
1. Yang bukan merupakan tujuan pemeriksaan korban perkosaan oleh dokter adalah
a. Mengungkap apakah korban seorang perempuan
b. Mengungkap apakah betul telah terjadi senggama
c. Mengungkap identitas laki-laki yang menyetubuhi
d. Mengungkap apakah korban mampu melakukan senggama
e. Mengungkap apakah betul telah terjadi kekerasan fisik
2. Senggama yang legal adalah senggama yang dilakukan sesuai dengan kaidah hukum dalam artian tidak melanggar hukum. Yang termasuk senggama legal adalah senggama yang dilakukan :
a. Tidak ada consent dari wanita yang bersangkutan
b. Wanita tersebut belum cukup umur
c. Laki-laki dan wanita yang belum terikat hubungan pernikahan
d. Diantara saudara sedarah
e. Dengan wanita yang tidak sehat akalnya
3. Di Indonesia, perkosaan merupakan male crime. Yang dimaksud dengan male crime adalah :
a. Hanya dapat dilakukan oleh ayah korban
b. Hanya dapat dilakuakn oleh saudara dekat korban
c. Hanya dapat dilakukan oleh kaum wanita
d. Hanya dapat dilakukan oleh kaum laki-laki
e. Hanya dapat dilakukan diluar pernikahan
4. Yang bukan merupakan tanda langsung dari persetubuhan adalah :
a. Robeknya selaput dara akibat penetrasi penis
b. Lecet akibat gesekan penis
c. Adanya sperma akibat ejakulasi
d. Terjadinya kehamilan
e. Adanya memar di sekitar vagina
5. Yang bukan merupakan tanda kekerasan fisik adalah :
a. Luka memar di kepala korban akibat pukulan
b. Luka memar dan lecet di payudara akibat bekas gigitan
c. Ditemukannya kadar alkohol yang tinggi dalam darah yang memungkinkan korban tidak sadar
d. Korban ditodong pistol di depan wajahnya
e. Luka memar di perut kibat pukulan pelaku
6. Dalam tindak pidana perkosaan dikenal terdiri dari tiga unsur. Yang merupakan unsur perbuatan adalah:
a. Harus seorang laki-laki
b. Bukan istri dari pelaku
c. Persetubuhan dengan paksaan
d. Harus seorang perempuan
e. Mampu melakukan persetubuhan
7. Salah satu Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam pengungkapan kasus perkosaan adalah absorbsi inhibisi dan alkali fosfatase. Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan tersebuit adalah :
a. Sperma
b. Rambut
c. Darah
d. Gigi
e. Jejas gigitan
8. Yang tidah temasuk kriteria dalam tindak pidana perkosaan adalah :
a. Usia korban harus diatas 15 tahun
b. Pelaku harus laki-laki
c. Korban harus wanita
d. Pelaku bukan suami korban
e. Senggama yang dilakukan dengan paksaan atau ancaman kekerasan
9. Bahan-bahan yang tidak dapat digunakan untuk melacak pelaku perkosaan adalah :
a. Sperma tipe nonsekretor
b. Rambut
c. Darah
d. Gigi
e. Air liur tipe sekretor
10. Yang tidak dapat dipergunakan sampel untuk pemeriksaan DNA adalah :
a. Cairan sperma yang mengandung spermatozoa
b. Rabut yang tercabut dari akar
c. Darah
d. Gigi
e. Bite mark
C. VISUM GANGGUAN JIWA
• pada kasus gangguan jiwa
- masih bisa dipertanggungjawabkan perbuatannya.
Contoh: psikopat, kleptomania, homoseksual
-memang tidak bisa mempertangungjawabkan
Contoh: schizophrenia, retardasi mental.
D. VISUM UNTUK JENAZAH
• Visum untuk jenazah yg sudah kubur biasanya karena:
- awalnya dianggap mati wajar tapi kemudian bukti mati tidak wajar
- awalnya sudah diperiksa tapi hanya pemeriksaan luar, kemudian ada kecurigaan criminal.
- awalnya sudah diperiksa otopsi.
• pertama kali mulai dengan Anamnesa kepada pihak polisi “SUDAH DIKUBUR KAPAN?”
- kalau baru dikubur sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan otopsi karena berharap tanda-tanda intravital masih ada.
- kalau dikubur sudah 2 bulan yg lalu ”Agak segera” hanya bisa menemukan jenis kelamin, karena prostat dan rahim non gravid membusuk paling lama
- kalau dikubur sudah setahun yg laluperiksanya sesempat kita saja karena hasilnya toh sama (sudah tinggal kerangka saja)
• Persiapan Gali KUBUR:
1. Minta pengamanan di lokasi (POLISI)
2. Fasilitas
- ruang darurat untuk kamar otopsi:
bisa dari tirai sebagai dinding
ukuran 3x3 meter
Meja panjang untuk jenazah
Air :PENTING (jumlah cukup banyak)
Tukang untuk menggali
3. Dokter sediakan otopsi set:
1. 2 bilah pisau tajam
2. Gergaji
3. Pinset
4. Jarum yg besar + Benang karung
5. STOPLE 2 buah
-untuk pemeriksaan PA Formalin 10%
-Untuk pemeriksaan Toksokologi alkohol 96%
4. Kalau bisa bawa tim (2 dokter, 1 perawat)
• Begitu masuk ke lokasi sudah harus membuat berita acara
o Pukul, hari, tanggal
o Tim terdiri siapa saja
o TKP berupa gundukan tanah ukuran berapa
o Kedalaman berapa peti jenazah terkena
o Tutup peti dibuka
o Jenazah minta diangkat dan diletakkan dimeja
o Lakukan otopsi.
• Target dari Otopsi ini:
1. Menentukan jenis kekerasan (sesuatu yg menimpa korban)
2. Jenis luka: apa yg diderita tubuh
3. Sebab kematian
• Biasanya; dalam waktu max 3 jam, sudah harus dicapai!
• Jika sebab kematian belum ditemukanmaka harus ambil organ untuk pemeriksaan toksikologi (diduga keracunan lambung) atau PA.
• Dengan demikian otopsi selesai tetapi visum belum tuntas, Stoples yg berisi organ dibungkus dgn karton dan diikat dg tali raffia (simpul mati) + diberi label (tanggal, Nama korban, Organ yg diambil, Larutan formalin/alcohol) kirim Stoples dengan 2 surat: surat untuk laboratorium dan lampiran berisi penemuan hasil otopsi.
• Jika hanya kerangka; yg diharapkan adalah:
1. Perkiraan jenis kelamin
2. Perkiraan Usia (lihat dari GIGI)
3. Kekerasan pada jaringan tulang
4. Tinggi badan
E. TOKSIKOLOGI
• Jenis INSEKTISIDA
1. Organofosfat
2.Organoklorin
3.Karbamat (baygon)
• Jenis insektisida akan mempengaruhi : depresi pusat pernafasan.
• Pintu masuknya: mulut, inhalasi dan kulit
• Otopsi : paling spesifik periksa organ lambung (TOKSIKOLOGI)
• TOKSIKOLOGI Kromotogrfi
o Kualitatif: Bahan apa??
o Kuantitatif: Berapa Banyak??(Mahal)
*Biasanya yg diminta yg kualitatitif aja.
*Dalam penulisan: “Ditemukan tanda-tanda mati lemas karena adanya karbamat dalam lambung.”
REVIEW TOKSIKOLOGI
1. Racun didefinisikan sebagai :
Jawab : Semua zat yang masuk dalam tubuh menyebabkan ganguan kesehatan atau penyakit bahkan kematian
2. Berdasarkan cara kerjanya racun dibedakan menjadi :
Jawab: Racun yang bersifat lokal, sistemik dan lokal-sistemik
3. Prinsip penatalaksanaan keracunan :
1. Cegah pemaparan lanjut.
2. Mengeluarkan zat yang belum diserap.
3. Pemberian antidotum.
4. Mengeluarkan racun yang sudah diserap.
4. Di dalam tubuh tidak semua zat menjadi racun. Salah satu hal yang mempengaruhi kerja racun adalah :
Jawab: Konsentrasi.
5. Pada pemeriksaan forensik kasus keracunan diperlukan analisa toksikologi. Bahan pemeriksaan diambil dari :
1. Darah, urine dan organ depo.
2. Lambung, hati dan empedu.
3. Rambut, kuku dan kulit.
4. Otak, paru-paru dan usus.
6. Bahan pengwet untuk pengiriman toksikologi adalah :
Jawab: Darah menggunakan Natrium fluorida
7. Pengiriman sampel toksikologi pada kasus forensik memerlukan persiapan-persiapan yaitu
1. Bahan yang akan dikirim setelah ditempatkan di botol kemudian ditutup, dibungkus, disegel dan diberi label oleh penyidik.
2. Diserahkan pada penyidik dengan dibuat berita acara penyitaan barang bukti.
3. Pengiriman harus disertai surat permintaan pemeriksaan toksikologi dari dokter yang memeriksa jenazah dan laporan otopsi sementara.
4. Di laboratorium toksikologi dibuat berita acara pembukaan segel.
8. Pemeriksaan jenazah kasus korban keracunan gas Karbon Monoksida ditemukan
Jawab: Lebam mayat berwarna cherry red.
9. Golongan zat pestisida diklasifiksakan menjadi :
Jawab: Insektisida, rodentisida dan herbisida.
10. Golongan zat organofosfat mempunyai cara kerja yang menggangu enzim :
A. Choline Esterase
• Jelaskan apa yang dimaksud dengan thanatologi !
• Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya lebam mayat!
• Apa perbedaan pengertian antara kaku mayat (rigor mortis) dan cadaveric spasme?
• Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan suhu tubuh jenazah!
• Sebutkan faktor-faktor yang mempercepat pembusukan!
• Sebutkan dan jelaskan variasi pembusukan!
• Apa saja kegunaan thanatologi dalam bidang penegakan hukum ?
• Bila lebam mayat sudah tidak berubah dengan penekanan maka perkiraan waktu kematiannya adalah........
• Apadefinisi mati suri dan definisi mati!
• Organ apa yang masih bisa dikenali pada pemeriksaan pembongkaran kubur (jenazah dalam keadaan membusuk kurang dari tiga bulan)!
TEKA – TEKI FORENSIK
1. Otopsi yang betujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan patologik yang timbul adalah :
a. Otopsi medikolegal
b. Otopsi anatomik
c. Otopsi Klinik
d. Otopsi Forensik
e. Otopsi klinik dan Otopsi anatomik
2. Salah satu tujuan dari otopsi forensik adalah membantu mengungkap proses terjadinya tindak pidana yang meliputi antara lain
a. Kapan dan dimana dilakukan tindak pidana
b. Kapan dilakukan, pembunuhan atau bunuh diri
c. Mengungkap identitas korban dan pelaku tindak pidana
d. Mengungkap identitas pelaku tindak pidana dan kapan dilakukan tindak pidana
e. Dimana dilakukan ,pembunuhan atau bunuh diri
3. Sangsi pidana bagi siapa saja yang menghalang-halangi pelaksanaan otopsi diatur dalam :
a. KUHAP pasal 222
b. KUHP pasal 222
c. KUHAP pasal 134
d. KUHP pasal 134
e. KUHAP pasal 133
4. Tehnik pengeluaran organ pada otopsi yang terbaik pada kasus penyakit menular adalah tehnik :
a. Letulle
b. Ghon
c. Virchow
d. Rokitansky
e. Tehnik Y
5. Tehnik pengeluaran organ pada otopsi yang terbaik pada kasus untuk mencari hubungan organ dan proses patologis adalah tehnik :
a. Letulle
b. Ghon
c. Virchow
d. Rokitansky
e. Tehnik I
6. Tehnik pengeluaran organ pada otopsi yang terbaik pada kasus untuk mencari saluran luka pada otopsi forensik adalah tehnik :
a. Letulle
b. Ghon
c. Virchow
d. Rokitansky
e. Tehnik Y
7. Dasar hukum dari otopsi medikolegal adalah
a. KUHAP ps 120, 133, 134
b. KUHP ps 120, 133, 134
c. KUHAP ps 122, 133, 134
d. KUHP ps 122, 133, 134
e. KUHAP ps 120, 134,144
8. Prinsip dalam melaksanakan otopsi forensik antara lain :
a. Bagian tubuh/ organ yang diperiksa hanya yang ada hubungannya dengan tindak pidana sehingga dapat cepat selesai
b. Sedini mungkin,diperiksa yang ada hubungannya dengan tindak pidana saja, dapat dilakukan oleh perawat bila dokter tidak ada
c. Sedini mungkin,lengkap, dilakukan oleh dokter
d. Harus ada ijin keluarga, otopsi dilakukan oleh dokter,
e. Tidak perlu ijin keluarga, diperiksa yang ada hubungannya dengan tindak pidana saja.
9. Pelaksanaan otopsi forensik menurut KUHP adalah :
a. Tidak perlu surat permohonan resmi dari penyidik apabila dokter mengetahui peristiwa kematiannya karena pembunuhan
b. Dilakukan jika ada surat permohonan resmi dari penyidik tanpa pemberitahuan kepada keluarga
c. Dilakukan jika ada permohonan dari penyidik dan keluarga telah diberitahu dan memahaminya
d. Dilakukan jika ada surat permohonan resmi dari penyidik dan ditunggu sampai 24 jam bila keluarga tidak menyetujui otopsi
e. Dilakukan jika ada surat permohonan resmi dari penyidik dan ditunggu sampai 2 x 24 jam bila keluarga tidak menyetujui otopsi
10. Tehnik pengeluaran organ pada otopsi yang menggunakan sistem blok thoraks, intestinal, coeliac, dan urogenital adalah tehnik
a. Letulle
b. Ghon
c. Virchow
d. Rokitansky
e. Tehnik I
11. Faktor-faktor berikut dapat mempengaruhi kerja racun adalah :
a. Dosis zat
b. Konsentrasi dan efek farmakologi
c. Cara masuk zat dalam tubuh
d. Sifat fisik dan kimia zat
e. Semua benar
12. Zat-zat berikut dapat digunakan sebagai larutan pengawet untuk sampel pemeriksaan toksikologi adalah :
a. Alkohol 70%
b. Natrium Flourida 1%
c. NaCl 50%
d. Natrium siklamat
e. Kalium Flourida 1%
13. Sampel jaringan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan toksikologi adalah:
a. darah perifer
b. urine
c. organ-organ depo
d. isi lambung
e. semua benar
14. Contoh berikut adalah zat yang mempunyai cara kerja lokal :
a. Arsen
b. Karbon dioksida
c. Sianida
d. Propoxur
e. Asam Klorida 0,5%
15. Bantuan dokter pada proses identifikasi adalah :
a. menentukan nama jenazah
b. menentukan ada tidaknya kekerasan
c. menentukan luka-luka
d. menentukan taksiran umur
e. bukan semua di atas
16. Pada pemeriksaan identifikasi personal digunakan metoda pemeriksaan :
a. Sidik jari
b. Gigi geligi
c. Antropologi
d. Jawaban A dan C benar
e. Semua benar
17. Yang disebut datai primer dalam proses identifikasi adalah data yang didapat dari pemeriksaan :
a. Sidik jari, antropologi, DNA
b. Gigi geligi, dokumen, fotografi
c. Sidik jari, odontologi, serologi DNA
d. Serologi DNA, tattoo, cacat fisik
e. Sidik jari, property, gigi geligi
18. Prinsip pemeriksaan identifikasi personal adalah
a. Mengumpulkan data-data dari pengakuan keluarga kemudian dicocokan pada jenazah
b. Membandingkan data-data yang ditemukan pada jenazah dengan data-data yang dimiliki saat masih hidup
c. Menemukan tanda pengenal pada tubuh jenazah
d. Menemukan cacat fisik dan kelainan organ pada jenazah
e. Menemukan pakaian, cacat fisik, tattoo pada tubuh jenazah
19. Kehandalan sidik jari dalam penentuan identifikasi personal adalah :
a. Sidik jari sudah terbentuk sejak janin berumur 4 bulan dalam kandungan dan tidak mengalami perubahan karena usia
b. Kemungkinan orang yang memiliki sidik jari yang sama adalah 1:1.000.000
c. Tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama dengan kemungkinan sepersepuluh biliyun
d. Jawaban A dan B benar
e. Jawaban A dan C benar
20. Bila ditemukan sebuah tulang pelvis dan tengkorak, maka pemeriksaan identifikasi personal yang dapat dilakukan :
a. Menentukan kedua tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan
b. Menentukan hubungan antara kedua tulang tersebut
c. Menentukan umur tulang tersebut sudah berapa lama terkubur
d. Jawaban a dan b benar
e. Semua benar
21.Thanatologi adalah :
a. Ilmu yang mempelajari tentang hidup dan mati
b. Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang hidup matinya mahkluk Tuhan
c. Merupakan salah satu ilmu tentang awal kehidupan dan akhir kematian
d. Ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati
e. Samuanya salah
22.Untuk menentukan apakah paru-paru sudah berhenti bernafas perlu di lakukan pemeriksaan :
a. Auskultasi
b. Test Winslow
c. Test cermin
d. Test bulu burung
e. Semuanya benar
23.Test Winslow yaitu :
a. Test yang meletakkan gelas berisi air di atas perut atau dada, dan bila airnya bergoyang berarti masih ada gerakan nafas
b. Test yang meletakkan cermin di depan mulut dan hidung, dan bila basah berarti masih bernafas
c. Test yang meletakkan bulu burung di depan hidung, dan bila bergetar berarti masih bernafas
d. Semuanya benar
24. Untuk menentukan apakah jantung masih berfungsi perlu di lakukan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Test winslow
b. Test cermin
c. Test Icard
d. Test bulu burung
e. Hanya a dan b yang benar
25. Test dengan cara menyuntukan laritan dari campuran 1 gram zat Fluorescein dan 1 gram Natrium Bicarbonas di dalam 8 ml air secara subkutan adalah :
a. Test Winslow
b. Test Icard
c. Test Magnus
d. A dan B yang benar
e. B dan C yang benar
26. Nama lain dari “lebam mayat” adalah :
a. Rigor Mortis
b. Livor Mortis
c. Modifikasi
d. Mummifikasi
e. Semuanya benar
27. Pada keracunan CO warna lebam mayat adalah :
a. Merah kebiruan
b. Merah cherry
c. Merah kehitaman
d. Semuanya benar
e. Semuanya salah
28. Kekakuan serombongan otot akibat ketegangan jiwa atau ketakutan sebelum kematiannya di sebut :
a. Cadaveric spasme
b. Instantaneous rigor
c. Heat stiffening
d. A dan B benar
e. Semuannya benar
29. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain :
a. Persediaan glikogen
b. Kegiatan otot
c. Suhu udara di sekitar
d. Umur
e. Semuanya benar
30. Organ dalam yang paling cepat membusuk adalah :
a. Prostat
b. Uterus
c. Otak
d. Semuannya benar
e. Semuannya salah
31. Organ dalam yang paling lambat membusuk adalah :
a. Prostat
b. Uterus wanita hamil
c. Otak
d. Semuannya benar
e. Semuannya salah
32. Apa yang dimaksud dengan Anoksia anemik ?
a. Keadaan anoksia yang disebabkan karena oksigen tidak dapat mencapai darah sebagai akibat kurangnya oksigen yang masuk paru-paru.
b. Keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak mampu membawa oksigen kejaringan.
c. Keadaan anoksia yang disebabkan darah tidak dapat menyerap oksigen.
d. Keadaan anoksia yang disebabkan karena jaringan tidak mampu menyerap oksigen.
e. Bukan salah satu diatas.
33. Yang disebut asfiksia sebenarnya termasuk dalam golongan anoksia....
a. Anoksia stagnan.
b. Anoksia anemik
c. Anoksia anoksik
d. Anoksia histotoksik
e. Bukan salah satu diatas.
34. Tanda-tanda umum kelainan pos mortem gantung karena asfiksia adalah....
a. Kongesti didaerah kepala,leher dan otak
b. jejas jerat dileher
c. resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot di bawah jejas jerat.
d. Lebam mayat pada anggota badan bagian distal serta alat genital bagian distal.
e. Bukan salah satu diatas.
35. Apa yang menyebabkan terjadinya crush asfiksia ?
a. lubang hidung dan mulut dibawah permukaan air.
b. Adanya blockade jalan nafas oleh benda asing.
c. Adanya tekanan yang bersamaan terhadap dada dan perut oleh suatu kekuatan.
d. Adnya jeratan di leher.
e. Bukan salah satu diatas.
36. Kelainan pos mortem apakah yang ditemukan pada korban tenggelam yang mati akibat spasme laring ?
a. tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia ataupun air didalam paru-paru.
b. Tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia tetapi ditemukan air didalam paru-paru.
c. Ditemukan tanda-tanda asfiksia tetapi tidak ditemukan air di paru-paru
d. Didapatkan adanya tanda-tanda fibrilasi ventrikel.
e. Bukan salah satu diatas.
37. Kelainan pos mortem apakah yang ditemukan pada korban tenggelam yang mati akibat pengaruh air tawar yang masuk paru-paru ?
a. Kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi daripada jantung kiri.
b. Kadar NaCl jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan.
c. Tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia tetapi ditemukan air didalam paru-paru.
d. Ditemukan tanda-tanda asfiksia tetapi tidak ditemukan air di paru-paru
e. Bukan salah satu diatas.
38. Sampel yang dapat digunakan untuk pemeriksaan diatome pada mayat yang sudah membusuk dapat diambil dari....
a. Paru-paru
b. Otak
c. Hati
d. Sumsum tulang
e. Ginjal
39. Gejala klinik yang paling awal pada saat tubuh kekurangan oksigen adalah.....
a. Konvulsi
b. Dypsneu
c. Apneu
d. Stadium akhir
e. Bukan salah satu diatas
40. Penyebab kematian yang hanya terjadi pada peristiwa gantung yang tidak ditemukan pada kasus asfiksia lainnya adalah .....
a. Tertutupnya jalan nafas
b. Kerusakan medulla spinalis akibat dislokasi dari sendi atlanto axial
c. Vagal reflex
d. Tubuh kekurangan oksigen
e. Bukan salah satu diatas
41. Tanda pada pemeriksaan luar yang memberi petujuk kuat terjadinya peristiwa tenggelam adalah .........
a. Pakaian basah
b. Cutis anserins
c. Washer womans skin
d. Buih halus yang terbentuk akibat acut pulmonary edema,berwarna putih dan konsisten
e. Bukan salah satu diatas
42.Cabang ilmu balistik yang mempelajari berbagai macam pemeriksaan atas selongsong anak peluru bekas dari suatu tembakan guna memastikan senjata mana yang telah digunakan adalah :
a. Balistik interior
b. Balistik eksterior
c. Balistik forensik
d. Balistik terminal
e. Balistik eksternal
43. Yang membedakan mesiu hitam dengan mesiu putih adalah
a. Mesiu hitam terdiri atas Nitrocellulose
b. Mesiu hitam dapat juga terdiri dari Nitrocellulose dan Nitroglycerine
c. Mesiu hitam menimbulkan asap yang banyak
d. Mesiu hitam menimbulkan sisa pembakaran yang sedikit
e. Mesiu hitam tenaga pendorongnya sangat kuat
44. Senjata api yang menggunakan magazine kotak panjang, dan penggunaannya dengan satu tangan disebut
a. Pistol
b. Revolver
c. Shot gun
d. Senapan
e. Bazooka
45. Luka-luka yang terjadi akibat tembakan senjata api disebabkan oleh banyak
faktor. Yang bukan merupakan faktor penyebab luka adalah
a. Gaya kinetik anak peluru
b. Semburan api
c. Ledakan gak mesiu
d. Percikan mesiu yang terbakar
e. Suhu panas anak peluru
46. Yang merupakan perkiraan terdekat untuk mengetahui kaliber anak peluru adalah
a. Dimeter luka bakar
b. Jari-jari lubang anak peluru
c. Diameter lubang tempat keluar anak peluru
d. Diameter lubang tempat masuk anak peluru
e. Diameter cincin lecet
47. Yang bukan merupakan ciri-ciri tempat keluarnya anak peluru adalah
a. Bentuk bulat,kadang tidak teratur
b. Kadang hanya berupa robekan kulit
c. Ukurannya lebih besar dari diameter anak peluru
d. Terdapat produk dari ledakan mesiu
e. Tempatnya selalu di tubuh bagian belakang
48. Yang menyebabkan terjadinya cincin lecet pada luka tembak adalah
a. Adanya perbedaan elastisitas dermis epidermis dan gaya giroskopik anak peluru
b. Gaya kinetik anak peluru yang cukup besar
c. Adanya persentuhan dengan ujung laras senjata
d. Semburan api dari ledakan mesiu
e. Adanya ledakan balik dari gas ledakan mesiu yang membentur tulang dibawah kulit
49. Tujuan dibuatnya alur pada laras senjata api adalah
a. Memunculkan gerakan giroskopis anak peluru
b. Menstabilkan arah anak peluru
c. Meminimalkan gesekan antara anak peluru dan permukaan laras
d. Mempermudah keluarnya selongsong
e. Memperingan berat senjata
50. Test tradisional yang sering digunakan untuk memastikan tangan yang telah digunakan untuk menembakkan senjata api adalah test
a. Barberio
b. Fenol
c. Parafin
d. Spermin
e. Benzidin
51. Yang bukan Ciri dari luka tembak tempel adalah
a. Terdapat memar berbentuk sirkuler disekitarnya
b. Terdapat jelaga disekitar lubang
c. Terdapat tattooase disekitar lubang
d. Selalu berbentuk cruciform atau bintang
e. Disekitar luka sering didapatkan rambut yang terbakar
52. Hal-hal berikut ini tidak termasuk hubungan seksual yang melanggar hukum berdasarkan KUHP, yaitu sebagai berikut:
a. Perkosaan
b. Perselingkuhan
c. Bersetubuh dengan wanita tidak berdaya
d. Bestiality
e. Perbuatan menyerang kehormatan kesusilaan
53. Pasal 285 KUHP menjelaskan kriteria tindak pidana seksual, yaitu:
a. Bestiality
b. Perselingkuhan
c. Persetubuhan di bawar umur
d. Perkosaan
e. Perbuatan cabul
54. Pernyataan yang bukan merupakan kriteria perkosaan adalah
a. Wanita bukan istri tersangka
b. Wanita memberikan consent
c. Terdapat unsur paksaan
d. Terdapat tanda kekerasan
e.
55. Hal-hal berikut ini tidak terdapat dalam kesimpulan visum et repertum korban hidup akibat tindak pidana perkosaan, yaitu:
a. Identitas korban
b. Jenis luka
c. Jenis kekerasan
d. Jenis ancaman kekerasan
e. Identitas pelaku
56. Tanda-tanda persetubuhan langsung adalah
a. Himen robek
b. Paha lecet
c. Payudara memar
d. Hamil
e. Penularan sifilis
57. Tanda-tanda persetubuhan tidak langsung adalah
a. Mimpi buruk
b. Himen lecet
c. vagina robek
d. Sperma didalam vagina
e. Gonore
58. Hal-hal berikut ini tidak terdapat dalam kesimpulan visum et repertum korban meninggal akibat tindak pidana menurut Pasal 287 KUHP, yaitu:
a. Jenis luka
b. Jenis kekerasan
c. Sebab kematian
d. Status marital
e. Identitas korban
59. Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa usia korban pantas dikawin adalah
a. Pertumbuhan payudara dan rambut pubis
b. Pertumbuhan gigi molar III
c. Penyatuan sutura tulang tengkorak
d. Telah menstruasi
e. Pakaian korban
60. Cara yang paling tepat untuk mempertahankan keutuhan antigen sampel yang diduga sperma yang menempel di pakaian korban perkosaan agar dapat dilakukan pemeriksaan golongan darah pemilik sperma adalah
a. Pengawetan dengan formalin
b. Pengawetan dengan asam asetat
c. Pengawetan dengan cairan HCL
d. Pengawetan dengan NaCL
e. Dikeringkan tanpa pengawet
61. Spermatozoa masih bergerak. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
a. telah terjadi perkosaan
b. orgasme terjadi 1 jam sebelum sperma diperiksa
c. tidak terdapat paksaan
d. cairan semen telah diawetkan dengan eosin
e. cairan semen telah diawetkan dengan alkohol
62. Berdasar terminologi menurut hukum, tindakan menghentikan kehamilan/mematikan janin sebelum waktu lahir tanpa melihat usia kandungannya ( ada faktor kesengajaan) merupakan defenisi dari:
a. Abortus
b. Infanticide
c. Keguguran
d. Pembunuhan bayi
e. Viabel
63. Berdasarkan bembagian jenis abortus, Abortus provokatus dibagi menjadi:
a. Abortus Imminens
b. Abortus Insipiens
c. Abortus Kompletus
d. Abortus Inkompletus
e. Abortus Provokatus Medicinalis
64. Salah satu alasan diperbolehkannya abortus medisinalis dikarenakan:
a. Terpaksa
b. Epilepsi,sklerosis yang luas dan berat
c. Faktor Ekonomi
d. Kegagalan KB
e. Hamil akibat perkosaan
65. Di Indonesia hukum yang mengatur tentang pengguguran kandungan yang legal atas indikasi medik, berdasarkan:
a. Pasal 346 KUHP
b. Pasal 348 KUHP
c. Pasal 299 KUH
d. UU Kesehatan No 23 th 1992
e. Pasal 349 KUHP
66. Salah satu cara yang sering dilakukan pada aborsi medik yang legal adalah:
a. Histerektomi
b. Melakukan kegiatan fisik yang berlebihan
c. Dengan menggunakan kekerasan lokal
d. Dengan menggunakan zat-zat kimia
e. Menggunakan obat-obatan Abortifisien
67. Komplikasi abortus yang terjadi lambat disebabkan oleh:
a. Emboli udara
b. Emboli cairan
c. Sepsis
d. Pendarahan
e. Vagal Refleks
68. Memijat/mengurut perut bagian bawah merupakan pola kekerasan dengan menggunakan cara:
a. Kegiatan fisik secara berlebihan
b. Memperlancar / memudahkan persalinan
c. Salah satu cara penggunaan alat-alat Non medis
d. Lokal
e. Untuk merangsang otot-otot rahim
69. Yang terpenting pada pemeriksaan postmortem yang ditemukan pada korban aborsi adalah:
a. Ada tanda-tanda kehamilan dan tanda-tanda upaya aborsi
b. Adanya bekas operasi histerektomi total
c. Payudara membesar dan robekan pada selaput dara
d. Adanya tanda – tanda kehamilan
e. Menemukan sebab kematian
70. Kulit bayi hangus terbakar dan menunjukkan tanda lahir mati. Hal tersebut diatas merupakan gambaran cara kematian abortus dengan:
a. Larutan Zink Chlorida
b. Castor Oil
c. Cairan Lysol/Carbol
d. Peracunan dengan Garam
e. Oleum Rutae
71. Pada tehnik abortus dengan cara penyemprotan cairan kedalam uterus sehingga cairan dan gelembung-gelembung udara masuk kedalam uterus dan vena endometrium saat keadaan terbuka, hal ini dapat menyebabkan:
a. Perdarahan
b. Emboli Udara
c. Sepsis
d. Emboli Lemak
e. Vagal Refleks
72. Ilmu Kedokteran Forensik ruang lingkupnya mempelajari :
a. Semua aspek yang berkaitan dengan praktek kedokteran
b. Semua aspek yang berkaitan dengan hokum
c. Semua aspek hukum yang berkaiatan dengan praktek kedokteran
d. Pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan hukum
e. Pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan polisi
73. Konsep Judicial Dei dipakai sebagai sistem peradilan pada periode-periode awal. Kosep ini didasarkan pada :
a. Nasib yang telah ditetapkan sejak lahir
b. Saksi yang memberatkan
c. Pengacara yang meringankan
d. Orang yang tidak bersalah akan ditolong Tuhan
e. Dukun sakti yang ditunjuk
74. Menurut KUHP proses peradilan pidana dibagi menjadi beberapa tingkat salah
satunya adalah tingkat penyelidikan. Pada tingkat penyelidikan yang dilakukan adalah:
a. Mencari dan menemukan kasus yang diduga tindak pidana
b. Mengumpulkan bukti-bukti untuk memperjelas perkara pidana
c. Dilakukan oleh polisi berpangkat AIPDA
d. A dan B benar
e. A, B dan C benar
75. Dalam mengumpulkan bukti-bukti untuk kasus pidana polisi dapat meminta bantuan dari dokter. Prosedur untuk meminta bantuan tersebut adalah :
a. Mengajukan permintaan secara resmi
b. Mengajukan permintaan tertulis dalam bentuk memo
c. Mengajukan permintaan secara lisan
d. Menjemput dokter ke rumahnya
e. Mengajak dokter ke kantor polisi
76. Menurut pasal 224 KUHAP apabila dokter tidak mau memenuhi kewajibannya sebagai ahli maka dokter dapat dikenai sanksi berupa :
a. Pidana penjara paling lama 14 hari dalam perkara pidana
b. Pidana penjara paling lama sembilan bulan untuk perkara diluar perkara pidana
c. Pidana penjara paling lama sembilan bulan dalam kasus piadana
d. Pidana penjara paling lama enam bulan untuk kasus pidana
e. Pidana penjara paling lama 14 hari dalam kasus diluar dasus pidana
77. Bantuan yang diberikan dokter sebagai ahli dapat berupa :
a. Memastikan korban memang benar-benar sudah meninggal, memeriksa jenazah ataupun korban hidup, mengetahui sebab kematian dan mengumpulkan barang bukti medis.
b. Menentukan modus operandi, menentukan sebab kematian, memeriksa barang bukti seperti surat dan pistol
c. Memeriksa korban, menentukan cara kematian, menentukan tersangka
d. Memeriksa sidik jari, menentukan barang bukti, menentukan sebab kejadian perkara
e. Memastikan korban sudah meninggal, menentukan tersangka, mengumpulkan informasi
78. Dokter yang dimintai bantuan sebagai ahli memiliki kewajiban untuk :
a. Melakukan pemeriksaan yang diminta
b. Memberikan keterangan yang diperlukan
c. Melaksanakan prosedur hukum yang diperlukan
d. A, B dan C salah
e. A, B dan C benar
79. Seorang dokter yang diminta pendapatnya sebagai ahli dapat mengundurkan diri apabila ada alasan yang syah menurut undang-undang salah satunya adalah apabila :
a. Tersangka atau terdakwa adalah pasiennya
b. Dokter kenal dengan tersangka atau terdakwa
c. Tersangka atau terdakwa adalah dokter
d. Tersangka atau terdakwa adalah sahabat dokter yang diminta sebagai ahli
e. Tersangka atau terdakwa adalah mantan istri/suami dari dokter yang diminta sebagai ahli
80. Menurut KUHAP dokter yang diminta batuannya sebagai ahli berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan seperti yang diminta dan kewajiban untuk memberikan keterangan yang diperlukan hal tersebut diatur dalam pasal :
a. Pasal.120 dan Pasal 133
b. Pasal 120 dan Pasal 179
c. Pasal 133 dan pasal 179
d. Pasal 179 dan pasal 222
e. Pasal 222 dan pasal 133
81. Perbedaan antara dokter sebagai saksi dan sebagai ahli adalah :
a. Sebagai saksi dapat memberikan keterangan secara tertulis, sebagai saksi ahli dapat secara lisan
b. Sebagai saksi dapat memberikan keterangan secara lisan , sebagai saksi ahli dapat memberikan keterangan secara lisan maupun tertulis
c. Sebagai saksi wajib bersumpah akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya, sebagai ahli wajib bersumpah akan memberikan keterangan sebenar-benarnya.
d. Sebagai saksi wajib bersumpah akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya, sebagai ahli wajib bersumpah akan memberikan keterangan apa yang dilihatnya
e. Sebagai saksi wajib bersumpah akan memberikan keterangan sebenar-benarnya, sebagai ahli wajib bersumpah akan memberikan keterangan apa yang dilihatnya
82. Pernyataan yang salah tentang luka yang di sebabkan oleh benda tajam adalah :
a. Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing
b. Bila ditautkan akan menjadi rapat dan membentuk garis lurus atau sedikit lengkung
c. Tebing luka rata
d. Tidak ada jembatan jaringan
e. Daerah di sekitar garis batas luka ada memar
83. Kekerasan fisik adalah kekerasan yang di sebabkan oleh benda-benda fisik yaitu :
a. Barotrauma
b. Petir
c. Benda bersuhu tinggi
d. Benda bersuhu rendah
e. Semuannya benar
84. Luka akibat kombinasi benda mekanik dan fisik berupa :
a. luka akibat senjata api
b. luka akibat senjata angin
c. luka akibat senjata tajam
d. semuanya salah
e. semuannya benar
85. Ciri-ciri luka akibat dari zat asam korosif adalah :
a. Terlihat basah
b. Edematus
c. Warna merah kecoklatan
d. Perabaan lunak dan licin
e. Semuanya salah
86. Tanda-tanda Intravital pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa :
a. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma
b. Organ dalam masih berfungsi ketika terjadi trauma
c. A dan B benar
d. Semuanya benar
e. Semuannya salah
87. Untuk mengetahui umur luka bisa kita lakukan pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Makroskopik
b. Pemeriksaan Mikroskopik (Histologik)
c. Histochemical examination
d. Biochemical examination
e. Semua benar
88. Dari aspek Yuridis luka dapat di bedakan menjadi :
a. Luka ringan dan luka berat
b. Luka ringan, luka sedang, luka ringan sedang
c. Luka sedang, luka ringan sedang dan luka berat
d. Luka ringan, luka berat, luka sedang
e. Luka ringan, luka berat, luka berat sedang
89. Luka berat adalah luka yang sebagai mana di uraikan di dalam pasal KUHP :
a. KUHP pasal 190
b. KUHP pasal 99
c. KUHP pasal 90
d. Semuanya benar
e. Semuanya salah
90. Luka berat adalah luka yang .....
a. Dapat mengganggu daya pikir lebih dari 3 minggu
b. Dapat mengganggu daya pikir lebih dari 4 minggu
c. Dapat mengganggu daya pikir lebih dari 2 minggu
d. A dan B yang benar
e. A, B, dan C yang benar
91. Ciri-ciri orang bunuh diri biasanya dapat kita temukan luka yang...
a. Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara cepat
b. Lokasi luka pada daerah yang tidak dapat mematikan secara cepat
c. Lokasi luka di daerah yang dapat dijangkau atau tidak dapat di jangkau oleh korban
d. Lokasi luka di sembarang tempat
e. Semuanya benar
92. Kriteria tindak pidana merampas nyawa bayi adalah ...
a. Pelaku nya harus seorang wanita
b. Korban nya harus seorang bayi
c. Pelakunya harus ibu kandung
d. Dibunuh sesaat setelah ditolong bidan
e. Bukan salah satu diata
93. Syarat seorang bayi dapat dikatakan viabel adalah ...
a. Telah dikandung ibunya selama paling tidak 24 minggu
b. Telah dikandung ibunya selama paling tidak 26 minggu
c. Telah dikandung ibunya selama paling tidak 28 minggu
d. Telah dikandung ibunya selama paling tidak 27 minggu
e. Bukan salah satu diatas
94. Tanda terukur bayi yang sudah viabel adalah ....
a. Panjang badan 30 cm atau lebih
b. Panjang badan 35 cm atau lebih
c. Panjang badan 40 cm atau lebih
d. Panjang badan 45 cm atau lebih
e. Bukan salah satu diatas
95. Tanda tak terukur bayi yang sudah viabel adalah ...
a. Alis dan bulu mata berwarna hitam
b. Kuku sudah melewati ujung jari
c. Testis harus sudah turun ke skrotum
d. Gigi sudah tumbuh
e. Bukan salah satu diatas
96. Tanda yang ditemukan pada bayi yang sistem pernafasannya pernah berfungsi adalah
a. Paru-paru mengisi rongga dada
b. Paru-paru perabaan kenyal
c. Warna paru-paru merah keunguan
d. Tes apung paru mengapung
e. Bukan salah satu diatas
97. Red line separation (garis pemisah berwarna merah) pada tali pusat bayi terbentuk setelah ...
a. 12 jam
b. 36 jam
c. 3 hari
d. 1 minggu
e. Bukan salah satu diatas
98. Lama hidup diluar kandungan dapat dilihat dari adanya meconeum.Berapa lama meconeum terdapat pada sistem pencernaan bayi setelah dilahirkan?
a. 1 hari
b. 2 hari
c. 3 hari
d. 4 hari
e. Bukan salah satu diatas
99. Sebab kematian bayi yang paling sering ditemukan pada kasus pembunuhan orok adalah ....
a. Pembekapan
b. Menenggelamkan bayi
c. Mengubur bayi hidup-hidup
d. Membakar bayi
e. Bukan salah satu diatas
100. Pemeriksaan terhadap suspek / pelaku pembunuhan orok adalah ....
a. Adanya tanda-tanda kekerasan
b. Adanya tanda-tanda keracunan
c. Adanya bekas-bekas kehamilan
d. Adanya tanda-tanda perut yang membesar
e. Bukan salah satu diatas
Jumat, 04 Juni 2010
Deskripsi Luka ilmu Forensik
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda – benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang serius. 1
Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub , 50% pasien sedang mabuk atau minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui.1
Jumlah kejahatan di Indonesia meningkat 15 persen pada 2006. Rata-rata orang terkena kejahatan pun naik di tahun ini. Selama 2006, jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119. Inilah peningkatan kejahatan yakni sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005 terjadi kenaikan 1,65 persen.1,2
Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena tindak pidana.2,3
Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran Forensik termasuk cara membuat Visum et Repertum. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam membuat Visum et Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.1,2,3
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi luka?
2. Bagaimana klasifikasi luka?
3. Bagaimana dasar hukum luka terhadap kepentingan forensik?
4. Bagaimana menentukan luka berdasarkan waktu terjadinya?
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan penyusunan referat ini kami berharap seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka secara benar sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu tindak pidana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. 4
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1,4
II.2. Etiologi 5
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
II.3. Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda5,6,7
1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury).5,6
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar dan luka robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.
a. Luka lecet (abrasion):
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.
2) Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan luka, seperti :
a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.
b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.
e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.
3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.
Gambar 1. Luka lecet jenis geser akibat kecelakaan lalu lintas.
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
b. Luka memar (contusion)
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.
Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai tubuh korban.
Gambar 2. Luka memar akibat gigitan (Bite mark)
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
c. Luka robek, retak, koyak (laceration)
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui elastisitas kulit atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian bila luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke kanan misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah belakang. Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu dilakukannya rekonstruksi; demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di meja hakim.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet atau luka memar.
Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda tumpul.
Gambar 3. Luka robek pada tungkai akibat kecelakaan lalu lintas
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
2. Jenis luka akibat benda tajam.5,7
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.5,7
Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.7
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.
a. Luka iris / luka sayat (incised wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.
Gambar 4. Luka Iris
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
b. Luka tusuk (stab wound)
Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbau
Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.
Gambar 5. Luka tusuk
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
c. Luka bacok (chop wound)
Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
Gambar 6. Luka bacok
Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id
d. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)
Kekerasan oleh benda yang mudah pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka campuran; yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet.
Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.
3. Luka akibat tembakan senjata api
Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru, sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut di atas (yang akan masuk ke saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai akibat tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.
Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang, helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut.
Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK.
LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang bersandar pada dinding.7,8
4. Jenis luka akibat suhu / temperatur
a) Benda bersuhu tinggi.
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.
b) Benda bersuhu rendah.
Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau hidung.
Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren.
5. Luka akibat trauma listrik
Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA.
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.
6. Luka akibat petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat, menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.9
7. Jenis luka akibat zat kimia korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.
Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu :
(a) Golongan Asam.
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
• Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
• Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.
• Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
• Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
• Mengekstraksi air dari jaringan.
• Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
• Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:
• Terlihat kering.
• Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna kuning kehijauan.
• Perabaan keras dan kasar.
(b) Golongan Basa.
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :
• KOH
• NaOH
• NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:
• Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun.
• Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :
• Terlihat basah dan edematus
• Berwarna merah kecoklatan
• Perabaan lunak dan licin.
II.4. Petunjuk Deskripsi Luka dan Lokasi 3
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.
Deskripsi luka meliputi :
1. Jumlah luka.
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya.
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang luas seperti di dada, perut, penggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.
Gambar 7. Koordinat Tubuh
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
Contoh :
Gambar 8. Deskripsi Luka Dengan Ukuran Kecil
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Gambar 9. Deskripsi Luka Dengan Ukuran Lebar
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Gambar 10. Deskripsi Luka Dengan Ukuran Panjang
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
5. Sifat-sifat luka, meliputi :
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
Batas (tegas atau tidak tegas)
Tepi (rata atau tidak rata)
Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
Memar (ada atau tidak)
Lecet (ada atau tidak)
Tatoase (ada atau tidak)
Gambar 11. Bagian-bagian Luka
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Contoh Beberapa Deskripsi Macam-Macam Luka :
1. Luka Iris
Pada pemeriksaan ditemukan luka.
Jumlahnya: Satu.
Lokasinya: Di perut kanan atas, ujung pertama sepuluh sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh dan lima sentimeter di atas garis mendatar yang melewati pusat sedang ujung kedua lima belas sentimeter dari garis tengah tubuh dan empat sentimeter di atas garis mendatar yang melewati pusat.
Bentuknya: Sebelum dirapatkan terbuka dan ketika ditautkan rapat serta membentuk garis lurus (atau sedikit lengkung) yang arahnya miring.
Ukurannya: Sebelum ditautkan panjang lima sentimeter, lebar dua sentimeter dan dalamnya satu sentimeter. Ketika dirapatkan panjang luka menjadi lima koma tiga sentimeter.
Sifatnya: Garis batas luka bentuknya teratur, tepi rata dan kedua sudutnya runcing. Tebing luka rata dan terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, lemak serta otot. Jembatan jaringan tidak ada. Dasar luka terdiri atas jaringan otot. Daerah di sekitar garis batas luka tidak didapati memar
Gambar 12. Luka iris
Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology
2. Luka Tusuk
Pada pemeriksaan ditemukan luka.
Jumlahnya: Satu.
Letaknya: Di dada bagian kanan atas, sepuluh sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh dan tujuh sentimeter di atas garis mendatar yang melewati puting susu.
Bentuknya: Berupa luka tembus seperti celah dan ketika ditautkan rapat serta membentuk garis lurus yang arahnya mendatar.
Ukurannya: Sebelum dirapatkan panjangnya dua koma lima sentimeter, lebar nol koma enam sentimeter dan dalamnya belum dapat ditentukan pada pemeriksaan luar sebab luka menembus dinding dada. Ketika dirapatkan panjangnya menjadi dua koma tujuh sentimeter.
Sifatnya: Garis batas luka bentuknya teratur dan simetris, tepinya rata serta kedua sudutnya runcing. Tebing luka rata terdiri atas kulit, jaringan ikat, jaringan lemak dan otot. Tidak ditemukan ada-nya jembatan jaringan dan dasar luka tidak terlihat pada pemeriksaan luar. Di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
Gambar 13. Luka Tusuk
Dikutip dari: Color Atlas of Forensic Pathology
3. Luka Tembak Masuk
Pada pemeriksaan ditemukan luka.
Jumlahnya: Satu.
Lokasinya: Di perut bagian kanan atas, delapan sentimeter di sebe¬lah kanan dari garis tengah tubuh dan setinggi seratus sepuluh sentimeter dari tumit. (Pada luka tembak selalu diukur setinggi berapa sentimeter dari tumit guna kepentingan rekonstruksi).
Bentuknya: Terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar berupa cincin lecet dan bagian dalamnya berupa lubang. Posisi lubang terhadap cincin lecet konsentris (atau episentris).
Ukurannya: Diameter cincin lecet sebelas milimeter dan diameter lubang sembilan milimeter.
Sifatnya: Garis batas luar dari cincin lecet bentuknya teratur (bulat) serta tepinya tak rata dan garis batas lubang bentuknya juga teratur serta tepi-nya tidak rata.
Tebing luka tak rata, berbentuk silinder dan terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, otot dan tulang.
Dasar cincin lecet adalah jaringan ikat sedang dasar lubang tidak dapat ditentukan pada pe-meriksaan luar sebab menembus dinding perut. Daerah di sekitar cincin lecet terlihat memar ber-warna merah kebiruan, jelaga dan tatoase.
Gambar 14. Contoh Deskripsi Luka Tembak
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Gambar 15. Deskripsi Luka Tembak Masuk
Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum
Gambar 16. Luka Tembak Masuk
Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology
4. Memar (Kontusi)
Pada pemeriksaan ditemukan memar.
Jumlahnya: Dua buah.
Lokasinya: Memar pertama di sisi luar dari lengan bawah kiri, sepuluh sentimeter dari garis pergelangan tangan. Memar kedua di pipi kiri, lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah tubuh dan lima sentimeter sebelah bawah dari garis mendatar yang melewati kedua mata.
Bentuknya: Tidak teratur.
Ukurannya: Memar di lengan kiri tiga sentimeter kali empat sen¬timeter dan memar di pipi tiga sentimeter kali tiga sentimeter.
Sifatnya: Garis batas memar tidak begitu tegas dan ben¬tuknya tidak teratur.
Daerah di dalam garis batas luka terlihat sedikit menonjol (bengkak), terdiri atas kulit yang masih utuh. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.4
Gambar 17. Kumpulan luka gores dan memar
Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology
Gambar 18. Luka memar seminggu pada payudara
Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology
II.5. WAKTU TERJADINYA KEKERASAN 5,7,8
Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus informasi tentang waktu terjadinya kekerasan akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, teerutama yang berkaitan dengan alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorsng dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat kejadian perkara.
Dengan melakukan pemeriksaan yang teliri akan dapat ditentukan :
Luka terjadi ante mortem atau post mortem
Umur luka
a. Luka ante mortem atau post mortem
Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula sebaliknya.
Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa :
1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.
Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika terjadi trauma antara lain :
a. Retraksi jaringan.
Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka bentuk luka tidak begitu menganga.
b. Retraksi vaskuler.
Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
1. Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa:
Eritema (kulit berwarna kemerahan)
Vesikel atau bulla
2. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :
- Kontusio atau memar.
c. Retraksi mikroorganisme (infeksi)
Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).
Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah trauma)
Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.
2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma
Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka.Berbeda dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlah lukanya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu :
Perdarahan internal :
Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul, rongga dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi.
Perdarahan eksternal :
Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
b. Emboli udara.
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik, seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka yang menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak.
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah paru-paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolap.
e. Emfisema kulit krepitasi
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk pau-paru maka pada setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal.
b) Umur Luka 5,9,10
Untuk mengetahui kapan kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Tidak ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan (baik pada korban hidup atau mati) dilakukan mengingat adanya faktor individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan melakukan :
1. Pemeriksaan Makroskopik.
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiran dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasai dan inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan. Pada luka robek atau terbuka dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati perubahan-perubahannya. Dalam selang waktu 12 jam sesudah trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka akan didominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan disusul tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berari guna bagi penentuan intravitalitas luka, juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan hodge, infiltrasi perivaskular dari lekosit polimorfnuklear dapat dilihat dengan jelas pada kasus dengan periode-periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel lekosit mungkin dapat lebih dini lagi, bahkan beberapa menit sesudah trauma.
Pada trauma dengan iinflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi hati ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai menunjukkan perubahan reaktif sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif, biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk sesudah 3 hari. Serabut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktivitas sel-sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami regresi. Akibatnya jaringan epitel mengalami atrofi, vaskularisasi jeringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen. Sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut elastis masih lebih banyak dari jaringan yang tidak kena trauma.
Perubahan histologik dari luka sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi karena infeksi akan menghambat proses penyembuhan luka.
3. Pemeriksaan histokemik
Perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma adalah akibat dari fenomena fungsional yang sejalan dengan aktifitas enzim, yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik.
Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu.
Mula-mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan menyertakan jaringan di sekitarnya, kira-kira setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan mengunakan formalin 10% di dalam refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan aminopeptidase.
Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedang peningkatan acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4 jam.
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.
Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit.
II.6. Akibat Trauma 9,11,12
1. Aspek Medik
Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda akan tetap pada bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu merubahnya. Selanjutnya Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya berhasil menemukan metode yang dapat dipakai untuk mengukur dan menghitung energi.
Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam bentuk kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan kulit.
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :
1. Kelainan fisik / organik.
Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa :
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam.
3. Infeksi.
Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus, Eschericia coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangren.
4. Penyakit.
Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.
5. Kelainan psikik.
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma didasrkan atas :
- Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.
- Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.
- Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
- Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau fungsinya dapat mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.
- Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.
- Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.
- Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya.
2. Aspek Yuridis 9,12
Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai diskontinuitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), recklessness (ceroboh), atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka.
Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap :
- Kesehatan jasmani.
- Kesehatan rohani.
- Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.
- Estetika jasmani
- Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian.
- Fungsi alat indera :
1. Luka ringan.
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya.
2. Luka sedang.
Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya untuk sementara waktu.
3. Luka berat.
Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:
a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna. Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang menyebabkan kornea robek. Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.
b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat mendatangkan bahay maut pengertiannya memiliki potenis untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh.
c. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati dapat dikategorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan pekerjaan tersebut selamanya.
d. Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan kehilangan indera. Meskipun demikian tetap digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas.
e. Cacat besar atau kudung.
f. Lumpuh.
g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak ahrus berupa kehilangan kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya.
h. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang dimaksud dengan keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses sebagaimana umumnya terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedang, kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi menunjukkan tanda-tanda hidup. tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.
II.7. Kualifikasi Luka 5,9,13
Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
(3) Kehilangan salah satu pancaindera;
(4) Mendapat cacat berat;
(5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik pada korban hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
III.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendiskripsikan luka sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar [online]. 2010. Available at: http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf. [cited : 03 Juni 2010].
2. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. Available at : Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum. [cited : 04 Juni 2010].
3. Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang : 2003.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
5. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.
6. Apuranto, Hariadi. Luka tumpul [online]. 2010 [cited: 09 Juni 2010]. Available at: www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/.../LUKA%20TUMPUL.pdf (cited : 09 Juni 2010).
7. Apuranto, Hariadi. Luka tajam [online]. 2010. Available at : www.fk.uwks.ac.id/elib/.../LUKA%20AKIBAT%20BENDA%20TAJAM.pdf [cited : 09 Juni 2010]
8. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.
9. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta 1997. Hal 85-129.
10. Turner Ralph. Forensik science. [online]. 2009. Available at : http://www.Portalkriminal.Com/Index. [cited : 16 Desember 2009].
11. Anonim. 2010. http://www.freewebs.com/patofisiologi-luka/index.htm [cited : 07 Juni 2010).
12. Anonim. 2010. http://ayumi.inube.com/blog/34039/forensic-electric trauma/ [cited : 07 Juni 2010].
Langganan:
Postingan (Atom)