Pengikut

Selasa, 14 Juli 2009

Aku takut jadi dokter






Cerita…
banyak orang yang suka bilang kalau masa kecilnya suka bercita-cita ingin jadi A, B, C, ingin jadi dokter lah, jadi polisilah, jadi penerbang jet tempur, atau menjelajah ke ruang angkasa.
Orang indonesia banyak bingung dan gemar nanya sama orang pintar
Contohnya ibu wati, tetangga sebelah.
Ibu wati: Numpang tanya mbak, Aku Wati. Putraku kelas VI SD, aku ingin sekali dia itu jadi seorang ahli ekonomi, melihat nilai-nilai dia di pelajaran matematika yang selalu bagus serta logika berpikirnya yang baik. Menurut mba cocoknya anak saya jadi apa yah?
Orang pintar: He..he.. Sampeyan ga perlu khawatir. Anak ibu lahir hari selasa, tidak cocok kerja di air cocoknya kerja di darat jadi seorang politikus.
Indonesia 2020 berkomentar
Maksudnya.. lah wong anak-anak lulusan SMA aja banyak yang belum tahu cita-citanya, apalagi anak-anak SD yang masih imajinasinya (kalau laki-laki) pengen jadi yang hebat-hebat, seperti polisi, pilot, insinyur, dokter, guru dst.
Tetapi orang indonesia lebih percaya dan suka datang di rumah orang pintar baik kalangan bawah, tengah bahkan pejabat tinggi yang pengen jabatannya tetap tinggi
Orang pintar siapa sih???
Einstein pernah bilang, orang-orang pintar bisa ‘diciptakan’ melalui mekanisme genius contact, yaitu berinteraksi secara terus-menerus dengan para jenius. Kalau kita mau menjadi pintar sering-seringlah berkumpul dengan orang-orang jenius. Maka kita akan menjadi pintar. Hanya pintar. Tidak sampai menjadi genius seperti mereka.
Tetapi kata bapakku orang pintar disini maksudnya seorang dukun atau lebih ngetrend dibilang paranormal. Bapakku bilang" Barang siapa yang mendatangi peramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia mempercayainya, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari".
Waktu kecil pengen gede, dah gede kayak anak2..
SD pengen jadi polisi
SMP pengen jadi pengusaha
SMA pengen jadi dokter
Pas kuliah kedokteran  malah bingung lihat keadaan



(Lanjut Besok ceritanya yah, anak koas mau jaga malam bangsal)

Senin, 13 Juli 2009

referat tetanus koass anak














BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi, lebih dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar 10 negara Asia dan Afrika tropis. Lagipula, diperkirakan 15.000 – 30.000 wanita yang tidak terimunisasi di seluruh dunia meninggal setiap dengan C.tetani luka pascapartus, pascaabortus, atau pascabedah. Sekitar 50 kasus tetanus dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat kebanyakan pada orang-orang umur 60 tahun atau lebih tua, tetapi sesuai anak belajar jalan dan kasus neonates juga terjadi.1
Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jelas traumatis, sering luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, seperti paku, serpihan, fragmen gelas, atau injeksi tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang mungkin tanpa riwayat trauma. Tetanus pasca injeksi obat terlarang menjadi lebih sering, sementara keadaan yang tidak lazim adalah gigitan binatang, abses (termasuk abses gigi), pelubangan cuping telinga, ulkus kulit kronis, luka bakar, fraktur komplikata, radang dingin (frostbite), gangren, pembedahan usus, goresan-goresan upacara, dan sirkumsisi wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang jahit yang terkotaminasi atau sesudah injeksi intramuscular obat-obatan, paling menonjol kinin untuk malaria falsifarum resisten-kloroquin.1

1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan tetanus. Mulai dari definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, hingga bagaimana penatalaksanaannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotosin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular junction) dan saraf autonom. 2

B. Etiologi
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, kuman berbentuk batang dengan sifat.
• Basil Gram-positif dengan spora pada ujungnya sehingga berbentuk pemukul gendering.
• Obligat anaerob (berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella
• Menghasilkan eksotosin yang kuat
• Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu tinggi, kekeringan dan desinfektans.
Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di daerah pertanian/peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik dan biologic. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam lingkungan yang anaerob dapat berubah menjadi bentuk vegetative yang akan menghasilkan eksotoksin.2





C. Epidemiologi
Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologi lingkungan peternakan/ pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan cakupan imunisasi DTP yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, akibat perbedaaan aktivitas fisiknya.2
Reservoir utama kuman ini adalah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan sebagainya, sehingga risiko penyakit ini didaerah peternakan sangat besar. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-mana; misalnya dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptic (dermatol), ataupun pada alat suntik dan operasi.2
Tabel 1. Jumlah Kasus Tetanus dan Kematian di Beberapa Rumah Sakit Propinsi di Indonesia
RSCM RSHS RSWS RSK RSMH
tahun Kasus *m(%) Kasus M(%) Kasus M(%) Kasus M(%) Kasus M(%)
1991
1992
1993
1994
1995
1996 40
36
33
15
18
11 25
19,4
15,2
6,7
11,1
9,1 26
19
17
19
13
10 11,5
21
23,5
15,7
23
20 0
22
12
10
10
8 0
31,8
32,3
50
25
0 27
33
20
11
9
9
18,5
12,1
0
0
0
11,1 20
14
23
13
14
7 25
14,3
21,7
7,6
28,6
42,9
Keterangan: RSCM= RS.Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta RSK=RS.Dr.Kariadi, semarang. RSHS=RS.Dr.Hasan Sadikin, Bandung. RSMH=RS.Dr.Moh.Hoesin, Palembang. RSWS=RS.Dr.Wahidin Sudiro Husodo, ujung pandang. *m=meninggal

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat penyakit pencemaran lingkungan oleh bahan biologis (spora), sehingga upaya kausal menurunkan attack rate berupa cara mengubah lingkungan fisik atau biologic. Port d’entre tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui:
1. Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas
2. Luka operasi, luka yang tak dibersihkan (debridement) dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan punting tali pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada punting tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.2

Tabel 2. Distribusi kelompok umur kasus tetanus tahun 1991-1996
RSCM RSHS RSWS RSK RSMH
Kelompok umur (tahun) Kasus *m(%) Kasus M(%) Kasus M(%) Kasus M(%) Kasus M(%)
< 1
1-4
5-9
>10 3
54
70
26 33,3
16,7
20,0
7,7 38
21
18
27 44,7
4,7
0
0 14
10
26
12 42,8
38,4
38,5
16,6 9
29
52
19
11,1
10,3
9,6
10,5 0
16
50
25 0
6,3
26
24
Jumlah 153 17 104 17,3 16 29 109 9,2 91 22
Keterangan: RSCM= RS.Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta RSK=RS.Dr.Kariadi, semarang. RSHS=RS.Dr.Hasan Sadikin, Bandung. RSMH=RS.Dr.Moh.Hoesin, Palembang. RSWS=RS.Dr.Wahidin Sudiro Husodo, ujung pandang. *m=meninggal

Penyakit tetanus biasanya timbul di daerah yang mudah terkontaminasi dengan tanah dan dengan kebersihan dan perawatan luka yang buruk.3

D. Patogenesis 2,3,4
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka yang dalam misalnya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan C. tetani ini. Walaupun demekian luka-luka ringan seperti luka gore, lesi pada mata, telinga atau tonsil dan traktus digestivus serta gigitan serangga dapat pula gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil dan traktus digestivus serta gigitan serangga dapat pula merupakan porte d’entrée (tempat masuk) dari C. tetani. Dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, sering ditemukan telinga dengan otitis media perforate merupakan tempat masuknya C. tetani, bila anamnestik tidak ada luka.2

Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.

Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anerobik, berubah menjadi vegetatife dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya benda asing, seperti bamboo, pecahan kaca dan sebagainya.
Hipotesa bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke seluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkuan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motor. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut kea rah sel secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membrane dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blockade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul kejang, terutama pada otot yang besar.
Dampak Toksin
1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus
3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gaya keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau tokikardia

E. Manifestasi Klinis 3,4,5
Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari. Makin lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat penyakit selain berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot setemapat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki, tubuh kaku melengkung bagai busur.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.
7 Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. tetanus local: otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus sephal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
4. Neonatal tetanus :Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus 4


Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

F. Diagnosis 2,6
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu. Anamnesis yang teliti dan terarah selain membantu menjelaskan gejala klinis yang kita hadapi juga mempunyai arti diagnostic dan prognostic. Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:
• Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah atau gigitan binatang
• Apakah pernah keluar nanah dari telinga
• Apakah menderita gigi berlobang
• Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang terakhir
• Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme local) dengan kejang yang pertama (periode of onset). 2
Tabel. 3 Port d’entrée pada Tetanus Anak
Port d’entre RSCM
Kasus
% RSHS
Kasus
% RSK
Kasus
% RSMH
Kasus
%
Luka
OMSK*
Karies dentis
Tidak diketahui 14
46
21
72 9,2
30,1
13,7
47 61
28
2
13 58,6
26,9
1,9
12,6 13
84
12
0 11,9
77,1
11
0 59
18
10
0 67,8
20,7
11,5
0
Jumlah 153 100 104 100 109 100 87 100
Keterangan: RSCM = RS.Dr.Cipto Mangunkusumo, Jakarta. RSK=RS.Dr.Kariadi, semarang. RSHS=RS.Dr.Hasan Sadikin, Bandung. RSMH=RS.Dr.Moh.Hoesin, Palembang. Data tahun 1991-1996, *OMSK: otitis media supurativa kronik



G. Diagnosis banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.
Berikut ini Tabel 4 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :
Penyakit Gambaran differential
INFETIOUS
Meningoencephalitis
Polio
Rabies
Lesi oropharyngeal
Peritonitis
Demam, trismus tidak ada, sensorium depresi, abnormal CSF
Trismus tidak ada, paralisa tipe flaccid, abnormal CSF
Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharingeal spasme
Hanya local, regiditas seluruh tubuh atau spasme tidak ada
Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada
KELAINAN METABOLIK
Tetany
Keracunan strychnine
Relaksasi phenothiazine
Hanya carpopedal dan laryngeal spasme, hypocalcemia
Relaksasi komplet diantara spasme
Dystonia, respons dengan diphenydramine
PENYAKIT CNS
Stastus epilepticus
Hemorrhage atau tumor
Sensorium depressi
Trismus tidak ada, sensorium depressi
KELAINAN PSYCHIATRIC
Hysteria
Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasme
KELAINAN MUSCULOSKLETAL
Trauma
Hanya lokal
http://74.125.153.132/search?q=cache:Bmq-xfKW6OsJ:library. usu.ac.id/ download/ fk/ penysaraf-kiking2. pdf+tetanus&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id . Diakses tanggal 07Juni 2009






H. PENATALAKSANAAN 4

A. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
• membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat- obatan 4
B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan(1,8.10).

B.2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah
pada sebelah luar.(1.8.9)

B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka


Tabel 5. : PETUNJUK PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA KEADAAN LUKA.
____ _______________________________________________________________
RIWAYAT IMUNISASI Luka bersih, Kecil Luka Lainnya
__________________________________________________
(dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin
_ __________________________________________________________________
Tidak diketahui ya tidak ya ya
0 – 1 ya tidak ya ya
2 ya tidak ya tidak*
3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak
___ ________________________________________________________________
* : Kecuali luka > 24 jam
** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)
*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16)



B.4. Antikonvulsan (5,8,10,14,15)
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

Tabel 6 : JENIS ANTIKONVULSAN
___________________________________________________________
Jenis Obat Dosis Efek Samping
________________________________________________________
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Stupor, Koma
Berat badan / 4 jam (IM)
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan
________________________________________________________

Di Bagian llmu Kesehatan Anak RS Dr. Pirngadi/ FK USU, obat anti konvulsan yang dipergunakan untuk tetanus noenatal berupa diazepam, obat ini diberikan melalui bolus injeksi yang dapat diberikan setiap 2 – 4 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian anti kejang. Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun. Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan (setelah kejang terkontrol) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian dilakukan tiap 3 jam).Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari (dosis maintenance). Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10 -15% dari dosis optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan untuk selanjutnya. Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan.
Tabel 7.Skema pemberian diazepam pada tetanus


I. Pencegahan 3
1. Mencegah terjadinya luka
2. Perawatan luka yang adekuat
3. Pemberian anti tetanus (ATS) dalam beberapa jam setelah luka yaitu untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus gejalanya ringan. Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata.
4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1bulan 2 kali berturut-turut.
5. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000 U/kgBB/hari).
6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis).
Bila terjadi luka berat pada seseorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoi tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan sekaligus antioksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan).

J. Komplikasi 3,4
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2. Asfiksia
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret
4. Fraktura kompresi
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure

K. Prognosis 3,5
Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang dari 7hari), usia yang sangat muda (neoatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, periode of onset yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya komplikasi terutama spasme otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan.
Mortalitas di Amerika Serikat dilaporka 62% (masih tinggi). Dibagian Ilmu kesehatan Anak FKUI FK-RSCM Jakarta didapatkan angka 80% untuk tetanus neonatorum dan 30% untuk tetanus.
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
1. Umur bayi kurang dari 7 hari
2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm.(1,6.8,10,12,13)
Case Fatality Rate (CFR) tetanus berkisar 44-55%,sedangkan tetanus neonatorum >60%









BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Tetanus (rahang terkunci [lockjaw]) adalah penyakit akut, paralitik yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa disertai gangguan kesadaran. Gambaran penyakit ini berupa : trismus (kaku pada rahang~sulit membuka rahang bawah), rhesus sardonicus (muka seperti monyet meringis), kaku kuduk (leher kaku, tidak bisa untuk mengangguk), opistotonus (badan kaku seperti busur), kaku perut, kejang, dan kemungkinan adanya luka sebagai tempat masuknya kuman. Penyakit tetanus biasanya timbul di daerah yang mudah terkontaminasi dengan tanah dan dengan kebersihan dan perawatan luka yang buruk.
Pengobatannya dengan merawat pasien di ruang yang tenang, kemudian diberikan Anti Tetanus Serum (ATS) sesuai berat badannya secara intravena dan sisanya intramuscular. Kejang diatasi dengan pemberian anti kejang (misal diazepam) secara intravena. Juga diberikan antibiotika. Perawatan pasien ini mungkin melibatkan berbagai bidang kedokteran, misalnya penyakit dalam, bedah, gigi, dan THT.

III.2 SARAN
Jangan sepelekan luka kecil di tubuh Anda, terutama di bagian kaki atau tangan yang mudah terkena kotoran seperti debu atau tanah. Luka kecil ini bisa menjadi pemicu tetanus, penyakit yang sudah jarang terjadi tapi cukup mematikan. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri ini akan memproduksi racun yang menyebabkan kejang otot kronis. Tetanus ini sangat berbahaya tapi mudah diatasi jika Anda teliti dan bertindak cepat.




DAFTAR PUSTAKA


1. Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
2. Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
3. Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005
4. http://74.125.153.132/search?q=cache:Bmq-xfKW6OsJ:library. usu.ac.id/ download/ fk/ penysaraf-kiking2. pdf+tetanus&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id . Diakses tanggal 07Juni 2009.
5. http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/05/13/1164/2/Bahaya-Tetanus-dan-Cara-Pencegahannya Diakses tanggal 09 Juni 2009
6. http://medicastore.com/penyakit/91/Tetanus.html Diakses tanggal 11 Juni 2009
Powered By Blogger